AKUNTANSI PADA ERA INFLASI LUAR BIASA


VERSI IPSAS 10

Sajian Dr Jan Hoesada, KSAP

PENDAHULUAN

Seperti biasa, pembaca dimohon meyikapi risiko kedangkalan & risiko sesat-tafsir  makalah kami dengan memperluas wawasan-ilmiah , antara lain dengan tambahan rujukan afdol lain.

Seperti biasa pula, petikan dan ringkasan (bukan kuotasian) hasil riset ini dibatasi ketertarikan  penulis pada paragraf tertentu saja pada berbagai sumber rujukan. Pada beberapa negara, tingkat inflasi luar-biasa dapat mencapai skala triliun persen. Pada tahun 2022, terdapat sekitar 60 negara berisiko inflasi luar-biasa.

KEBIJAKAN REDENOMINASI

Sampai awal Juli 2023 tertengarai bahwa NKRI belum menerbitkan kebijakan redenominasi Rupiah, Kabinet cq Kemenkeu dan BI selalu mengambil sikap amat hati-hati terekait isu redonominasi. Terdapat berbagai upaya penyesatan informasi redenominasi yang segera dijernihkan pemerimtah.

Sumber Copyright © 2013-2023  menyajikan artikel berjudul Hubungan Redenominasi dan Inflasi, antara lain mengungkapkan bahwa redenominasi adalah langkah yang biasanya diambil untuk menyederhanakan pemahaman, penggunaan, dan manajemen mata uang nasional melalui mata uang yang lebih baru dan lebih kecil, namun tetap memiliki nilai yang sama seperti sebelumya. Program redenominasi adalah kegiatan eliminasi sekumpulan angka nol bagian terakhir pada mata uang , sebagai skala moneter baru pada mata uang nasional, seperti: harga barang dan jasa yang dijual, gaji, tabungan, pensiun, hutang, pinjaman, dan bentuk pembayaran lainnya, termasuk nilai tukar mata uang, pajak, dll. Inflasi merupakan masa-masa di mana mata uang sebuah negara memiliki daya beli yang lemah. Harga barang dan jasa harus ditulis dengan angka yang besar dan saat angka-angka ini terus membesar, imbasnya tidak hanya pada transaksi sehari-hari tapi juga dapat berpengaruh pada persepsi manusia. Ketidaknyamanan dalam menghadapi tagihan dengan angka yang besar serta risiko yang harus mereka hadapi pasti akan memainkan peran pada kondisi psikologis manusia. Negara-negara yang menderita akibat tingginya inflasi harus berhadapan dengan tingginya harga serta ketidakpraktisan yang mengiringinya. Hal ini dapat terus berlangsung bahkan bila negara tersebut lantas mengalami penurunan tingkat inflasi (disinflation). Salah satu cara untuk mengatasi inflasi adalah dengan melakukan redenominasi. Mata uang yang lama digantikan dengan mata uang yang baru. Dan bila memang alasan redenominasi adalah inflasi, maka rasio konversi akan dapat melebihi angka 1, atau merupakan kelipatan angka 10 seperti 10, 100, 1000, dan seterusnya. Karena itulah redenominasi disebut sebagai pengurangan angka nol pada mata uang. Secara konseptual, redenominasi seyogyanya dijaga dengan berbagai kebijakan pelaksanaan agar  tidak berimbas-negatif  pada perekonomian mikro dan makro secara langsung, permintaan dan penawaran (demand and supply) terhadap barang dan jasa , nilai investasi, pembelanjaan negara, nilai ekspor, dan tingkat konsumsi rumah tangga. Inflasi  tinggi merupakan indikasi bahwa pemerintah tidak mampu untuk menyeimbangkan anggaran, bank sentral pun gagal mengendalikan inflasi.Meski analisis sebuah penelitian(1) menunjukkan bahwa inflasi merupakan faktor pendorong utama sebuah negara melakukan redenominasi, namun bukan berarti ia merupakan faktor satu-satunya. Faktor lainnya adalah nilai pertukaran mata uang dan bentuk pemerintahan, yang sifatnya tidak mendorong terjadinya redenominasi secara signifikan.

Contoh redenominasi adalah sebagai berikut.Parlemen Turki memutuskan untuk memangkas enam angka nol dari mata uang mereka di tahun 2003 dan redenominasi resmi dilakukan per 1 Januari 2005 hingga akhir 2005. Sejak 1 Januari 2009, uang lira yang lama sudah tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah di Turki. Kredibilitas mata uang mereka meningkat, rekening keuangan mereka menjadi lebih sederhana, dan urusan dengan mata uang menjadi lebih mudah untuk semua subjek pasar. Hasil observasi penelitian(2) menunjukkan bahwa meski terjadi penurunan dalam level pertumbuhan harga di awal pengenalan redenominasi, selanjutnya level pertumbuhan harga justru mengalami peningkatan. Hal ini dibarengi dengan tarif pertumbuhan money supply. Selain berimbas pada faktor keuangan di Turki, redenominasi juga dianggap berhasil meningkatkan aspek psikologis, yang juga merupakan salah satu efek inflasi yang telah kami sebutkan di atas. Dengan melakukan redenominasi, pihak otoritas seperti pemerintah merasa mampu untuk meyakinkan subjek pasar bahwa mereka serius dalam mengontrol inflasi yang sedang terjadi. Sebagail kesimpulan;  sulit untuk menentukan apakah penurunan inflasi hanya dipengaruhi oleh redenominasi yang dilakukan oleh pemerintah Turki, namun para peneliti  setuju bahwa redenominasi mungkin memiliki dampak secara langsung terhadap inflasi dengan membantu mengurangi harapan inflasi dan membawa kondisi ekonomi Turki pada stabilitas level harga.

Sumber yang sama menyajikan artikel berjudul Negara yang Gagal Rededominasi, antara lain mengungkapkan bahwa kondisi perekonomian suatu negara menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi apakah redenominasi akan berhasil atau tidak. Indonesia harus memiliki perekonomian yang relatif stabil dan terkendali sebelum menerapkan redenominasi rupiah, penetapan redenominasi memerlukan proses dan transisi dari mata uang lama ke mata uang baru sekitar lima hingga tujuh tahun. Sejarah mencatat, enam kali melakukan redenominasi, Brazil mengalami kegagalan saat menerapkannya di tahun 1986. Saat itu, mata uang baru yaitu cruzado mengalami penurunan nilai  secara drastis terhadap dolar Amerika, disebabkan tingkat inflasi mencapai hingga 500% dan kurangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Brazil berhasil dalam penetapan redenominasi pada tahun 1994 , mengurangi inflasi dan meningkatkan devisa  modal asing yang masuk. Setelah menerapkan redenominasi pada tahun 1947 dan 1961, Rusia mengalami kegagalan saat menerapkannya di tahun 1998. Rusia mengurangi nominal 3 digit nol dari mata uang karena inflasi mencapai 28%. Penerapan redenominasi tesebut tidak didukung upaya peyakinan  terhadap publik mengenai ketetapan harga, rakyat Rusia menganggap redenominasi adalah bentuk perampokan kekayaan privat oleh pemerintah. Praktik redenominasi pada tahun 1998 gagal , menyebabkan inflasi semakin tinggi hingga mencapai 86%. Tahun 2009, Korea Utara menerapkan kebijakan redenominasi dengan mengurangi nominal nol sebesar 2 digit dari mata uang yaitu dari 100 won menjadi 1 won, rakyat berlomba-lomba mengumpulkan mata uang baru yang beredar sehingga terjadi kelangkaan stok uang baru di masyarakat, munculnya oknum yang memanfaatkan kesempatan dengan menggelar pasar gelap guna memfasilitasi mereka yang hendak menukarkan uang won-nya menjadi yuan atau dolar. Masyarakat Korea Utara kala itu memang berpikir lebih baik menyelamatkan uang mereka dengan menukarnya pada mata uang asing daripada tidak bisa dipakai karena sudah tak bernilai. Negara Zimbabwe mengalami kegagalan redenominasi saat mengurangi nominal 10 digit nol dari mata uang, yaitu dari 10 miliar dolar menjadi 1 dolar Zimbabwe, terjadi pada tahun 2001 ketika  pemerintah Zimbabwe menimbang bahwa redenominasi dapat mengatasi permasalahan inflasi yang terjadi, ternyata kebijakan tersebut justru semakin meningkatkan inflasi dan memicu kenaikan harga menjadi sangat tinggi.

KONDISI PEREKONOMIAN NKRI

Merdeka.com, 2022, menyajikan artikel berjudul Pemerintah Pastikan Indonesia Tak Akan Alami Krisis Ekonomi, ini Alasannya, antara lain mengungkapkan karena sejak sebelum pandemi terjadi, pemerintah sangat disiplin dalam mengelola standar kebijakan fiskal. Pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter  sejak lama bersifat prudent dan konservatif. Kebijakan fiskal NKRI disiplin, selalu menjaga defisit APBN di bawah 3 persen dari PDB dan utang pemerintah dijaga di bawah 30 persen dari PDB. Tingkat inflasi Indonesia dalam 5 tahun terakhir masih di bawah 5 persen, neraca berjalan mengalami surplus terdapat keuntungan  kenaikan harga komoditas misalnya pada  ekspor nikel, batubara, CPO dan yang lain-lain. Pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter ini sejak lama prudent dan konservatif. Kebijakan fiskal kita disiplin, defisit kita di bawah 3 persen dari PDB dan utang kita di bawah 30 persen dari PDB. 

Adminkesbangpol, 2022, menyajikan artikel berjudul Momok Inflasi Dan Tahun 2023 Yang Gelap, antara lain mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi menyebut ketidakpastian global saat ini sangat mengkhawatirkan banyak negara, termasuk Indonesia. Akibat kenaikan harga energi hingga suku bunga acuan di berbagai negara inflasi melonjak. Dia menyebut sudah ada 5 negara yang inflasinya melonjak hingga di atas 80 persen. Sementara di Indonesia, Bank Indonesia sudah menaikkan suku bunga acuan dua kali ke posisi 4,25 persen belum lama ini. Sementara inflasi Indonesia per Agustus 2022 mencapai 4,69 persen dan diprediksi tembus 6 persen di akhir tahun ini. “Ini pertama kali saya sampaikan, momok terbesar adalah inflasi, kenaikan barang dan jasa. Momok semua negara saat ini. Biasanya cuma (inflasi) 1 persen, sekarang ada yang 8 (persen, bahkan ada yang 80 persen (inflasi),” kata Jokowi dalam memberikan pengarahan kepada seluruh Menteri/Kepala Lembaga, Kepala Daerah, Pimpinan BUMN, Pangdam, Kapolda dan Kajati, di Jakarta Convention Center, Kamis (29/9). Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti, tantangan dan ketidakpastian global akan semakin gelap pada tahun depan. Berbagai krisis yang terjadi, seperti krisis pangan, energi, finansial, dan juga ancaman resesi yang akan terjadi pun tak bisa dikalkulasi. Krisis yang terjadi di Inggris saat inipun berdampak langsung pada nilai tukar mata uang di semua negara sehingga semakin melemah, termasuk di Indonesia. Perang di Ukraina yang juga belum akan berhenti dalam waktu dekat pun semakin menyulitkan kondisi ekonomi dunia saat ini. Krisis pangan yang terjadi saat ini telah menyebabkan 345 juta orang di 82 negara menderita kekurangan pangan akut. Sedangkan 19.700 orang di dunia tiap harinya meninggal karena kelaparan. Namun, krisis pangan  tak terjadi di Indonesia. Indonesia juga telah mendapatkan sertifikat pengakuan swasembada beras sejak 2019 dan dianggap memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dari International Rice Research Institute. Jokowi kemudian mengingatkan jajarannya agar tidak senang dulu meski Indonesia mendapat sertifikat swasembada pangan dan ketahanan pangan yang baik dari lembaga internasional. Untuk mengatasi masalah inflasi dan tahun 2023 yang akan gelap, Presiden Jokowi ingin masalah tersebut ditangani oleh semua pihak dan elemen bangsa. Kekompakan antara pemerintah pusat, daerah, sampai elemen masyarakat bawah seperti saat mengatasi pandemic covid-19 akan bisa mengatasi inflasi dan melewati tahun 2023 yang akan gelap.

Terdapat berbagai negara lain mengalami masalah keuangan negara. Utang pemerintah Sri Lanka yang mencapai 87 % PDB sebelum pandemi, defisit fiskal tahun 2019 mencapai 9,6 %  PDB. Sampai tahun 2019, utang Pemerintah Pakistan mencapai 86 % PDB dan defisit fiskal 9,1 % PDB.

Disimpulkan di muka, bahwa inflasi luar biasa kemungkinan kecil terjadi di Indonesia.

Selengkapnya…