Strategi Penganggaran


jan_hoesada_201311Oleh Dr. Jan Hoesada, CPA

Pendahuluan

Makalah ini merupakan hasil studi dan pendapat pribadi, tidak mewakili pendapat KSAP. Dalam membangun sarana dan prasarana produktif bangsa, pemerintah mana pun tentu berkeinginan agar jumlah anggaran belanja modal bertumbuh lebih besar dari jumlah belanja barang karena sebagian pemangku kepentingan (misalnya para ekonom) percaya bahwa anggaran modal mencerminkan komitmen pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang berdampak biliar pada pembangunan perekonomian terkait pada penyediaan lapangan kerja c.q. mengurangi pengangguran, meningkatkan aset produktif bangsa, penyediaan prasarana akan mendorong atau memfasilitasi kegiatan perekonomian di antara para pemangku kepentingan. PMK 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar dan PMK 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran menjelaskan bahwa pengadaan barang oleh pemerintah yang dimaksudkan untuk diserahkan kepada masyarakat atau entitas lain dianggarkan sebagai Belanja Barang dalam klasifikasi belanja barang (52) sesuai BAS pada akun 526XXX Belanja Barang untuk Diserahkan kepada Masyarakat/Pemda sejak TA 2012. Belanja modal menurut UU adalah untuk keperluan K/L tersebut sendiri, belanja modal untuk diserahkan ke masyarakat sesungguhnya tidak diperkenankan berbagai UU APBN.

Terjadi dua aliran besar dalam proses beranggaran yaitu (1) top-down approach sebagai dasar umum atau mind-set RAPBN, berlandasan T account bermuara pada jenis belanja, (2) RAPBN disusun dengan hampiran bottom-up dengan kaidah jenis belanja, berdampak tidak matching dan tidak tercapai, munculnya upaya belanja modal agar dapat lebih besar dari belanja barang dan akibat-akibat lain.

Di dalam Belanja Barang mungkin terdapat barang sejenis aset tetap entitas pelaporan LK (atau pada umumnya dikelompokkan sebagai Aset Tetap/AT) untuk diberikan kepada masyarakat. Belanja Bansos berkarateristik Belanja Modal termaktub pada Belanja Barang. Dalam tataran birokrasi, dibutuhkan perubahan postur nota keuangan, perlu penjelasan tambahan untuk meluruskan persepsi keliru bahwa belanja modal lebih baik dari belanja barang. Pada tataran pelaksanaan anggaran ditengarai bahwa eksekusi KPPN berdasar jenis belanja. Belanja bansos makin disadari untuk anggota masyarakat berisiko sosial (sesuai UU), pada pelaksanaannya  bansos harus berdasar MOU, pembayaran harus berdasar prestasi (kinerja) dan terjadi kasus penolakan pembayaran Bansos yang dialokasikan sebagai Belanja Barang. Ditengarai bahwa Belanja Barang untuk diserahkan kepada masyarakat, dapat kepada masyarakat berisiko sosial dan masyarakat tidak berisiko sosial. Terjadi kasus antara lain adalah kasus Wisma Atlet, pada awalnya masuk Belanja Bansos, menjadi Belanja Barang karena tidak berisiko sosial. Payung hukum utama adalah MOU, pembayaran berbasis MOU, kontrak, prestasi yang diukur berbasis tahap prestasi dalam kontrak, menjadi termin. Pada sisi lain, untuk Belanja Barang dan Belanja Modal, tak ada persyaratan unjuk prestasi sebagai syarat pembayaran. Pada tataran penyusunan RAPBN, hampiran top-down digunakan untuk 2013. APBN 2012 dilengkapi Box Penjelasan APBN antara lain menjelaskan perbedaan belanja modal dan belanja barang, mata anggaran belanja barang mengandung belanja modal dan belanja investasi dicemaskan akan berulang pada tahun anggaran 2013 dst. Ditengarai terjadi trend penggunaan akun 526 yang baru, lalu terjadi fenomena modal anjlok. Pada tataran penganggaran, perlu pembahasan dan penjelasan lanjut untuk belanja modal lintas-tahun-anggaran. Bila belanja SDM terlampau besar, terjadi trend “penitipan” belanja honorarium masuk belanja barang. Direktorat Anggaran  memberi tekanan pentingnya RKAKL, Kode Akun, T Account Nasional. Unified budget meyakinkan dunia bahwa NKRI menggunakan basis anggaran yang berterima global, sesuai kaidah bisnis dan berdasar jenis. Ditengarai bahwa klasifikasi belanja secara tidak konsisten menggunakan klasifikasi tujuan (misal bantuan sosial) dan klasifikasi jenis (misal belanja barang) menyebabkan tumpang tindih dan kekacauan dalam penyusunan RAPBN, Realisasi APBN dan auditing BPK.

Seluruh aset produktif  berguna bagi pembangunan bangsa. Untuk itu dibutuhkan pencerahan dalam pelaksanaan APBN/D pada lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif agar lebih memahami secara seragam substansi belanja, khususnya belanja prasarana termasuk AT pemerintah dan belanja barang berupa AT untuk diserahkan kepada masyarakat akan menjadi AT masyarakat. Apabila belanja prasarana (AT pemerintah) dan belanja barang (AT masyarakat) dijumlah akan menjadi total AT bangsa untuk mendorong laju pertumbuhan, PDB dan income per capita. Belanja Bansos adalah cluster tujuan, bentuknya dapat berupa barang habis pakai, barang durable (digunakan lebih dari satu tahun buku) sejenis AT, jasa dan bahkan uang tunai. Perlu disikapi berbagai bantuan berupa uang tunai kepada masyarakat sebagai bantuan sosial, hibah, dan lain-lain. Terdapat bentuk bantuan harus tunai walau tanpa memenuhi syarat risiko sosial, penitipan bantuan tunai pada belanja barang terbentur pada definisi barang antara lain harus membeli barang, barang harus terbukti ada (menyingkirkan opsi pemberian uang tunai bagi masyarakat), dan berpotensi melanggar Buletin Teknis 4 SAP tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah. Transfer uang perlu dikaitkan dengan Buletin teknis 10 SAP tentang Belanja Bantuan Sosial. Kandungan risiko bagi lembaga pendidikan (sekolah swasta miskin dan berisiko sosial) dan lembaga politik (partai politik tak mempunyai sumber dana dan berisiko mati suri) perlu disikapi secara lebih cermat, apakah berdimensi risiko sosial (atau risiko ekonomi) dan/atau risiko bukan risiko-sosial.

Sebagian orang berpendapat bahwa masyarakat luas bahkan para ekonom senior kurang memahami makna belanja modal dan belanja barang, sehingga diperlukan pencerahan mendasar dan menyeluruh untuk menghapus kekeliruan persepsi tentang anggaran melalui strategi penerangan Pemerintah Pusat kepada masyarakat. Diduga bahwa sebagian PNS c.q.. pejabat negara, wakil rakyat dan lembaga pengawasan pemerintahan juga masih dihinggapi persepsi keliru bahwa belanja modal  lebih baik ketimbang belanja barang, bagi sebesar-besarnya maslahat bangsa.

Maksud pendirian NKRI dan cita-cita NKRI  atau misi dan visi NKRI termaktub pada UUD, diterjemahkan menjadi sasaran dan rencana jangka panjang pembangunan NKRI, Propenas, sasaran dan rencana jangka menengah, diturunkan menjadi sasaran, rencana kerja pemerintah tahunan (Peraturan Presiden), strategi dan RAPBN tahunan, untuk mencapai cita-cita berbangsa-bernegara tersebut. Selanjutnya sasaran nasional tahunan dibagi-bagi kepada K/L sesuai tupoksi K/L dan tiap K/L membuat strategi K/L sendiri untuk mencapai sasaran K/L tersebut sepanjang sejalan dengan strategi nasional jangka pendek (tahunan), lalu dilaksanakan dalam berbagai bentuk proyek atau kegiatan K/L, didukung aspek RAPBN untuk tiap proyek dan tiap kegiatan. Basis Laporan Kinerja K/L adalah kinerja proyek, kinerja program dan kinerja kegiatan K/L. Kelambatan penyerapan anggaran untuk proyek akan menyebabkan kinerja K/L berbasis proyek tak tercapai. Kelambatan penyerapan anggaran untuk kegiatan tertentu K/L menyebabkan kinerja kegiatan tertentu K/L tak tercapai. Karena itu, tanggal awal penyerapan perlu dilaporkan sebagai bagian pertanggungjawaban pengguna anggaran. Misalnya, apabila sisa waktu penyerapan anggaran tinggal setengah tahun anggaran, hal itu amat perlu dijelaskan. Suatu proyek, program atau kegiatan tertentu mungkin bersyarat harus dimulai pada awal tahun takwim, menjadi tak mungkin diterapkan dengan baik apabila aliran dana terjadi jauh setelah awal tahun tersebut. Hal tersebut juga sebaiknya dilaporkan sebagai pertanggungjawaban mengapa kinerja diharapkan, hasil (outcome), dampak (impact) positif tak sesuai skenario awal. Masalah senjang waktu (time lag) realisasi APBN tersebut di atas diperkirakan mendistorsi secara amat signifikan kinerja seluruh K/L.

Seluruh istilah K/L pada makalah ini dapat diganti dengan istilah K/L/D/I atau istilah instansi/institusi pengguna APBN/D dengan kewaspadaan ditingkatkan, bahwa sesuatu hal berlaku pada pemerintah pusat c.q. K/L mungkin tak berlaku pada satuan kerja perangkat daerah (D) atau Institusi lain (I). Klasifikasi database anggaran tersebut berdasar No. Kode K/L (belanja menurut organisasi), yang terbagi menjadi No. Kode Tupoksi terkait K/L tersebut (belanja menurut fungsi), yang terbagi menjadi No. Kode Program/Proyek/Kegiatan K/L terkait Tupoksi tertentu (belanja menurut program/proyek/kegiatan)[ref]Reformasi nomor kode mata anggaran.[/ref], yang terbagi menjadi No. Kode Jenis Belanja (yaitu Belanja Barang, Modal, dan seterusnya) terkait pada Program/Proyek/Kegiatan tertentu (belanja menurut jenis belanja), dan Klasifikasi Penyedia Barang/Jasa (Lelang, Lelang Terbatas, Lelang Sederhana, Pemilihan/Penunjukan Langsung, Pengadaan Langsung, Kontes/Sayembara, dan lain-lain).

Upaya reformasi anggaran mungkin  dapat mencakup:

  1. Dari anggaran berbasis ekstrapolasi-anggaran-masa-lalu dan kebiasaan-alokasi-masa lalu[ref]Sebaliknya dari strategic budgeting dan performance based budgeting adalah politik anggaran, power sharing, distribusi anggaran adalah tarik-menarik antara politik pembangunan (misalnya pengutamaan pendidikan menyebabkan perubahan paradigma alokasi K/L ditengarai oleh alokasi amat besar kepada Kemendiknas) dan kebiasaan-alokasi (misalnya, menjaga nisbah antara besar kementerian, tupoksi kementerian dengan kebiasaan alokasi-anggaran kepada kementerian tersebut. Tidak mungkin suatu sub-kementerian atau sub-instansi tiba-tiba mendapat alokasi nol pada suatu tahun anggaran, dan mendapat alokasi amat besar sesuai sasaran tahun selanjutnya).[/ref] menjadi anggaran berbasis sasaran atau bertujuan kinerja.
  2. Pembangunan konsistensi anggaran, berawal dari tujuan, sasaran dan target kinerja K/L berakhir pada tujuan dan sasaran mata anggaran.
  3. Perubahan mendasar seluruh kegiatan penganggaran dan realisasi anggaran berbasis butir 2 di atas.
  4. Pembangunan sistem anggaran c.q. klasifikasi mata anggaran yang baru sebagai basis bagi LK umumnya (LRA khususnya), basis bagi Laporan Kinerja dan basis bagi GFS dan PUSAP. Klasifikasi database anggaran tersebut berdasar No. Kode K/L (belanja menurut organisasi), yang terbagi menjadi No. Kode Tupoksi terkait K/L tersebut (belanja menurut fungsi), yang terbagi menjadi No. Kode Program/Proyek/Kegiatan K/L terkait Tupoksi tertentu (belanja menurut program/proyek/kegiatan)[ref]Reformasi nomor kode mata anggaran.[/ref], yang terbagi menjadi No. Kode Jenis Belanja (yaitu Belanja Barang, Modal, dan seterusnya) terkait pada Program/Proyek/Kegiatan tertentu (belanja menurut jenis belanja), dan Klasifikasi Penyedia Barang/Jasa (Lelang, Lelang Terbatas, Lelang Sederhana, Pemilihan/Penunjukan Langsung, Pengadaan Langsung, Kontes/Sayembara, dan lain-lain).     Klasifikasi mata anggaran khusus, misalnya mata anggaran Belanja Lain-lain dengan nilai Rupiah RAPBN nol, berhampiran pengadaan dengan penunjukan langsung[ref]Peraturan Presiden RI 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.[/ref],  karena akan digunakan pada Laporan Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan. Perlu didorong lebih cepat reformasi bentuk UU Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara untuk tiap tahun anggaran yang menggambarkan kinerja K/L c.q.. sukses/kegagalan program/proyek/kegiatan K/L berbasis nomenklatur mata anggaran yang berbasis kinerja. Ditengarai bahwa pertanggungjawaban[ref]Mengambil hikmah UU Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pertanggungjawaban Atas pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.[/ref] dalam bentuk LK Audited beropini BPK sejak beberapa tahun lalu merupakan langkah besar dalam GPG Pemerintah Pusat. Laporan kinerja per tugas pokok pemerintah pusat (18 tugas pokok) dapat dilaporkan apabila anggaran telah menggunakan klasifikasi mata anggaran berbasis K/L, Tupoksi, Program/Proyek/Kegiatan, dan jenis belanja.

Penganggaran Strategis

Dalam tataran teori anggaran, penganggaran strategis adalah hampiran anggaran yang terfokus pada cita-cita NKRI pada saat Proklamasi yaitu sebuah bangsa bermasyarakat adil dan makmur. Sebagai contoh, upaya mencapai kemakmuran bangsa dilakukan dengan reformasi besar-besaran alokasi anggaran pendidikan sebagai syarat peningkatan angkatan kerja berpendidikan & berpenghasilan lebih baik, peningkatan produktivitas bangsa akan memicu PDB dan pendapatan per kapita. Sebagai contoh lain, perbesaran anggaran bantuan sosial dan pengutamaan (prioritas) bagi lapis masyarakat paling berisiko sosial dalam bentuk kemiskinan, kelaparan, sakit, tunawisma, tunakarya, tunasusila, tunarungu, tunanetra, dan lain-lain adalah bentuk perlindungan negara berasas keadilan, kepedulian dan bela rasa. Bentuk keadilan lain misalnya adalah anggaran subsidi yang bertujuan menekan harga jual barang atau jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah.

Pada tataran kepemerintahan, (1) anggaran transfer berupa dana perimbangan (dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus), serta (2) dana otonomi khusus dan penyesuaian, merupakan ciri negara kesatuan berkeadilan ketimbang sebuah kumpulan negara federal, walau otonomi daerah bertujuan kemandirian nan-sehat ditegakkan melalui alokasi dana penyesuaian dalam bentuk dana penguatan desentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan dan dana penguatan infrastruktur dan prasarana daerah. Di samping reformasi luar biasa alokasi 20%  anggaran untuk pendidikan c.q. Kemendiknas, dana penyesuaian juga mempunyai kandungan pendidikan, antara lain dana insentif daerah, dana tambahan tunjangan pegawai negeri sipil daerah (PNSD) dan dana percepatan pembangunan infrastruktur pendidikan (DPPIP).

Anggaran berbasis kinerja bermakna (1) anggaran yang digunakan untuk mendorong kinerja optimal entitas anggaran, dan/atau (2) anggaran berbasis akrual. Anggaran berbasis kinerja merupakan sebuah ciri anggaran bersifat strategis, bahwa seluruh alokasi anggaran ke sasaran strategis (yaitu cita-cita atau maksud pendirian NKRI) dan berkonsekuensi unjuk-kinerja bagi kepentingan dan maslahat sebesar-besarnya bangsa dan negara. NKRI menganut anggaran berbasis kas, namun dimaksud untuk mendorong kinerja, karena itu disebut anggaran kinerja berbasis kas (cash based performance budgeting).

Rencana Kerja, Sasaran Jangka Pendek, dan Strategi Terpilih

Rencana kerja pemerintah diawali dengan pencapaian tahun anggaran yang lalu, masalah dan tantangan tahun anggaran yang akan datang, penentuan tema dan pengutamaan pembangunan, fokus dan kegiatan prioritas rencana kerja pemerintah, misalnya penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor; revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan pedesaan; peningkatan aksesibilitas pendidikan & kesehatan, peningkatan kualitas kesehatan & pendidikan; penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi; penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban serta penyelesaian konflik; mitigasi dan penanggulangan bencana, percepatan pembangunan infrastruktur, pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolasi; arah kebijakan ekonomi makro dan proyeksi ekonomi tahun yang akan datang.

Pilihan strategi swakelola oleh K/L/D/I, instansi pemerintah lain pelaksana swakelola, kelompok masyarakat pelaksana swakelola.

Tujuan pendirian K/L adalah tupoksi K/L. Tujuan diterjemahkan menjadi sasaran atau target raihan setiap tujuan K/L. Target adalah ukuran sukses-kegagalan K/L.

Belanja K/L berbasis tupoksi K/L tersebut, ukuran sukses K/L tersebut, target raihan K/L, Program, proyek dan kegiatan berbasis tujuan (misal proyek untuk memerangi kemiskinan akan termasuk pada tupoksi bantuan sosial K/L), yang dijelaskan menjadi jenis belanja. Karena itu belanja dimulai dari klasifikasi K/L, fungsi K/L, program/proyek/kegiatan K/L tersebut, bermuara pada berbagai jenis belanja bagi K/L sendiri (misalnya Belanja modal, belanja barang untuk keperluan operasi K/L sendiri, belanja pegawai dan belanja operasional) dan belanja bukan untuk K/L (tugas penyaluran APBN dan lain-lain). Jangan mencampurkan klasifikasi belanja berbasis tujuan (misalnya untuk masyarakat berisiko sosial, disebut belanja bantuan sosial) dengan jenis belanja (misal, belanja barang untuk masyarakat berisiko sosial), menyebabkan tumpang tindih antar mata anggaran.

Penyeragaman jenjang mata anggaran lintas K/L sesuai konsep di atas adalah segala-galanya.

Belanja Menurut Fungsi

Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi[ref]Pasal 1 Nomor 10, UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan: Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk menjalankan fungsi pelayanan umum, fungsi pertahanan, fungsi ketertiban dan keamanan, fungsi ekonomi, fungsi lingkungan hidup, fungsi perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan,fungsi pariwisata dan budaya, fungsi agama, fungsi pendidikan, dan fungsi perlindungan sosial.[/ref] adalah belanja untuk menjalankan fungsi (tugas):

  1. Fungsi Pelayanan Umum.
  2. Fungsi Pertahanan.
  3. Fungsi Ketertiban dan Keamanan.
  4. Fungsi Ekonomi.
  5. Fungsi Penjagaan Kelestarian Lingkungan Hidup.
  6. Fungsi Penyediaan Perumahan dan Fasilitas Umum.
  7. Fungsi Penjagaan, Perlindungan, Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
  8. Fungsi Pembinaan Sektor Pariwisata dan Pelestarian Budaya.
  9. Fungsi Agama.
  10. Fungsi Pendidikan.
  11. Fungsi Perlindungan Sosial[ref]Pasal 1 butir 9 UU  11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial.[/ref].

Setiap K/L mendapat tugas tertentu sesuai misi atau maksud pendirian K/L tersebut.  Tak ada sebuah K/L pun yang mempunyai tugas yang mencakup seluruh fungsi tersebut di atas. Berbagai K/L dapat diberi tugas yang sama atau fungsi yang sama, dan atau mempunyai tugas yang berbeda dengan K/L untuk suatu fungsi yang sama. Karena itu terdapat risiko tumpang tindih pelaksanaan suatu fungsi antar K/L tertentu, dan risiko tumpang tindih penganggaran untuk suatu hal yang sama. Dibutuhkan koordinasi penganggaran agar terjadi sinergi lintas K/L yang mempunyai tugas atau fungsi sama, menghindari pemborosan karena tumpang tindih kegiatan berbagai K/L. Kegiatan koordinasi dilakukan oleh Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Bappenas, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, berbagai Menko, Presiden dan Wapres. Berdasarkan realisasi anggaran berbasis kinerja, laporan kinerja dan evaluasi kinerja pegawai pemerintahan, maka  penerapan sistem tunjangan kinerja SDM pemerintahan dimungkinkan[ref]Misalnya penerapan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2009 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet, yaitu hasil evaluasi tingkat pencapaian reformasi birokrasi di Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dimulai sebesar 70%.[/ref].

Pada tataran Pemda – setara fungsi pemerintahan pusat tersebut di atas – urusan wajib Kabupaten meliputi:

  1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan
  2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang
  3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat
  4. Penyediaan sarana dan prasarana umum
  5. Penanganan bidang kesehatan
  6. Penyelenggaraan pendidikan
  7. Penanggulangan masalah sosial
  8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
  9. Memfasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
  10. Pengendalian lingkungan hidup
  11. Pelayanan pertanahan
  12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil
  13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan
  14. Pelayanan administrasi penanaman modal
  15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lain
  16. Urusan wajib lain yang diamanatkan UU

Program/Proyek/Kegiatan dan Jenis Belanja

Sebuah fungsi K/L dilaksanakan dalam bentuk program, proyek, kegiatan KL, baik swakelola atau bukan swakelola. Swakelola dilakukan melalui K/L itu sendiri, instansi pemerintah lain atau swakelola masyarakat.

Sebagai contoh, Kelompok Program Penanggulangan kemiskinan Berbasis Bantuan dan Perlindungan Sosial memiliki karakteristik kegiatan program yang bersifat pemenuhan hak dasar utama individu dan rumah tangga miskin yang meliputi pendidikan, pelayanan kesehatan, pangan, sanitasi, dan air bersih[ref]Pasal 5 ayat (1) Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.[/ref], kelompok program berbasis pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan & pemberian akses bagi usaha mikro dan usaha kecil[ref]Pasal 4 Peraturan Presiden RI Nomor 13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.[/ref].

Tiap program/proyek/kegiatan terbagi menjadi belanja menurut jenis belanja[ref]Pasal 1 Nomor 11, UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan : Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial dan belanja lain-lain.[/ref], yaitu:

  1. Belanja pegawai c.q. imbalan kerja pegawai K/L tersebut dan pensiunan dalam bentuk uang dan barang[ref]Pasal 1 Nomor 12, UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan : Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.[/ref].
  2. Belanja barang[ref]Pasal 1 Nomor 13, UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan : Belanja barang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai pembelian barang dan jasa habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksud untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, serta belanja perjalanan.[/ref] c.q. (1) pembelian barang dan jasa habis pakai untuk keperluan produksi/menyajikan barang/jasa K/L ke masyarakat, (2) pengadaan barang dimaksud untuk diserahkan (cuma-cuma) kepada masyarakat, (3) pengadaan barang dimaksud untuk dijual kepada masyarakat, (4) belanja perjalanan dinas pegawai termasuk belanja barang. Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa belanja barang adalah (1) belanja barang habis pakai, (2) belanja jasa dan (3) belanja perjalanan dinas pegawai.
  3. Belanja modal c.q. pembentukan modal (pemerintah) dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan belanja dalam bentuk fisik lain[ref]Pasal 1 Nomor 14, UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan : Belanja modal adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.[/ref]. Karena belanja mesin, kendaraan atau sejenis AT yang dimaksud untuk diserahkan kepada masyarakat tak dapat masuk ke dalam belanja modal.
  4. Belanja pembayaran bunga utang adalah belanja pembayaran biaya-berutang, terkait pada (1) pokok-utang dalam negeri dan luar negeri dan (2) syarat akad-utang, dalam bentuk biaya bunga & biaya pengelolaan utang[ref]Pasal 1 Nomor 15, UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan : Pembayaran bunga utang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan dari utang yang sudah ada dan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.[/ref].
  5. Belanja subsidi adalah pengeluaran APBN untuk pemberian subsidi (berbentuk uang) kepada (1) perusahaan, (2) lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, mengimpor barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat (barang/jasa yang memenuhi hasrat hidup orang banyak). Tujuan subsidi adalah agar harga jual barang/jasa terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan[ref]Pasal 1 Nomor 16, UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan: Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Pasal 1 Nomor 17 menyatakan : Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi dan/atau menjual bahan baker minyak (BBM), bahan baker nabati (BBN), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.[/ref].
  6. Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat dalam bentuk (1) uang, (2) barang atau (3) jasa kepada (1) BUMN, (2) Pemerintah negara lain, (3) lembaga internasional atau organisasi internasional, dan (4) Pemerintah Daerah, khususnya (1) pinjaman luar negeri pemerintah pusat yang diterushibahkan ke daerah, (2) hibah luar negeri yang diterushibahkan ke daerah, dan (3) daerah penerima hibah tidak perlu mengembalikan karena (4) pemberian hibah ke daerah tersebut tidak wajib dan tidak mengikat, berciri (5) tidak diberikan terus-menerus, (6) setiap pemberian hibah harus berdasar perjanjian pemberi hibah dan penerima hibah[ref]Pasal 1 angka (18), UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan: Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat yang bersifat sukarela dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada BUMN, pemerintah negara lain, lembaga/organisasi internasional, pemerintah daerah khususnya pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang diterushibahkan ke daerah yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah.[/ref].
  7. Belanja bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer (1) uang, (2) barang  yang diberikan kepada masyarakat untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial[ref]Pasal 1 angka (19), UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan: Bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer uang/barang  yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial. Pasal 14  UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa: perlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, kelompok, dan/atau, masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal (ayat 1 Pasal 14) untuk hidup wajar (ayat 1 Paragraf 15). Perlindungan sosial dilaksanakan melalui bantuan sosial, advokasi sosial dan bantuan hukum (ayat 2 Paragraf 14). Bantuan sosial bersifat sementara berbentuk bantuan langsung, penyediaan aksesibilitas, penguatan kelembagaan (Pasal 15 ayat (2)). Bentuk bantuan sosial antara lain makanan pokok, pakaian, tempat tinggal (rumah penampungan sementara), dana tunai, perawatan kesehatan dan obat-obatan, akses pelayanan dasar (kesehatan, pendidikan), bimbingan teknis/supervisi, dan penyediaan pemakaman (Penjelasan UU, ayat (2) Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 2009.[/ref].
  8. Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasi ke dalam jenis-jenis belanja pegawai, barang, modal, bunga utang, subsidi, hibah dan bantuan sosial, dan dana cadangan umum[ref]Pasal 1 angka (20), UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 menyatakan : Belanja Lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka 12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (sembilan belas), dan dana cadangan umum.[/ref].
  9. Belanja bagi BLU/BLUD dapat mengikuti bultek belanja dan PSAP tentang BLU.

Analisis kelompok besar belanja yang berlaku dewasa ini menunjukkan tumpang tindih dan ketidakkonsistenan klasifikasi antar kelompok belanja sebagai berikut:

No

Jenis Belanja

Jenis Klasifikasi

1 Belanja pegawai Beban SDM, beban operasional K/L/Pemda, jenis klasifikasi ekonomi.
2 Belanja barang Belanja persediaan barang untuk penggunaan sendiri K/L/Pemda (untuk operasi sesuai tupoksi K/L)  atau untuk diserahkan untuk tujuan mengurangi risiko sosial (bantuan sosial), diserahkan kepada anggota masyarakat tidak risiko sosial (hibah).
3 Belanja modal Belanja barang modal (barang bukan persediaan, tidak habis pakai, berumur pakai lebih dari setahun) untuk penggunaan sendiri K/L/Pemda (untuk operasi sesuai tupoksi K/L)  atau untuk diserahkan untuk tujuan mengurangi risiko sosial (bantuan sosial, bantuan berupa rumah penduduk pascabencana), diserahkan kepada anggota masyarakat tidak risiko sosial (hibah, bantuan masjid, bantuan tanah bagi Pemda untuk pemakaman).
4 Pembayaran bunga utang Dimaksud/ditujukan kepada pemberi kredit/pinjaman, bertujuan melunasi kewajiban bunga kredit, berbentuk uang dalam klasifikasi ekonomi.
5 Subsidi Tupoksi utama pemerintah adalah memberi subsidi (2).

Bentuk klasifikasi ekonomi (4), berbentuk potongan harga sehingga harga beli masyarakat di bawah harga wajar, ditujukan bagi penduduk berdaya beli lemah namun tidak selalu berisiko sosial (3).

6 Belanja hibah Tupoksi utama pemerintah (2), sumbangan apapun yang bertujuan membantu masyarakat tidak berisiko sosial (3), berbentuk barang, jasa atau uang.
7 Bantuan Sosial Tupoksi utama (2) untuk mengurangi risiko sosial (3) berbentuk apa saja (4) karena itu mungkin melalui belanja barang untuk diserahkan.
8 Belanja Lain-lain Berdasar tujuan gawat-darurat dan tak direncanakan oleh APBN/D (3), terutama untuk masyarakat berisiko sosial gawat-darurat (berupa bantuan sosial niranggaran, hibah di luar rencana, subsidi di luar RAPBN) (5).

Pemetaan Nama Mata Anggaran

Contoh pemetaan pohon, cabang dan ranting mata anggaran sebagai berikut disajikan sekadar sebagai pemicu perubahan paradigma mata anggaran. Contoh: masih harus disempurnakan & disesuaikan dengan kondisi lapangan. Kelemahan mendasar klasifikasi di bawah ini adalah, bahwa belanja suatu KL sebaiknya dimulai dengan kelompok Belanja bagi K/L itu sendiri (belanja modal, barang, pegawai, operasi bagi kegiatan K/L sendiri) dan Belanja bagi pihak lain di luar K/L (misal belanja barang untuk Bansos dan lain-lain).

 

NAMA K/L

 

 

DAFTAR TUPOKSI K/L TERSEBUT

 

TARGET, SASARAN, UKURAN SUKSES TAHUNAN TUPOKSI TSB

 

STRATEGI INSOURCING, OUTSOURCING, PENYALURAN APBN (TERMASUK SWAKELOLA MASYARAKAT)

 

ACTION PLAN BERBASIS STRATEGI  (NAMA PROYEK, NAMA KEGIATAN)

 

UKURAN SUKSES PROYEK DAN KEGIATAN UTK TUPOKSI TSB

 

SYARAT SUKSES

 

ANGGARAN MODAL, BARANG, JASA DLL UNTUK TIAP PROYEK DAN KEGIATAN

 

UKURAN SUKSES BELANJA

 

Format anggaran dibuat seragam untuk seluruh tupoksi pemerintah pusat, dibagikan secara lengkap kepada setiap K/L. Tak seluruh format baku dapat digunakan secara bebas, misalnya Belanja Lain-Lain hanya dapat digunakan oleh Kementerian Keuangan di luar RAPBN.

Nomenklatur sebuah mata anggaran suatu K/L:

  1. Nama K/L
  2. Tupoksi tertentu K/L tersebut
  3. Nama Program/Proyek/Kegiatan
  4. Jenis Belanja untuk Program/Proyek/Kegiatan tersebut

Contoh pembuatan seragam kode digit computer pada RAPBN, Realisasi APBN dan COA Akuntansi:

  • (1) Kemensos, (2) Kesejahteraan Sosial, (3) Proyek Rekonstruksi Aceh Pascabencana, (4) Belanja Barang, (5) Keterangan barang (misalnya rumah (tidak habis pakai), obat-obatan (habis pakai) yang diubah menjadi kode digit computer.
  • (1) Kemensos, (2) Kesejahteraan Sosial, (3) Proyek Rekonstruksi Aceh Pascabencana, (4) Belanja Uang, (5) Keterangan uang (mengapa harus tunai, tujuan pemberian tunai)) yang diubah menjadi kode digit computer.
  • (1) Kemensos, (2) Kesejahteraan Sosial, (3) Proyek Rekonstruksi Aceh Pascabencana, (4) Belanja Jasa, (5) Keterangan jasa (misalnya jasa dokter) yang diubah menjadi kode digit computer.
  • Perhatikan tiga klasifikasi pertama bernomor digit sama, berubah pada subklasifikasi 4 (huruf merah, rumpun terkecil klasifikasi) dan 5 (klasifikasi  spesifik).

Database management system:

  1. Kode K/L, dua digit
  2. Kode Tupoksi, dua digit
  3. Kode Program/Proyek/Kegiatan K/L, tiga digit
  4. Kode jenis belanja, dua digit

Analisis kinerja K/L:

Perbandingan RAPBN & realisasi APBN tiap K/L per triwulan, dikaitkan Laporan Kinerja K/L Triwulanan dan tahunan[ref]Mengambil manfaat dari Peraturan Presiden RI, 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011.[/ref].

Agregasi RAPBN dan/atau Realisasi APBN

  1. Agregasi anggaran seluruh K/L
  2. Agregasi berdasar jenis-tupoksi tertentu lintas K/L
  3. Agregasi berdasar Proyek atau Kegiatan serupa lintas K/L
  4. Agregasi berdasar jenis belanja tertentu lintas K/L

Government Financial Statistics (GFS)

  1. RAPBN vs Realisasi APBN & Laporan Kinerja  untuk tiap K/L dibanding tahun lalu;
  2. RAPBN vs Realisasi APBN untuk agregasi anggaran seluruh K/L;
  3. RAPBN vs Realisasi APBN untuk agregasi berdasar tupoksi tertentu lintas K/L;
  4. RAPBN vs Realisasi APBN untuk  agregasi berdasar Proyek atau Kegiatan serupa lintas K/L;
  5. RAPBN vs Realisasi APBN untuk agregasi berdasar jenis belanja tertentu lintas K/L.

Perubahan Paradigma pada DPR/D

Reformasi penganggaran dan tata nama/tata nomor anggaran harus dipahami dan disahkan DPR/D.

Implementasi perubahan nomenklatur dan tata nomor mata anggaran bersifat pervasive, mahal, makan waktu, biaya (APBN/D implementasi tata-anggaran baru), tenaga dan pikiran. Reformasi tata nama anggaran harus dipahami dan disahkan DPR/D.

Gerakan reformasi tata nama dan tata nomor APBN/D melibatkan hampir seluruh aspek kepemerintahan dan masyarakat, mulai dari DPR/D, PP (terutama K/L/D/I, Pengguna Barang/Jasa, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau LKPP, Pengguna Anggaran atau PA, Kuasa Pengguna Anggaran atau KPA, Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK, Unit Layanan Pengadaan atau ULP, Pejabat Pengadaan Bersertifikat Keahlian Pengadaan, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, Aparat Pengawas Internal Pemerintah atau APIP, masyarakat Penyedia Barang/Jasa dan Pemda.

Kesepakatan nasional nomenklatur mata anggaran dan nomor kode Database Management System (DBMS) baku (seragam) & wajib digunakan sejak awal, yaitu (1) pada pengumuman Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa (termasuk KAK atau Kerangka Acuan kerja)  pada situs K/L/D/I, (2) pada KAK perencanaan dan pelaksanaan swakelola K/L/D/I.

Perubahan Kualitas Bukti Transaksi

Nomenklatur mata anggaran dan nomor kode Database Management System (DBMS)  terkait Kode Akun Standar RAPBN/D & APBN/D yang mencakup nama resmi mata anggaran & kode database tiap nomor mata anggaran harus tercantum pada berbagai Dokumen Pengadaan (barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, jasa lain) yang ditetapkan ULP/Pejabat Pengadaan, pada tiap Kontrak Pengadaan Barang/Jasa pada PPK, pada setiap dokumen pelelangan umum, terbatas dan sederhana; pada tiap dokumen penilaian langsung, pada tiap dokumen seleksi umum atau sederhana, sayembara, kontes, penunjukan langsung atau dokumen pengadaan langsung, pada setiap surat jaminan penyediaan barang/jasa bagi PPK/ULP, pada setiap dokumen lelang elektronik (e-tendering) atau pengadaan elektronik (e-procurement, e-purchasing), yang apabila tak beridentifikasi nomenklatur mata anggaran baku akan ditolak oleh Portal Pengadaan Nasional pada LKPP.

Nomenklatur mata anggaran dan nomor kode Database Management System (DBMS)  terkait Kode Akun Standar RAPBN/D & APBN/D harus tertera pada berbagai dokumen realisasi anggaran proyek atau kegiatan K/L sendiri atau pembiayaan-bersama (co-financing), dokumen realisasi Kerangka Acuan Kerja (KAK), dokumen realisasi Pemaketan Pekerjaan, realisasi biaya pelaksanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa, kemajuan fisik dan nonfisik Program/Proyek/Kegiatan, laporan pengawasan pekerjaan fisik, dll.

Bukti transaksi harus disikapi secara cermat terkait pada aspek kerugian negara dan UU Anti Korupsi.

Penjelasan pada CaLK

Berikut ini adalah contoh format CaLK LKPP, atau berupa Box Khusus Penjelasan APBN dan/atau press release:

Pada tahun anggaran XXXX telah direalisasi belanja modal sebagai berikut:

  • Belanja modal untuk keperluan PP c.q. K/L sendiri                                       XXXXX
  • Belanja modal dalam bentuk infrastruktur-publik (prasarana)                      XXXXX

Pada tahun anggaran tersebut telah direalisasi belanja barang sebagai berikut:

  • Belanja barang untuk keperluan K/L sendiri                                                XXXXX
  • Belanja barang habis pakai untuk keperluan publik                                     XXXXX
  • Belanja barang sejenis AT untuk diserahkan kepada public (526 ?)             XXXXX

 

Jumlah belanja modal dalam bentuk infrastruktur bagi publik ditambah belanja barang sejenis AT untuk diserahkan kepada publik                                                             XXXXX

Persentase belanja infrastruktur terhadap total belanja modal (dalam %) adalah            XX

Penjelasan nisbah tersebut di atas:

  • Terjadi kenaikan persentase belanja infrastruktur relative terhadap belanja modal dibanding tahun anggaran yang lalu – dari …% menjadi …% – menunjukkan komitmen PP pada pembangunan basis perekonomian modern nan sehat.
  • Fokus pembangunan prasarana tahun anggaran tersebut adalah pelabuhan udara Medan (…% dari total belanja infrastruktur, … % dari total belanja modal) dan pelabuhan Samudera Indonesia Bagian Timur bertaraf Internasional di Surabaya (…% dari total belanja infrastruktur, atau  … % dari total belanja modal), pembangunan ruas jalan protocol antara Medan dan Lhokseumawe (…% dari total belanja infrastruktur, atau … % dari total belanja modal) dan awal pembangunan lintas tahun anggaran jembatan Selat Sunda (…% dari total belanja infrastruktur, atau  … % dari total belanja modal).

Persentase belanja barang berbentuk sejenis AT untuk diserahkan kepada masyarakat terhadap total belanja barang (dalam %) adalah  sebesar   XXXXX

Penjelasan nisbah tersebut di atas:

  • Terjadi kenaikan persentase belanja barang berbentuk sejenis AT untuk diserahkan kepada masyarakat  terhadap belanja barang dibanding tahun anggaran yang lalu – dari …% menjadi …% – menunjukkan komitmen PP pada pembangunan basis perekonomian modern nan sehat. melalui penyediaan sarana pertanian, kelautan & perikanan, produksi & perdagangan bagi unit usaha swasta.
  • Fokus pembangunan pertanian tahun anggaran tersebut adalah pemberian traktor pengganti sapi-luku-garu (…% dari total belanja barang berbentuk AT untuk diserahkan kepada masyarakat, … % dari total belanja barang) pada wilayah lumbung-padi dengan prioritas pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
  • Fokus pembangunan perikanan dan kelautan tahun anggaran tersebut adalah pemberian mesin-tempel-perahu dan pukat (…% dari total belanja barang berbentuk AT untuk diserahkan kepada masyarakat, … % dari total belanja barang) pada wilayah laut lumbung – tuna dan cakalang dengan prioritas wilayah laut kepala burung Irian Jaya, wilayah Kepri dan kepulauan pada wilayah Timor Timur dan berbagai proyek dan program budidaya tambak udang, rumput-laut dan kerang mutiara pada wilayah pesisir pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

 Persentase belanja modal dalam bentuk infrastruktur bagi publik dan  barang berbentuk AT untuk diserahkan kepada masyarakat  terhadap total belanja APBN (dalam %) adalah sebesar           XXXXX

Penjelasan nisbah (ratio) tersebut di atas:

  • Jumlah belanja modal secara absolute meningkat … %, peningkatan diserap oleh belanja modal berbentuk infrastruktur. Terjadi peningkatan efektivitas dan efisiensi untuk belanja modal untuk keperluan tupoksi K/L sendiri, penurunan absolute dalam rupiah sebesar Rp….. dibanding tahun anggaran lalu atau … %.
  • Jumlah belanja barang sejenis AT untuk diserahkan kepada masyarakat secara absolute meningkat … %, peningkatan diserap oleh mata anggaran 526. Terjadi peningkatan efektivitas dan efisiensi untuk belanja barang habis pakai untuk keperluan tupoksi K/L sendiri, penurunan absolute dalam rupiah sebesar Rp….. atau … % dibanding tahun anggaran lalu.
  • Pembangunan infrastruktur tak ada gunanya, apabila masyarakat tidak memiliki AT untuk melakukan kegiatan produktif. Karena itu, dibutuhkan perpaduan strategis antara pembangunan infrastruktur dan pembangunan modal-produktif-tahan-lama berbentuk AT UMKM dalam komposisi dan sasaran APBN secara tepat. Pada umumnya, pembangunan infrastruktur dilengkapi dengan pemberdayaan UMKM, perikanan dan pertanian,  agar hasil bumi dan hasil ternak dapat dialirkan ke pasar secara cepat dan efisien melalui prasarana listrik, air, jalan raya perdagangan, pelabuhan-pelabuhan kecil (laut dan udara) antar pulau.
  • Jumlah belanja Persentase belanja modal dalam bentuk infrastruktur bagi publik dan barang berbentuk AT untuk diserahkan kepada masyarakat  terhadap total belanja APBN  (dalam %) adalah sebesar  … %.
  • Terjadi peningkatan jumlah absolute realisasi anggaran dari Rp.… tahun anggaran lalu dan Rp. … tahun anggaran terakhir yang dilaporkan, kenaikan sebesar Rp ….   atau …. %  menunjukkan komitmen pemerintah untuk pembangunan perekonomian secara menyeluruh.

Kesimpulan dan Penutup

Paparan dimaksud sebagai wacana bagi para penyusun berbagai PMK tentang kode rekening belanja dan akuntansi pada umumnya, perubahan Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan khususnya, terkait pula pada GFS.

Belanja modal adalah belanja sarana berbentuk AT yang akan digunakan oleh pemerintah sendiri atau sebagai infrastruktur. Belanja modal digunakan sendiri oleh PP harus dipisahkan dari belanja infrastruktur yang berdampak bagi pembangunan bangsa berkesinambungan.

Tak ada belanja barang habis pakai atau serupa AT yang diserahkan pada masyarakat termaktub pada mata anggaran belanja modal.

Di masa depan, pada hemat saya, belanja barang seharusnya berisi hanya belanja barang habis pakai untuk K/L sendiri, setara belanja modal untuk keperluan pemerintah sendiri. Dengan demikian, belanja berbasis tujuan adalah (1) untuk pelaksanaan tupoksi K/L sendiri, terdiri dari belanja modal, barang, pegawai dan operasional, (2) untuk masyarakat (2.1.) tujuan bagi masyarakat berisiko sosial dalam bentuk belanja bantuan sosial yang terdiri dari berbagai jenis belanja, termasuk barang modal, barang habis pakai, jasa dan uang, dan (2.2.) tujuan bagi masyarakat tak berisiko sosial (bila secara strategis diperlukan masuk APBN, misalnya belanja hibah bagi bangsa lain dan lembaga Internasional) dalam berbagai jenis belanja, termasuk barang modal, barang habis pakai, jasa dan uang.

Pendapat belum tentu benar, gagasan belum tentu berguna, sehingga makalah harus digunakan dengan penuh kearifan bagi kepentingan bangsa.

 Pendapat pribadi Jan Hoesada, bukan pendapat KSAP.