STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI


Dr. Jan Hoesada, CPA

STRATEGI MEMBANGUN PEMERINTAHAN BEBAS KORUPSI

Berdasar Perpres No. 55-2012: Stranas PPK Untuk Wujudkan Pemerintahan Bebas Korupsi, disusnlah Strategi Nasional Pencegahan dan pemerantasan Korupsi. Strategis Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2014, yang diluncurkan oleh Wakil Presiden (Wapres) Boediono di Istana Wapres, merupakan acuan langkah-langkah strategis Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk memastikan terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi, sesuai Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012. Perpres tersebut dimaksudkan untuk mempercepat upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, dan sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk meratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003, yang sudah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, dengan menyusunnya dalam 2 (dua) strategi, yaitu Strategi Nasional Jangka Panjang 2012-2025 dan Jangka Menengah 2012-2014. Stranas PPK memuat visi, misi, sasaran, strategi, dan focus kegiatan prioritas pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-2025, dan jangka menengah tahun 2012-2014, serta peranti anti korupsi. Dalam Perpres ini ditegaskan, bahwa Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah harus menjabarkan dan melaksanakan Stranas PPK melalui Aksi PPK yang ditetapkan setiap 1 (satu) tahun. Penetapan Aksi PPK untuk Kementerian/Lembaga dilakukan dengan berkoordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) /Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Presiden juga menugaskan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaaan Aksi PPK, dan memerintahkan Kementerian/Lembaga menyampaikan laporan pelaksanaan Aksi PPK sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas. Selanjutnya Menteri PPN/Kepala Bappenas menympaikan hasil pelaksanaan Stranas PPK kepada Presiden setiap 1 (satu) tahun sekali.

Dalam melaksanakan Stranas PPK itu, Presiden meminta Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk melibatkan peran serta masyarakat. Pelibatan itu dapat dimulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

Hasil pelaksanaan Stranas PPK menjadi bahan pelapran pada forum Konferensi Negara-Negara Peserta (Conference of the State Parties) Konvensi PBB Anti Korupsi Tahun 2003, sesuai Pasal 10 Ayat 1 Perpres Nomor 55 Tahun 2012 .

VISI STRANAS PPK

Visi Stranas PPK  dalamdua jangka waktu adalah sebagai berikut

  1. Visi Jangka Panjang (2012-2025): “Terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas.”
  2. Visi Jangka Menengah (2012-2014): “Terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas.

Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap tiga pilar PPK, yakni di pemerintahan dalam arti luas, masyarakat madani, dan dunia usaha.

MISI STRANAS PPK

Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut, dirumuskan serangkaian Misi Stranas PPK berikut:

  1. Membangun dan memantapkan sistem, mekanisme, kapasitas pencegahan, dan penindakan korupsi yang terpadu secara nasional.
  2. Melakukan reformasi peraturan perundang-undangan nasional yang mendukung pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten, terkonsolidasi, dan tersistematis.
  3. Membangun dan mengonsolidasikan sistem dan mekanisme penyelamatan aset hasil korupsi melalui kerja sama nasional dan internasional secara efektif.
  4. Membangun dan menginternalisasi budaya anti korupsi pada tata kepemerintahan dan masyarakat.
  5. Mengembangkan dan mempublikasikan sistem pelaporan kinerja implementasi Stranas PPK secara terintegrasi.

STRANAS PPK  YANG PERTAMA : LAYANAN PUBLIK BEBAS KKN

TUJUAN

Mempersempit peluang terjadinya tipikor pada tata kepemerintahan dan masyarakat menyangkut pelayanan publik maupun penanganan perkara yang bersih dari korupsi.

TANTANGAN

  1. Belum tuntasnya reformasi birokrasi yang menyeluruh. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: belum memadainya mekanisme pemberian reward and punishment bagi pelayanan publik, minimnya integritas, sistem karir dan penggajian yang belum sepenuhnya berbasis kinerja, serta belum tersusunnya manajemen kinerja dan standar pelayanan minimal;
  2. Masih minimumnya badan publik yang menerapkan keterbukaan informasi menyangkut administrasi dan pelayanan publik, termasuk penanganan perkara, kendati UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah diberlakukan;
  3. Layanan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah oleh badan publik masih belum sepenuhnya menerapkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, termasuk belum diterapkannya e-procurement secara menyeluruh;
  4. Terbatasnya pelibatan masyarakat dalam pengawasan pengelolaan keuangan negara di tingkat pusat maupun tingkat daerah, termasuk sulitnya memperoleh akses informasi terkait pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
  5. Rendahnya penanganan pengaduan masyarakat dan pelaporan (whistleblowing) yang ditindaklanjuti akibat belum optimalnya mekanisme dan infrastruktur pengaduan publik;
  6. Proses perizinan yang masih tertutup dengan banyak human interaction yang dapat membuka ruang korupsi.

FOKUS KEGIATAN PRIORITAS

  1. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam administrasi & layanan publik, pengelolaan keuangan negara, penanganan perkara berbasis teknologi informasi (TI), serta pengadaan barang dan jasa berbasis TI di pusat/daerah.
  2. Peningkatan efektifitas sistem pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan & keuangan negara, serta memasukkan nilai integritas dalam sistem penilaian kinerjanya;
  3. Peningkatan efektifitas pemberian izin terkait kegiatan usaha, ketenagakerjaan, dan pertanahan yang bebas korupsi;
  4. Peningkatan efektifitas pelayanan pajak dan bea cukai yang bebas korupsi;
  5. Penguatan Komitmen anti korupsi di semua elemen pemerintahan (eksekutif), yudikatif, maupun legislatif;
  6. Penerapan sistem seleksi/penempatan/promosi pejabat publik melalui assesment integritas (tax clearance, clearance atas transaksi keuangan, dan lain-lain) dan pakta integritas
  7. Mekanisme penanganan keluhan/pengaduan anti korupsi secara nasional;
  8. Peningkatan pengawasan internal & eksternal, serta memasukkan nilai integritas ke dalam sistem penilaian kinerja;
  9. Peningkatan transparansi dan akubtabilitas pengelolaan keuangan serta kinerja menuju opini audit Wajar tanpa Pengecualian dengan Kinerja Prima;
  10. Pembenahan sistem kepemerintahan melalui Reformasi Birokrasi;
  11. Pelaksanaan e-government.

STRANAS PPK  YANG KEDUA : PENEGAKAN HUKUM

TUJUAN

Menuntaskan kasus tipikor secara konsisten dan sesuai hukum positif yang berlaku demi memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang berkeadilan dan transparan.

TANTANGAN

  1. Tipikor semakin marak. Tidak sedikit penyelenggara negara yang tersangkut dan diproses hingga ke tingkat peradilan.
  2. Absennya tingkat kepercayaan (trust) di tengah masyarakat melahirkan ketidakpuasan terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya.
  3. Peraturan perundang-undangan masih banyak yang tumpang-tindih, padahal penegakan hukum perlu dukungan kerangka regulasi yang memadai.
  4. Pengawasan terhadap lembaga, aparatur, maupun unsur-unsur profesi terkait penegakan hukum, masih lemah.
  5. Partisipasi masyarakat, baik selaku pelapor maupun saksi, whistle blowing, masih belum didukung oleh keterjaminan mereka atas perlindungan hukum yang sepatutnya diterima. Ditambah lagi, mekanisme pengaduan masyarakat juga belum memadai.

FOKUS KEGIATAN  DAN PRIORITAS KEGIATAN

  1. Memperkuat mekanisme kelembagaan dan kerja sama antar lembaga penegak hukum dalam rangka mengoptimalkan proses penegakan hukum terhadap tipikor.
  2. Memperkuat sarana pendukung berbasis TI untuk koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam penanganan kasus dan proses peradilan (e-law enforcement).
  3. Penerapan zero tolerance pada tipikor dan sanksi hukum yang lebih tegas di semua strata pemerintahan (eksekutif-legislatif-yudikatif).

STRANAS PPK  YANG  KETIGA : HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

TUJUAN

  1. Menyusun dan merevisi peraturan perundang-undangan anti korupsi di bidang tipikor maupun di bidang strategis lain yang berpotensi membuka peluang korupsi, agar tercipta tatanan regulasi yang harmonis dan memadai bagi PPK, dan
  2. Tercapainya kesesuaian antara ketentuan-ketentuan di dalam UNCAC dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

TANTANGAN

  1. Peraturan perundang-undangan pada sektor-sektor lain yang membuka peluang korupsi masih belum teridentifikasi secara komprehensif.
  2. Ketentuan-ketentuan UNCAC banyak yang masih belum terakomodasi dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
  3. Peraturan perundang-undangan terkait penegakan hukum dan penanganan perkara dalam sistem peradilan harus diperbaiki dan disempurnakan.

FOKUS KEGIATAN PRIORITAS

Isu utama dalam menghadapi tumpang-tindih regulasi terkait upaya pemberantasan korupsi adalah harmonisasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan dalam rangka implementasi UNCAC. Kegiatan berjangka panjang dalam strategi ini difokuskan pada:

  1. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan sesuai dengan kebijakan nasional dan kebutuhan daerah yang berhubungan dengan sumber daya alam;
  2. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan penyusunannya dalam rangka modernisasi penegakan hukum dalam sistem peradilan pidana;
  3. Mekanisme monitoring (pemantauan) dan evaluasi peraturan perundang-undangan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan tidak konsisten;
  4. Melakukan pemetaan dan revisi peraturan perundang-undangan terkait proses penegakan hukum, antara lain; perlindungan saksi dan pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), serta menghalangi proses hukum (obstruction of justice);
  5. Harmonisasi berikut penyusunan peraturan perundang-undangan dalam rangka implementasi UNCAC dan peraturan pendukung lainnya;
  6. Penyederhanaan jumlah dan jenis perizinan dalam kapasitas daerah;
  7. Harmonisasi terhadap pengawasan atas pelaksanaan regulasi terkait pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.

STRANAS PPK  YANG KEEMPAT : KERJA SAMA INTERNASIONAL & PENYELAMATAN ASET HASIL TIPIKOR

TUJUAN

Meningkatkan pengembalian aset untuk mengganti kerugian negara yang ditempuh melalui peningkatan kerja sama internasional dalam rangka PPK, khususnya dengan pengajuan bantuan timbal-balik masalah pidana, peningkatan koordinasi intensif antar lembaga penegak hukum, serta peningkatan kapasitas aparat lembaga penegak hukum

TANTANGAN

  1. Masih rendahnya tingkat sukses pengembalian aset, baik dari luar maupun dalam negeri dan bentuk permintaan bantuan timbal balik masalah pidana lainnya.
  2. Masih rendahnya tingkat sukses permintaan ekstradisi dari negara lain.
  3. Masih lemahnya informasi jalur keuangan untuk membuktikan keterkaitan aset hasil tipikor yang perlu dirampas oleh negara.
  4. Belum optimalnya koordinasi antar lembaga penegak hukum dan kapasitasnya dalam menangani kerja sama internasional, khususnya pengembalian aset.
  5. Mekanisme internal dalam proses pengembalian aset perlu diperbaiki agar proses pengembalian aset dapat berjalan lebih optimal.
  6. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain.
  7. Pengelolaan aset hasil pengembalian masih belum terselenggara.

FOKUS KEGIATAN PRIORITAS

Langkah yang perlu ditempuh adalah dengan meningkatkan kerja sama internasional dalam rangka pencegahan, pengembalian aset, dan penyelesaian tindak pidana lainnya, Langkah itu dilakukan melalui penyusunan instrumen hukum dan mekanisme kerja sama (internasional, bilateral dan regional), khususnya dalam pengajuan MLA terkait masalah pidana, koordinasi intensif antar lembaga penegak hukum, serta peningkatan upaya dan kemampuan diplomasi aparat lembaga penegak hukum dimana fokus-fokusnya adalah sebagai berikut:

  1. Memastikan dan menguatkan lembaga pelaksana Otoritas Pusat untuk tipikor;
  2. Perbaikan mekanisme MLA dalam rangka pemberantasan korupsi;
  3. Memastikan terbentuknya unit pengelolaan aset (asset management unit) hasil tipikor guna mendukung proses penegakan hukum dan transparansi pengelolaan aset terkait lainnya sebagai bentuk pemanfaatan pengelolaan aset tipikor;
  4. Pelatihan dan asistensi teknik pada lembaga penegak hukum, baik kualitatif dan kuantitatif, dalam rangka penyelamatan aset hasil korupsi, termasuk perihal intelijen/forensik keuangan;
  5. Peningkatan kerja sama dengan penegak hukum asing dalam rangka Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), dan;
  6. Pembentukan Unit Penyelamatan Aset, termasuk di setiap lembaga terkait.

STRANAS PPK  YANG KE LIMA : PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)

TUJUAN

Memperkuat setiap individu dalam mengambil keputusan yang etis dan berintegritas, selain juga untuk menciptakan budaya zero tolerance terhadap korupsi. Masyarakat diharapkan menjadi pelaku aktif pencegahan dan pemberantasan korupsi sehingga mampu mempengaruhi keputusan yang etis dan berintegritas di lingkungannya, lebih luas dari dirinya sendiri.

TANTANGAN

  1. Masih adanya sikap permisif di masyarakat terhadap pelaku tipikor; sanksi sosial bagi pelaku tipikor perlu diperkuat untuk menghasilkan efek deteren. Sikap permisif tersebut juga seringkali ditunjukkan dengan pasifnya individu dalam menghadapi adanya tindakan koruptif dari individu lain di dalam lingkungannya.
  2. Absennya strategi komunikasi dalam pendidikan budaya anti korupsi. Hal ini ditunjukkan dengan kurang efektifnya materi maupun cara penyampaian pendidikan dan kampanye anti korupsi pada masyarakat.
  3. Belum terintegrasinya pendidikan anti korupsi ke dalam kurikulum sekolah maupun perguruan tinggi.

FOKUS KEGIATAN PRIORITAS

Dengan persamaan cara pandang dan pola pikir bahwa korupsi sangat merugikan masyarakat, diharapkan prakarsa-prakarsa positif yang mengarah pada perbaikan dapat terjadi. Hal ini dapat diakomodasi dalam fokus kegiatan berjangka menengah antara lain:

  1. Pengembangan sistem nilai dan sikap anti korupsi dalam pelbagai aktifitas tiga pilar PPK yakni Masyarakat, Sektor Swasta, dan Aparat Pemerintah;
  2. Pengembangan nilai-nilai anti korupsi dalam berbagai aktifitas pendidikan yakni; di sekolah, perguruan tinggi, dan lingkup sosial, demi menciptakan karakter bangsa yang berintegritas, termasuk melalui kurikulum dan kegiatan di luar kurikulum;
  3. Kampanye anti korupsi secara menyeluruh;
  4. Strategi komunikasi, informasi dan edukasi yang jelas dan terencana;
  5. Menggalang kerja sama dengan media dalam mengembangkan nilai anti korupsi dan karakter berintegritas, termasuk melalui berbagai media kreatif;
  6. Keterpaduan manajemen kampanye anti korupsi (penyebarluasan jejaring AC Forum/ToT Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi, koordinasi anggaran untuk kebutuhan kampanye);
  7. Publikasi dan sosialisasi hasil-hasil masukan masyarakat kepada publik oleh Kementerian/Lembaga dan Pemda terkait;
  8. Publikasi praktik-praktik terbaik anti korupsi (jaringan pendidikan integritas);
  9. Memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi dengan melaksanakan diseminasi anti korupsi oleh masyarakat (CSO-NGO, CBO).

STRANAS PPK YANG KEENAM : MEKANISME PELAPORAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN KORUPSI

TUJUAN

  1. Memastikan ketersediaan laporan rutin dan informasi terkait pelaksanaan ketentuan UNCAC dan kegiatan PPK di Indonesia beserta capaian-capaiannya;
  2. Memastikan bahwa para pihak, pelaksana ketentuan UNCAC dan aksi PPK, berkontribusi aktif melaporkan kinerja dan capaian-capaiannya yang telah, tengah, dan akan dilaksanakan secara rutin;
  3. Terlaporkan dan terpublikasikannya usaha-usaha yang telah, tengah, dan akan dilaksanakan pemerintah, legislatif, yudikatif, dan masyarakat, berkenaan dengan pelaksanaan ketentuan UNCAC dan PPK secara periodik;
  4. Terpenuhinya (seratus persen) semua kewajiban dalam pelaporan terkait pelaksanaan ketentuan UNCAC.

TANTANGAN

  1. Informasi dan koordinasi terkait pelaksanaan PPK, kendati merupakan isu yang sering dibahas di berbagai pertemuan lintas K/L, namun minim pelaksanaan, konsistensi, serta kesinambungannya sulit terjaga;
  2. Pengumpulan informasi, pelaporan, dan publikasi informasi, sering tersendat akibat minimnya catatan, dokumentasi, serta kedisiplinan para pihak dalam pelaporan;
  3. Diperlukan penemuan format (bentuk) laporan dan publikasi yang efektif sehingga dapat digunakan oleh masyarakat untuk berpartisipasidalam PPK, termasuk pemantauannya;
  4. Penunjukan Penanggung Jawab (Pj) untuk penyusunan laporan tanpa landasan hukum dan kewenangan yang cukup, sehingga kesulitan dalam melakukan koordinasi dengan para pihak guna membangun komitmen untuk berbagi informasi. Tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya perlu dituangkan dalam bentuk regulasi setingkat Instruksi Presiden atau Peraturan Presiden disesuaikan dengan kecukupan dan keefektifannya dalam berkoordinasi dan mengumpulkan informasi dari para pihak terkait.

FOKUS KEGIATAN PRIORITAS

Dalam strategi ini dibangun mekanisme pengkajian dan pelaporan nasional/internal yang menyajikan informasi pelaksanaan ketentuan UNCAC serta informasi mengenai upaya PPK lainnya di Indonesia kepada masyarakat luas. Kegiatan tersebut berdasarkan sistem monitoring (pemantauan) dan evaluasi yang berbasis pada hasil dan pencapaian yang terukur dalam konteks PPK. Stakeholder dalam mekanisme ini meliputi aparat K/L hukum dan organisasi non pemerintah. Kegiatan berjangka menengah dalam strategi ini adalah:

  1. Memperluas dan mempermudah akses informasi berbagai upaya dalam rangka proses PPK dari masing-masing K/L;
  2. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan aksi dan pelaporan kinerja PPK;
  3. Penyusunan payung hukum dan kebijakan yang mendukung kelancaran penyusunan laporan serta publikasi pelaksanaan PPK nasional secara rutin dan konsisten;
  4. Penyusunan mekanisme kerja para pihak untuk mendukung pelaporan dan publikasi PPK Nasional, dan;
  5. Penyiapan sarana dan prasarana pendukung penyusunan dan publikasi laporan PPK.