WACANA AKUNTANSI TAHUN PERTAMA PENERAPAN SAP AKRUAL


Dr. Jan Hoesada

Feb

PENDAHULUAN

Terjadi gempa bumi susulan setelah penerbitan PP 24/2005, yaitu gempa bumi lima tahun setelah penerbitan PP 71/2010 terjadi pada tahun 2015/2016. Sebagai peredam gempa, pada Triwulan pertama 2016 KSAP menerbitkan Interpretasi tentang penyajian kembali dan koreksi kesalahan Laporan Keuangan yang telah diaudit BPK.

Pusat gempa pada PSAP yang berdiam diri (silent) tentang (1) saldo awal periode pertama penerapan akuntansi akrual, dan (2) kewajiban penyajian ulang LK Auditan apabila terjadi perubahan kebijakan akuntansi dan/atau koreksi kesalahan. Sebagian otoritas pelaku akuntansi memilih kebijakan penyajian LK Auditan, sebagian lagi memilih tidak melakukan penyajian ulang atas LK Auditan.

Maka muncullah berbagai karya tulis atau naskah akademis sebagai sumbangan pikiran dari beberapa anggota kelompok kerja dan komite kerja yang gemar meneliti dan menganalisis, untuk bahan baku yang diramu pada berbagai rapat akbar KSAP tentang masalah ini.

Salah satu makalah sumbangan pikiran tersebut disajikan sebagai peramai majalah maya KSAP ini, sebagai sarana pencerdas bangsa tentang aspek “mengapa” (why), alasan, dasar pertimbangan atau dasar pikiran perumusan suatu produk KSAP. Karangan berupa pendapat pribadi kemudian digunakan sebagai salah satu bahan rapat Tim Kecil Perumus Interpretasi PSAP tersebut.

 

MENGAMBIL HIKMAH IFRS- FIRST TIME ADOPTION

Sebuah neraca awal berbasis PP71/2010 Akrual disusun pada tanggal transisi, sebagai titik awal entitas menerapkan PP 71/2010 akrual.

  1. Sebuah set lengkap LK berbasis PP 71/2010 diterbitkan untuk pertama kalinya per 31 Desember 2015.
  2. LK untuk akhir tahun pertama penerapan PP71/2010 tersebut harus menerapkan semua SPAP Akrual versi Lampiran I PP 71/2010 yang berlaku pada awal tahun 2015.                                                                                                                                                                              SPAP baru yang berlaku dan diumumkan setelah tahun 2015 tidak diterapkan pada tahun 2015.
  1. Entitas akuntansi dan pelaporan LK mengakui aset dan kewajiban sesuai PP 71/2010 akrual.                                                                                                                                                            Pembatalan pengakuan atau pengelompokan pos dilakukan pada awal periode penerapan pertama PP 71/2010 akrual, misalnya pos – pos ekuitas tertentu.
  1. Seluruh kebijakan akuntanasi terpilih dan seluruh estimasi ditetapkan pada periode sebelum penerapan pertama kali PP 71/2010 tetap berlaku. Sebagai misal metode penilaian persediaan yang sama pada era Menuju Akrual versi PP 24/2005 tetap digunakan pada era Akrual PP 71/2010 Lampiran I.
  2. Pada awal tahun 2015, entitas membuat saldo awal
    • Neraca
    • Laporan perubahan ekuitas
    • Laporan saldo anggaran lebih / kurang
  1. Seluruh perbedaan neraca akhir periode terakhir PP 24/2005 atau PP 71/2010 lampiran 2 dengan neraca awal periode pertama PP71/2010 Lampiran 1 harus dinyatakan pada CALK. Sebagai misal, LKPP menyatakan perubahan penggolongan pos Ekuitas dengan saldo yang sama pada CALK LK 2015.
  2. Seluruh pengungkapan (CALK) diwajibkan pada PP71/2010 Lampiran 1 tidak perlu dinyatakan pada LK awal periode PP71/2010 diterapkan untuk pertama kali.
  3. Apabila terdapat perubahan signifikan PSAP CALK, perubahan pengungkapan LK berbasis PP24/2005 atau PP71/2010 Lampiran 2 dengan pengungkapan wajib versi PP71/2010 Lampiran 1 harus dinyatakan pada CALK LK akhir periode tahun pertama penerapan PP71/2010 Lampiran 1 akrual.
  4. Pengakuan berbasis akrual dan pengukuran berbasis akrual diterapkan sejak awal periode tahun pertama penerapan PP71/2010 akrual, yaitu 1 Januari 2015.
  5. Untuk keperluan adopsi standar baru, seluruh perubahan saldo pos neraca akibat hijrah standar – apabila ada – dimasukkan kepada pos Saldo Laba pada rumpun Ekutitas korporasi.

PSAP 10 AKRUAL PARIPURNA

Tafsir (interpretasi) sebaiknya disusun berdasar PSAP 10 Akrual Paripurna, karena berbagai pertimbangan sebagai berikut

  • Tidak ada perubahan kebijakan akuntansi karena kebijakan akuntansi harus digunakan secara konsisten (Para 37). Namun pada sisi lain, PSAP tersebut mengizinkan apabila (1) terpaksa berubah apabila diwajibkan UU (Para 38) atau (2) terpaksa diubah sendiri oleh entitas pelaporan bila menghasilkan informasi LK lebih andal dan relevan (Para 39)
  • Perubahan estimasi akuntansi, misalnya perubahan umur Aset Tetap, estimasi piutang tak tertagih, dan lain-lain, berpengaruh pada LO tahun berjalan (Para 44).
  • Setiap kesalahan dikoreksi segera pada saat diketahui (Para 11), (a) kesalahan periode berjalan ditemukan pada periode berjalan – sesuai perlakuan akuntansi – dikoreksi pada kas atau aset lain, pada pendapatan atau beban LO tahun berjalan (Para 12), (b) kesalahan periode sebelumnya ditemukan pada periode berjalan dikoreksi di neraca (1) pada sisi aset baik kas maupun nonkas (Para 16,18 22, 24) dan (2) pada sisi kewajiban (Para 27) dan ekuitas (Para 7, 22)

Pada SAP secara keseluruhan umumnya, pada PSAP 10 khususnya, tidak terdapat keterangan tentang kewajiban penyajian ulang LK Auditan periode lalu akibat perubahan kebijakan pada tahun selanjutnya, perubahan estimasi pada tahun selanjutnya dan kewajiban penyajian ulang LK Auditan tahun lalu akibat kesalahan akuntansi.

 

ALASAN INTERPRETASI

Interpretasi tentang penyajian ulang LK Auditan dibutuhkan pengguna Standar Akuntansi pemerintahan, karena pada SAP secara keseluruhan umumnya, pada PSAP 10 khususnya, tidak terdapat keterangan tentang kewajiban penyajian ulang LK Auditan periode lalu akibat perubahan kebijakan pada tahun selanjutnya, perubahan estimasi pada tahun selanjutnya dan kewajiban penyajian ulang LK Auditan tahun lalu akibat kesalahan akuntansi, sehingga hal tersebut menimbulkan berbagai kegalauan, kondisi gawat darurat, insiatif dan berbagai keputusan akuntansi sendiri oleh masing-masing regulator dan pelaku akuntansi pemerintahan sebagaimana terurai di bawah ini.

Pertama, Sebagian masyarakat akuntansi pemerintahan NKRI menasfsirkan ketiadaan pengaturan kewajiban ulang LK Auditan tersebut di atas pada SAP dan atau PSAP 10 sebagai kewajiban penyajian LK Auditan, sesuai teori akuntansi pada umumnya, IFRS atau SAK NKRI khususnya.

Isu berkembang adalah isu tentang kewajiban menyajikan LO, Neraca dan komponen LK lain tahun 2014 sesuai tujuh komponen LK yang diwajibkan PP 71/2010 Lampiran I Akrual Paripurna. Berbagai entitas pelaporan tertengarai telah melakukan kewajiban ini.

Kedua, sebagian masyarakat akuntansi pemerintahan NKRI menafsir penyajian ulang LK Auditan 2014 versi Lampiran II PP 71/2010 Berbasis Menuju Akrual menjadi Neraca per 31 Desember 2014 atau Neraca Awal 2015 Berbasis Akrual versi Lampiran I PP 71/2010.

Ketiga, sebagian masyarakat akuntansi pemerintahan NKRI membuat berbagai tafsir tentang koreksi kesalahan akuntansi akibat kelalaian menerapkan akuntansi penyusutan AT versi PP 24/2005 dan Lampiran II PP 71/2010 Berbasis Menuju Akrual untuk periode akuntansi 2005- 2014, ditambah isu estimasi piutang diragukan ketertagihannya, cadangan kehilangan, kadaluwarsa dan kerusakan persediaan dan lain lain.

Keempat, surat BPK tahun 2015 kepada Presiden NKRI yang berisi pendapat BPK atas implementasi PP 71/2010, antara lain meminta penegasan untuk Penyajian Kembali LK Auditan.

Terdapat 24 pertimbangan, dasar pikiran, basis konklusi KSAP dalam menyikapi berbagai isu tersebut di atas, yang digunakan sebagai bahan atau input penyusunan interpretasi ini, sebagai berikut :

Sebagai wacana, terdapat lima belas pertimbangan dan/atau basis konklusi (Basis for Conclussion) KSAP untuk tafsir pertama tentang Penyajian Kembali LK Auditan 2014 Berbasis Menuju Akrual menjadi LK seolah olah Berbasis Akrual sebagai berikut.

  1. Tidak terdapat kewajiban penyajian kembali LK Auditan agar layak sanding dengan LK Auditan Tahun berjalan, yang dinyatakan secara eksplisit pada PSAP 10 dan PSAP lain pada PP 71/2010.
  2. Dalam berbagai forum dan pertemuan, berbagai auditor senior BPK secara lisan menyatakan bahwa penyajian kembali LK Auditan tahun lalu agar layak sanding dengan LK auditan tahun berjalan tidak dibutuhkan bangsa.
  3. Adopsi pertama kali PP 71/2010 Akrual paripurna dapat menggunakan dasar pikiran IFRS 1 tentang First Time Adoption.
  4. Melihat butir 1 tersebut di atas, perubahan pilihan Kebijakan Akuntansi dalam suatu standar yang sama, bukan masalah LK 2014 (Menuju Akrual) versus LK 2015 (Akrual Paripurna). Sebagai misal, Tafsir/Interpretasi PSAP menjelaskan bahwa perubahan kebijakan akuntansi untuk tahun buku setelah tahun 2015, dalam era akuntansi akrual yang sama.
  5. Pada tataran akuntansi pemerintahan, akuntabilitas LK mengungguli daya banding antar periode LK. Daya banding antar periode LK dibutuhkan investor Pasar Modal untuk membeli atau melepas saham entitas LK (decision usefulness), suatu kebutuhan tidak lazim pada akuntansi pemerintahan. Karena itu, penyajian kembali LK Auditan di pemerintahan yang telah dibubuhi opini audit oleh BPK dan dicantumkan dalam Tambahan Berita Negara (Para 29) atau keputusan DPRD dinilai tidak mempunyai manfaat bagi bangsa dan negara, berisiko menimbulkan moral hazard. Moral hazard berbentuk kebingungan masyarakat, kebingungan para penyusun APBN/D berbasis LK Auditan tahun lalu yang ternyata keliru, kerepotan DPR/DPRD yang harus menganulasi (membatalkan) produk UU tentang LK Auditan, dan menambah pekerjaan BPK untuk mengaudit sekali lagi LK auditan tahun lalu.
  6. Bahwa yang dimaksud dengan penyajian kembali LK dalam Tafsir/Interpretasi adalah penyajian kembali dengan perubahan tertentu akibat perubahan kebijakan tahun selanjutnya untuk LK Auditan Tahun Lalu bersanding dengan LK Auditan tahun berjalan, agar dapat diperbandingkan (comparable).
  7. KSAP menimbang bahwa biaya, kerugian dan moral hazard kemungkinan pelaksanaan butir 3 tersebut jauh lebih besar dibanding manfaat penyajian ulang (restatement of FS) terjadi pada butir butir berikut.
  8. Penyajian kembali Neraca per 31 Desember 2014 yang telah berbasis akrual tidak perlu dilakukan, karena menggunakan basis layak sebagai Neraca Awal 1 Januari 2015 era Akuntansi Akrual Paripurna. Neraca Awal 2015 adalah Neraca akhir 2014 dengan pengelompokan akun-akun pada Pos Ekuitas yang lebih sederhana.
  9. Penyajian LO per 31 Desember 2014 seolah olah Lampiran I PP 71/2010 telah diterapkan pada tahun 2014 adalah tidak praktis, karena entitas harus menjurnal ulang seluruh transaksi 2014 (100%) menggunakan basis akuntansi akrual, berbasis jurnal akrual pada Buletin Teknis Akuntansi Akrual, dengan BAS ber LO, membuat saldo awal 1 Januari 2014 buku pembantu buku besar (subledger, kartu) piutang, utang, AT dan Penyusutan, ATB dan Amortisasi, kartu persediaan berbasis perpetual, kartu uang muka, dan kartu investasi. Praktik akuntansi terbaik berlaku global menyatakan bahwa penyajian ulang tidak perlu dilakukan bila tidak praktis.
  10. Penyajian LPE per 31 Desember 2014 berbasis hasil olah butir 5 tersebut di atas.
  11. Penjelasan kepada DPR dan publik yang kurang faham berakuntansi, audit LK oleh BPK, moral hazard dan kebingungan publik akan perubahan LK auditan menjadi LK bukan auditan (yang muncul sebagai penyanding LK 2015), proses audiensi BPK bersama KSAP kepada DPR untuk menjelaskan maksud dan tujuan penyajian ulang LK Auditan yang telah ditetapkan DPR sebagai produk hukum dan masuk Lembaran negara NKRI, sama sekali bukan mengingkari opini BPK dan Lembaran Negara.
  12. KSAP berpendapat bahwa dalam tahap awal berakuntansi pemerintahan, pelaksana akuntansi janganlah diminta memandang ke depan (menyelesaikan LK dan memeroleh opini WTP) dan kebelakang (penyajian ulang LK Auditan tahun-tahun lalu). KSAP memperkirakan bahwa tugas penyajian ulang akan menghabiskan banyak sumber daya akuntansi, menyebabkan cita-cita pertumbuhan LK beropini WTP tiap tahun kedepan, tak mungkin dicapai.
  13. Mengapa PSAP 10 mengambil sikap diam (silent), tidak mewajibkan atau melarang penyajian kembali? Inilah rahasia itu. Dimasa depan yang agak jauh, pada era sebagian besar pelaku akuntansi dianggap mampu menerapkan PP 71/2010 secara baik (misalnya 10 tahun setelah 2015), secara berkala KSAP menelaah kemungkinan penerapan penyajian kembali LK Auditan. Apabila suatu hari disimpulkan bahwa (1) pelaku akuntansi pemerintahan siap melakukan penyajian kembali, (2) apabila SAP mengizinkan, (3) apabila penyajian kembali memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara, (4) apabila penyajian kembali praktis, KSAP akan melakukan amandemen Tafsir/Interpretasi Penyajian kembali LK Auditan yang akan diterbitkan sebentar lagi. Butir 2 adalah tentang pencabutan interpretasi penyajian ulang LK yang membebaskan, diganti interpretasi yang mewajibkan penyajian kembali.
  14. KSAP berpendapat penyajian kembali LK Auditan tidak mendapat opini WTP memberi penyesatan (mislead) publik.
  15. LK auditan 2014 yang tak memeroleh WTP perlu ditindaklanjuti dalam konteks koreksi kesalahan mendasar pada tahun buku 2015. LK Auditan 2014 tersebut tidak dikoreksi dan karena itu tidak perlu dinyatakan ulang.

Sebagai wacana, empat pertimbangan dan basis konklusi KSAP yang mendasari perlunya tafsir kedua tentang Penyajian kembali LK Auditan tahun lalu pada era Akuntansi Berbasis Akrual adalah ssebagai berikut.

  1. Diduga kuat bahwa tidak ada opportunistic accounting pada tataran pelaku akuntansi pemerintahan, seperti lazimnya terdapat pada pasar modal. Pemerintah telah cukup sibuk dengan akuntabilitas dalam berakuntansi. Tak ada celah untuk akuntansi oportunistik dengan perubahan kebijakan akuntansi dan penyajian kembali.
  2. Perubahan kebijakan akuntansi dilakukan bila terpaksa, misalnya diwajibkan oleh PMK atau Permendagri.
  3. Moral hazard penyajian kembali LK Auditan, berupa (1) mosi tidak percaya pada opini BPK, kompetensi BPK, (2) pembatalan keputusan DPR dan pembatalan Lembaran Berita Negara tentang LK Auditan.
  4. Penyajian ulang tidak praktis dan tidak bermanfaat.

Sebagai wacana, lima pertimbangan dan basis konklusi KSAP yang mendasari perlunya tafsir ketiga tentang koreksi kesalahan akuntansi tahun lalu yang ditemukan pada tahun-tahun selanjutnya adalah sebagai berikut.

  1. Kesalahan tahun berjalan ditemukan pada tahun berjalan dikoreksi dengan jurnal koreksi atau jurnal balik (reversing entries) tertentu, sesuai kaidah jurnal koreksi, membetulkan akun buku besar dan buku pembantu yang salah, tanpa perlu menunggu akhir tahun buku.
  2. Kesalahan tahun tahun lalu dikoreksi pada tahun buku saat kesalahan ditemukan atau disadari, dikoreksi kepada ekuitas dengan judul “Dampak Kumulatif Kesalahan Mendasar Tahun Tahun Lalu”.
  3. Rancang bangun PSAP 10 sejak PP 24/2005 adalah forward looking standard, sebuah bangsa yang selalu memandang kedepan. Kesalahan akuntansi tahun lalu – terutama penyebab tidak WTP – dipertanggungjawabkan pada CALK LK tahun selanjutnya, dan dikoreksi pada ekuitas pada tahun laporan selanjutnya tersebut.
  4. Moral hazard penyajian kembali LK Auditan akibat koreksi kesalahan mendasar, berupa (1) mosi tidak percaya pada opini BPK, kompetensi BPK, (2) pembatalan keputusan DPR dan pembatalan Lembaran Berita Negara tentang LK Auditan.
  5. Penyajian ulang LK akibat kesalahan mendasar adalah tidak praktis dan tidak bermanfaat bagi bangsa. Audit ulang atas LK koreksian dan memberi opini ulang atas LK yang sama juga tidak lazim.

Sebagai usulan interpretasi pertama, tidak Ada Kewajiban Penyajian Kembali LK Auditan Tahun Buku 2014 berbasis Menuju Akrual menjadi LK Tahun Buku 2014 Seolah-olah berbasis Akrual Paripurna setara LK 2015, agar LK 2014 tersebut menjadi berdaya banding dengan LK 2015

Pertama, Penyajian LK 2014 dan LK 2015 bukan berada pada tataran perubahan kebijakan akuntansi (misalnya perubahan kebijakan akuntansi persediaan dan AT) pada basis akuntansi yang sama, namun lebih mendasar dari sekadar kebijakan akuntansi, yaitu perubahan basis akuntansi itu sendiri. Penerapan basis akuntansi Akrual Paripurna vide Lampiran I PP 71/2010 untuk tahun buku dimulai 1 Januari 2015 menyebabkan basis akuntansi Menuju Akrual tidak berlaku lagi. Karena basis akuntansi secara menyeluruh (a comprehensive accounting base) berubah, maka dua LK – per 31 Desember 2014 dan per 31 Desember 2015 – tidak layak diperbandingkan.

Sebagai contoh perubahan kebijakan misalnya, perubahan kebijakan penyusutan AT berbasis garis lurus (straight line) menjadi kebijakan penyusutan terakselerasi (double declining).

Sebagai contoh perubahan basis akuntansi, misalnya

  • Perusahaan AS menggunakan basis SFAS dari AS berubah menggunakan basis IFRS.
  • Perusahaan UKM menggunakan SAK ETAP berubah menggunakan SAK Besar, karena hendak masuk publik (go public).
  • Pemerintah NKRI menggunakan Lampiran II PP 71/2010 Menuju Akrual berubah menggunakan Lampiran I PP 71/2010 Akrual.

Kedua, Perubahan basis akuntansi secara keseluruhan menyebabkan komponen LK mengalami perubahan mendasar, dari 5 komponen menjadi 7 komponen LK, karena itu, maka dua LK – per 31 Desember 2014 dan per 31 Desember 2015 – tidak layak diperbandingkan.

Ketiga, Agar Neraca disandingkan (sesuai SAP) namun tidak diperbandingkan dan menghasilkan kesimpulan menyesatkan, maka pada kolom judul Tahun 2014 harus lengkapi (Berbasis Menuju Akrual) dan pada kolom judul Tahun 2015 harus dilengkapi (Berbasis Akrual).

Keempat, Tidak ada kewajiban membuat LO tahun buku 2014 seolah-olah Basis Akrual Paripurna telah diterapkan pada tahun 2014, karena tidak praktis. LO 2015 untuk pertama kali muncul sendirian, kolom tahun 2014 kosong. Pada kolom judul Tahun 2014 harus lengkapi (Berbasis Menuju Akrual) dan pada kolom judul Tahun 2015 harus dilengkapi (Berbasis Akrual). CALK menjelaskan, tidak terdapat PSAP tentang LO pada PP 24/2005 dan PP 71/2010 Lampiran II.

Kelima, Tidak ada kewajiban membuat komponen yang ada pada Lampiran I PP 71/2010, yang tidak terdapat pada Lampiran II, disamping pembuatan LO tahun buku 2014 tersebut di atas, seolah-olah Basis Akrual Paripurna telah diterapkan pada tahun 2014, karena tidak praktis. LO 2015 untuk pertama kali muncul sendirian, kolom tahun 2014 kosong. Pada kolom judul Tahun 2014 harus lengkapi (Berbasis Menuju Akrual) dan pada kolom judul Tahun 2015 harus dilengkapi (Berbasis Akrual). CALK menjelaskan, tidak terdapat PSAP tentang LO pada PP 24/2005 dan PP 71/2010 Lampiran II.

Keenam, Bagi entitas pelaporan yang membuat LKK, tidak ada kewajiban membuat LKK tahun buku 2014 seolah olah Basis Akrual Paripurna telah diterapkan pada tahun 2014, karena LKK 2014 tidak menggunakan PSAP LO. LO 2015 untuk pertama kali muncul sendirian, kolom tahun 2014 kosong. Pada kolom judul Tahun 2014 harus lengkapi (Berbasis Menuju Akrual) dan pada kolom judul Tahun 2015 harus dilengkapi (Berbasis Akrual). CALK menjelaskan, tidak terdapat PSAP tentang LO pada PP 24/2005 dan PP 71/2010 Lampiran II, dan LKK yang diizinkan dibuat tak berbasis standar tertentu.

Sebagai usulan interpretasi kedua, tidak ada Kewajiban Penyajian Kembali LK Auditan Pada Era Akuntansi Berbasis Akrual

Pertama, Restatement atau penyajian ulang LK pada era baru akrual paripurna atau tahun tahun berbasis akrual paripurna – yaitu penyajian LK tahun buku 2015 dan tahun-tahun seterusnya – tidak diwajibkan.

Kedua, Perubahan Kebijakan Akuntansi pada tahun-tahun buku setelah tahun buku 2015 berada landasan/basis yang sama, yaitu basis akrual paripurna.

Perubahan Kebijakan Akuntansi pada tahun-tahun buku setelah tahun buku 2015 pada landasan/basis yang sama, yaitu basis akrual paripurna, bersyarat sbb :

  1. Rencana perubahan kebijakan akuntansi harus dinyatakan berdasar PMK atau Perda, dilakukan dan dinyatakan oleh entitas pelaporan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum awal tahun buku kebijakan baru mulai berlaku.
  2. Alasan perubahan kebijakan yang diizinkan adalah
    • Karena PMK atau Permendagri melarang penggunaan kebijakan akuntansi yang sekarang digunakan entitas, mewajibkan penggunaan kebijakan akuntansi yang sekarang belum digunakan entitas.
    • Apabila tidak ada batasan tersebut di atas, entitas wajib menjelaskan alasan perubahan kebijakan pilihan sendiri, misalnya kebijakan yang digunakan sekarang menyesatkan pembaca LK, tidak menggambarkan secara wajar kondisi dan kinerja keuangan entitas, atau alasan lain.
    • Dokumen perubahan kebijakan disampaikan kepada BPK sebelum tanggal efektif berlaku perubahan kebijakan tersebut.

Ketiga, Untuk maksud penyandingan LK tahun berkebijakan lama dengan LK tahun berjalan dengan kebijakan akuntansi baru, tidak ada kewajiban penyajian kembali (restatement) LK tahun lalu seolah-olah menggunakan kebijakan baru. CALK menjelaskan perubahan kebijakan akuntansi dan alasan perubahan kebijakan, dan keterangan bahwa analisis perbandingan komparatif antar komponen LK lintas tahun berisiko menyesatkan.

Sebagai usulan interpretasi ketiga, tidak ada Kewajiban Penyajian Kembali LK Auditan Karena Koreksi Kesalahan Mendasar

Pertama, Koreksi kesalahan mendasar dilakukan pada periode kesalahan ditemukan, disadari,dan dikoreksi (Para 5, 11, dan 32). Koreksi berpengaruh pada Ekuitas, dengan Pos “Dampak Kumulatif Kesalahan Mendasar Tahun Buku Lalu”.

Tidak ada kewajiban penyajian ulang LK Auditan beropini BPK dan telah diundangkan (Para 29) karena kesalahan mendasar LK tersebut.

Kedua, Koreksi kesalahan akuntansi untuk transaksi tahun berjalan dilakukan dengan jurnal koreksi pada akun-akun terkait pada saat ditemukan (Para 34), tidak menunggu tutup buku (Para 12, 22 24).

Koreksi kesalahan akuntansi untuk transaksi tahun berjalan ditemukan setelah LK disampaikan kepada BPK namun belum selesai diperiksa BPK, dilakukan pada akun terkait, pos LK terkait dan pembuatan ulang LK untuk disampaikan ke pada BPK, dengan surat pengantar tentang akun, pos dan hal-hal (CALK) yang berubah.

Koreksi kesalahan akuntansi untuk LK setelah LK disampaikan kepada BPK telah selesai diperiksa BPK, tanpa atau berdasar clossing conference Temuan BPK, namun BPK belum menerbitkan LK Auditan, dilakukan pada akun terkait, pos LK terkait dan pembuatan ulang LK untuk disampaikan ke pada BPK, dengan surat pengantar tentang akun, pos dan hal-hal (CALK) yang berubah dengan penjelasan koreksi berdasar clossing conference.

Koreksi kesalahan akuntansi untuk LK auditan BPK, terutama tahun-tahun yang lalu, dilakukan pada tahun berjalan setelah tahun auditan tersebut, dibebankan kepada pos Ekuitas dengan judul akun Koreksi Akuntansi Periode-Periode Lalu.

Tidak ada kewajiban pembuatan ulang LK Auditan berbasis koreksi, tidak ada kewajiban pernyataan ulang LK Auditan untuk dijajarkan / bersanding dengan LK tahun berjalan.

Contoh kalimat pada CALK : LK tahun buku… dan tahun buku… tersanding bukan LK Komparatif. Entitas pelaporan mengubah kebijakan akuntansi penyusutan Aset Tetap – dari metode garis lurus menjadi metode penyusutan penurunan ganda – berlaku sejak awal tahun buku 2017 dan menjadi LK tahun berakhir 31 Desember 2017. Untuk akuntansi penyusutan AT pada LK 2016 yang disandingkan dengan LK 2017, tetap menggunakan metode garis lurus. Karena menggunakan kebijakan akuntansi berbeda, pembaca LK diharapkan memahami bahwa penyandingan tersebut bukan perbandingan, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar analisis LK lintas tahun.

Sebagai usulan interpretasi keempat, perubahan estimasi digambarkan olah akun-akun, pos atau unsur Laporan Operasional dan Neraca pada tahun terkena perubahan estimasi akuntansi sesuai Paragraf 44 PSAP 10.

Sebagai misal, Sebuah ATB berumur ekonomis 10 tahun, harga perolehan Rp10 juta pada tahun 0, mulai digunakan awal tahun 1, nilai residu Rp0 pada tahun ke 10 pemakaian, karena itu diamortisasi setiap tahun 10 juta: 10 tahun = Rp1 juta per tahun. Pada akhir tahun buku ke 5 sisa umur ekonomis suatu ATB tersebut adalah lima tahun, dan entitas pemerintah menilai umur ekonomis secara konservatif – karena perubahan teknologi – adalah 2 tahun lagi, maka mulai tahun depan Beban Amortisasi ATB tersebut adalah Rp2,5 M pertahun sepanjang sisa umur 2 tahun.

Tahun

Nilai perolehan

Amortisasi pertahun dari nilai perolehan

Nilai Buku pada Neraca Akhir Tahun

Beban amortisasi pertahun pada LO

0

10.000.000

10.000.000

1

10 %

9.000.000

1.000.000

2

10 %

8.000.000

1.000.000

3

10 %

7.000.000

1.000.000

4

10 %

6.000.000

1.000.000

5

10 %

5.000.000

1.000.000

6

25 %

2.500.000

2.500.000

7

25%

0

2.500.000

 

Perubahan estimasi antara lain adalah

  1. Perubahan umur teknis dan ekonomis suatu AT atau ATB
  2. Perubahan % cadangan penyisihan piutang diragukan ketertagihannya, misalnya dari 5% dari jumlah piutang menjadi 10% dari jumlah piutang
  3. Perubahan % cadangan kerusakan atau kadaluwarsa persediaan, misalnya dari 1% menjadi 1,5%.

Perubahan estimasi akuntansi pada Tafsir ini, bersyarat sbb :

  • Rencana perubahan estimasi akuntansi harus dinyatakan berdasar PMK atau Perda, dilakukan dan dinyatakan oleh entitas pelaporan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum awal tahun buku kebijakan baru mulai berlaku.
  • PMK atau Perda Pedoman estimasi baru, diterapkan pada tanggal 1 Januari tahun buku yang akan datang, dan dinyatakan pada CALK. Karena perubahan estimasi akuntansi, CALK wajib menjelaskan hilangnya bahwa daya banding pos atau komponen LK tersebut untuk LK Tahun Lalu dan LK tahun berjalan.
  • Alasan perubahan estimasi yang diizinkan adalah

Karena PMK atau Permendagri melarang penggunaan metode atau pedoman estimasi yang sekarang digunakan entitas, mewajibkan penggunaan metode atau pedoman estimasi baru yang sekarang belum digunakan entitas.

  • Apabila tidak ada batasan tersebut di atas, entitas wajib menjelaskan alasan perubahan estimasi pilihan sendiri atas insiatif sendiri, misalnya karena estimasi yang digunakan sekarang menyesatkan pembaca LK, tidak menggambarkan secara wajar kondisi suatu kompnen neraca dan/atau kinerja keuangan entitas (LO), atau alasan lain.
  • Dokumen perubahan estimasi disampaikan kepada BPK sebelum tanggal efektif berlaku perubahan kebijakan tersebut, dan dicantumkan pada CALK.

 

KESIMPULAN DAN PENUTUP

KSAP memutuskan produk baru KSAP berdasar azas demokrasi, berbasis suara terbanyak Komite Kerja. Karena indipendensi KSAP, keputusan produk Interpretasi KSAP tak perlu selalu sejalan dengan wacana tersebut di atas atau makalah lain. KSAP berupaya memutuskan yang terbaik bagi bangsa.