STUDI KELAYAKAN TERHADAP STRATEGI ADOPSI IPSAS


Oleh : Dr Jan Hoesada

PENDAHULUAN

Makalah ini disusun akhir tahun 2017, membahas persiapan konvergensi Standar Akuntansi Pemerintahan NKRI kepada IPSAS, dengan skenario tahun 2025 yang tak sampai 10 tahun lagi.

Gagasan judul makalah adalah sebagai berikut

  • Tahun 2005 sampai dengan 2014 adalah tahun penerapan PP 24/2005 SAP Menuju Akrual,
  • Tahun 2015 SAP Akrual Paripurna dimulai dan tahun 2018 merupakan tahun ke empat basis akrual tersebut. Diduga, pemerintah menggunakan PP 71/2010 sekurang-kurangya 10 tahun.
  • Apabila menggunakan gagasan 10 tahunan masa manfaat PP 24/2005, maka selesai tugas PP 71/2010 Akrual dengan Nilai Historis adalah kira kira tahun 2024, dan tahun 2025 (angka 25 supaya mudah di ingat) mungkin menjadi tahun pertama Adopsi Paripurna IPSAS dengan PP pengganti PP 71/2010 Berbasis Akrual dengan Nilai Historis.
  • Makalah ini berakhir dengan kesimpulan, bahwa target adopsi paripurna IPSAS efektif awal tahun 2025, adalah durasi waktu cukup singkat, kalau bukan terlampau singkat. Biaya dan risiko moral hazard penerapan fair value accounting akibat adopsi IPSAS juga tidak kecil. Penerapan Laporan Surplus dilengkapi OCI diperkirakan tidak seberapa bermanfaat bagi pemerintahan. Ekuitas berbasis akuntansi nilai wajar juga akan tergerus atau negatif akibat penerapan akuntansi imbalan kerja versi IPSAS.

Marilah kita bahas.

 

SEJARAH DAN KONSEP NILAI WAJAR

Konsep Nilai Wajar (Fair Value)

Konsep nilai wajar terkait pertanyaan; Bagaimana mengkuantifikasi nilai bersih ekonomis setiap aset dan beban bersih ekonomis setiap kewajiban. Apakah nilai wajar merupakan basis paling layak untuk mengukur aset dan kewajiban perusahaan publik, perusahaan privat dan entitas LK pemerintahan? Perubahan mendasar US GAAP dilakukan oleh FASB dengan penerbitan SFAS No.157 tentang Fair Value Measurement pada tahun 2006, sementara IFRS Board percaya bahwa nilai wajar adalah basis pengukuran yang paling relevan untuk pengukuran aset dan kewajiban.

Bagi IASB, fair value adalah “The amount for which an asset could be exchanged, or liability settled,between knowledgable, willing parties in an arm’s length transaction.” IASB menggunakan current price tanpa menyebutkan entry price atau exit price untuk nilai wajar aset, current settlement value untuk penyelesaian kewajiban antar-pihak, tidak termasuk pengalihan kepada pihak ketiga seperti diatur SFAS 157.

Konsep Atribut Jamak

Pada umumnya setiap standar mengandung beberapa atribut model pengukuran aset atau kewajiban (mixed-attribute measurement model) seperti nilai perolehan historis (past entry price), current entry cost (misalnya replacement cost), value-in-use, current settlement value dan future settlement value. Atribut pengukuran juga tak selalu simetris, misalnya aset keuangan diukur dengan current exit price, sedang kewajiban keuangan diukur dengan current settlement value. Atribut pengukuran (measurement) adalah observasi, kalkulasi, penetapan sepihak dan estimasi terkuantifikasi dalam satuan moneter, termasuk biaya historis, biaya penggantian (replacement cost), nilai residu (salvage value) sesuai situasi dan transaksi. Karena itulah akuntansi nilai wajar rentan KKN akuntansi atau fair valu accounting fraud.

Mixed-attribute measurement model  adalah paradigma rancang bangun standar paling populer, karena itu penggunaan sebuah standar global tak menjamin daya banding paripurna antara laporan keuangan berbagai entitas atau beberapa laporan keuangan sebuah entitas karena (1) lingkungan transaksi, (2) lingkungan pencatatan akuntansi, (3) proses bisnis, pola operasi dan pola penggunaan aset berbeda-beda bagi setiap entitas menyebabkan perbedaan pilihan kebijakan akuntansi pada standar yang mengandung beberapa opsi kebijakan akuntansi, (4) entitas dapat mengubah kebijakan akuntansi sepanjang berada dalam opsi, sehingga konsistensi terabaikan.

Karena itu bagi sementara analis, nisbah keuangan (financial ratio) hanya berhak memberi konklusi pendahuluan atau indikasi sementara karena tergolong teknik analisis yang naif, sementara analisis kecenderungan ( trend analysis) kondisi & kinerja keuangan tak dapat dilakukan pada beberapa periode akuntansi dengan kebijakan akuntansi berbeda.

Terkait pada konsolidasi laporan keuangan, perusahaan anak , BLU atau entitas akuntansi pemerintahan tak seberapa bebas memilih opsi kebijakan akuntansi tersedia dalam standar, karena itu tak secara optimal menggambarkan substansi ekonomis entitas anak , karena instruksi keseragaman kebijakan akuntansi diberikan oleh Induk perusahaan. Subordinasi kebijakan akuntansi menyebabkan lapoeran keuangan suboptimal, pada umumnya para auditor mewaspadai kemungkinan laporan keuangan perusahaan anak tak dapat tersaji secara wajar apabila ditemukan instruksi penyeragaman kebijakan oleh perusahaan induk.

Karena itulah FASB dan IFRS Board bekerja sama berupaya (1) mengurangi jumlah atribut pengukuran, (2) atribut pengukuran terpilih harus berada dalam bingkai kerangka konseptual, (3) atribut pengukuran harus relevan dengan pos yang diukur, (4) atribut pengukuran dapat diverifikasi oleh auditor, (5) menghindari atribut pengukuran berkonsekuensi proses akuntansi yang mahal, bersyarat banyak, sulit, rumit, mudah keliru, dan atribut pengukuran dengan biaya akuntansi lebih besar daripada manfaat berakuntansi.

Konsep Atribut Nilai dan Harga

Dua atribut pengukuran terbesar adalah nilai (value) dan/atau harga (price). Nilai adalah penetapan faedah-ekonomis yang ditetapkan entitas, sedang harga adalah nilai yang diperoleh dari operasi pasar bebas. Karena itu nilai bersifat lebih subyektif dan terkait pada kalkulasi, estimasi dan harapan manajemen, pola penggunaan dan pelepasan aset, daripada suatu observasi dan analisis pakar independen.

Konsep Atribut Nilai

Kompetensi manajemen adalah kompetensi mengalirkan kas-neto kedalam perusahaan terkait pada kompetensi utilisasi aset dan kompetensi pelepasan aset secara optimal.

Makin kompeten dan makin optimis manajemen, makin tinggi penetapan nilai. Makin tinggi kompetensi manajemen, makin banyak opsi optimalisasi penggunaan sumber daya entitas.

Makin optimis manajemen, makin besar pula ekspektasi aliran neto kas masuk. Gradasi nilai mulai dari nilai tertinggi adalah (1) bauran kompetensi tinggi & optimisme tinggi, (2) kompetensi tinggi & optimisme konservatif, (3) kompetensi rendah & optimisme tinggi, dan bauran (4) kompetensi rendah bercampur pesimisme.

Kecurigaan profesional dari para auditor akan ketidak-wajaran laporan keuangan berbasis lingkaran tak berujung pangkal ”optimisme membangkitkan harapan, harapan membangkitkan semangat dan etos kerja, semangat meningkatkan probabilitas sukses, sukses menyulut rasa percaya diri dan kompetensi, rasa percaya diri mendorong optimisme lebih tinggi” berisiko nilai-berlebih-manfaat-ekonomis-masa depan (future economic benefit overvalued), palsuan-indah-tak-sengaja (unintentional window dressing) dan berlebih-hutang (over leveraged).

Sukses mendorong kompetensi karena sukses diproksi oleh kenaikan saldo laba atau surplus Laporan Operasional  yang mampu membiayai program peningkatan kompetensi dan pengembangan produk-pasar, sebaliknya kerugian dan pendarahan kas akan memangkas biaya pelatihan dan biaya peningkatan kompetensi, membuat buram kesinambungan usaha, menyebabkan penurunan nilai aset (impairment) adalah siklus sebaliknya. Penerapan konsep nilai (value) membutuhkan wawasan strategis dan menyebabkan laporan keuangan berciri subyektif.

Konsep Atribut Harga

Harga berdasar transaksi nyata atau transaksi perandaian ( hiptetikal) dari sudut pandang entitas terdiri dari harga masuk (entry price) akibat perolehan aset dan harga keluar (exit price) akibat pelepasan aset. Harga berdasar transaksi nyata dapat ditengarai (observable) dan obyektif, harga transaksi perandaian berdasar asumsi, estimasi dan kalkulasi berdasar berbagai input yang boleh jadi juga perandaian.

Konsep Atribut Waktu

Atribut waktu menggambarkan sifat transaksi, kejadian atau kondisi yang diukur dalam dimensi masa lalu, sekarang dan masa depan, misalnya (1) harga masuk atau perolehan transaksi terakhir masa lalu (past entry price, historical cost) atau (2) nilai penyelesaian yang akan datang (future settlement value).

Konsep Harga Masuk Lalu (Past Entry Price) atau Nilai Historis.

Sejarah akuntansi didominasi nilai perolehan historis sebagai atribut pengukuran utama untuk membentuk nilai terbawa aset dan kewajiban.

Konsep Harga Keluar Sekarang (Current Exit Price)

Terjadi kecenderungan FASB dan IFRS Board untuk makin sepakat untuk menggunakan harga keluar sekarang (current exit price) sebagai atribut pengukuran utama untuk aset dan kewajiban, terkait upaya untuk meningkatkan kualitas relevansi laporan keuangan,  karena (1) harga perolehan historis tak menggambarkan substansi ekonomis aset dan kewajiban sekarang, (2) munculnya era instrumen keuangan derivative, dan (3) laporan keuangan menjadi lebih tersaji dalam bentuk risiko realisasi aset dan kewajiban. Pada situasi perekonomian bergejolak, harga perolehan historis tak mampu menjelaskan risiko realisasi aset dan kewajiban.

Nilai wajar sering dikaitkan harga keluar sekarang, misalnya pada SFAS 157 tentang Fair Value Measurement menjelaskan bahwa nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk pelepasan aset atau harga yang akan dibayar untuk melunasi kewajiban dalam transaksi rutin dan lazim antara para pelaku pasar pada tanggal pengukuran.

Walaupun FASB dan IFRS Board berpihak pada nilai wajar, gelombang balik berupa oposisi dan rasa kurang puas akan paradigma nilai wajar tak dapat dipandang sebelah mata.

Argumen anti harga pelepasan sekarang adalah sebagai berikut :

  • Aset nonkeuangan tak mempunyai pasar aktif dan likuid
  • Pasar aset keuangan tertentu dapat menjadi tidak aktif; pasar tidak aktif, pasar tidak likuid dan pasar tidak efisien.
  • Tak selalu ada konsensus harga bagi aset nirwujud
  • Konsensus harga tak selalu menggambarkan nilai ekonomis
  • Harga keluar tidak handal, tidak dapat diobservasi, kurang akurat, kurang lengkap dan tak selalu tepat waktu
  • Penggunaan hampiran exit price dalam standar harus diupayakan minimum
  • Nilai wajar heterogen, ada beberapa nilai wajar yang terbentuk di pasar
  • Nilai wajar aset yang tepat sama ternyata disajikan berbeda-beda pada berbagai neraca.
  • Nilai wajar membutuhkan pengukuran ulang nilai wajar secara berkala , mark to market accounting membutuhkan biaya berakuntansi, biaya konsultan, biaya juru nilai atau appraisal independen dan biaya audit lebih besar. Terjadi gejala makin banyak pakar bukan akuntansi terlibat dalam proses akuntansi. Para akuntan harus menguasai seluk beluk manajemen keuangan, capital budgeting dan valuasi.
  • Penentuan nilai wajar tiap pos neraca menggunakan cara dan sumber informasi berbeda.
  • Hirarki pengukuran nilai wajar seringkali rumit, menuntut biaya, waktu dan tenaga tidak sedikit, terutama bila informasi obyektif dan terobservasi tak tersedia bagi entitas pelaporan.
  • Entitas pelaporan diasumsikan mempunyai cukup hubungan luar untuk mengakses sumber informasi nilai wajar.
  • Entitas berada di wilayah jauh dari pusat-pusat informasi harga pasar umum akan mendapat kesulitan menyusun laboran keuangan
  • Informasi nilai wajar harus dibeli, sebagian informasi bersertifikat atau berjamin kualitas.
  • Informasi nilai wajar tak selalu simetris, penyusun laporan keuangan dan auditor laporan keuangan tak menggunakan sumber informasi nilai wajar yang sama, biaya audit makin besar
  • Laporan keuangan berisiko menyajikan nilai wajar yang tidak obyektif, mengandung risiko bagi pengguna laporan keuangan
  • Perubahan musiman, konjungtur dan gejolak harga pasar jangka pendek terekam pada tanggal neraca menyebabkan posisi keuangan tidak obyektif.
  • Memasukkan keuntungan atau kerugian akibat perubahan nilai wajar aset dan kewajiban meningkatkan volatilitas laporan keuangan, menyebabkan laporan keuangan tidak handal.
  • Terjadi kunjungtur pasar uang dan pasar modal akibat volatilitas nilai wajar aset dan kewajiban di pasar bebas, terjadi rekayasa penciptaan nilai wajar untuk mengendalikan sentimen pasar.
  • Terjadi perbedaan besar antara rencana dan realisasi pembagian dividen karena labarugi dan neraca dipengaruhi perubahan nilai wajar.
  • Pulangan investasi (Return on investment) tak menggambarkan kinerja sejati manajemen, terutama apabila nilai aset (sebagai pembagi pulangan) mengalami perubahan significan nilai wajar.
  • Laporan realisasi anggaran tak dapat diperbandingkan dengan rencana anggaran karena asumsi dasar berbeda. Sebagai contoh, kenaikan nilai wajar aset tetap meningkatkan beban penyusutan dan harga pokok, menurunkan laba bruto. Penurunan nilai wajar aset tetap mendistorsi laba tahun berjalan.

Argumen tersebut diatas memberi signal tentang kebutuhan

  • Pengungkapan basis penentuan nilai wajar, sumber rujukan nilai wajar dan validitas rujukan
  • Pengungkapan dasar pilihan metode penetapan nilai wajar untuk tiap pos neraca
  • Argumen bersama FASB dan IFRS Board tentang keunggulan informasi laporan keuangan berbasis nilai wajar berdasar sebuah studi berlegitimasi
  • Penentuan hirarki dan prosedur penetapan nilai wajar harus disusun secara berhati-hati dan bijaksana, diupayakan mengurangi persyaratan, kerumitan dan biaya penentuan nilai wajar berkala.

Perkembangan Teknologi Akuntansi Nilai Wajar ( Fair Value Accounting )

Sebagian isu tersebut diatas disadari oleh FASB, terbukti dengan penerbitan SFAS No.157 tentang Fair Value Measurement pada bulan September 2006 dan SFAS No.159 tentang The Fair Value Option for Financial Assets and Financial Liabilities pada bulan Februari 2007, strategi penerbitan Valuation Guidance for Financial Reporting pada bulan Januari 2007, mengundang komentar Publik, pembentukan Valuation Resource Group pada bulan Juni 2007 sebagai badan pembahas isu berkembang, dan membangun pedoman penjelasan untuk pengukuran kewajiban sesuai SFAS No.157.

IASB membentuk Fair Value Measurement Project yang bertugas mempelajari SFAS 157, definisi dan pengukuran nilai wajar yang termaktub pada tiap estándar, mewaspadai kemungkinan perlu-tidak pembedaan current entry price dan current exit price, memertimbangkan penggantian istilah fair value dengan istilah lain yang lebih baik. IASB membentuk Expert Advisory Panel menelaah praktik terbaik untuk teknik penilaian, kebutuhan pedoman untuk metode penilaian instrumen keuangan dan pengungkapan instrumen berpasar tidak aktif.

Pada tahun 2008 IASB meneliti kemungkinan penggunaan atribut tunggal penilaian semua intrumen keuangan, untuk sementara disimpulkan tak mungkin, sehingga upaya diteruskan pada wilayah penciutan opsi dan kompleksitas penilaian, dan wacana diperpincangkan pada suatu diskusi meja bundar (roundtable discussion) dan disimpulkan pada 2010. Pada tahun 2008 US SEC menyelenggarakan beberapa diskusi meja bundar tentang nilai wajar dan standar pengukuran nilai wajar.

Dapatkah standar akuntansi berbasis nilai wajar menggunakan hampiran rule based standards ? Marilah kita melihat jalan pikiran IFRS Board, mengingat IPSAS Board amat mengindahkan IFRS sebagai patok duga IPSAS.

Mengapa IFRS Board memilih standar berbasis prinsip ?

Mari kita telaah bersama, sebagai berikut.

Menuju Standar Berbasis Prinsip

Dalam konvergensi dikenal pilihan sengaja antara Principle Based Standards dan Rule Based Standards dalam konteks bahwa prinsip bersifat umum sedang peraturan bersifat spesifik dan rinci, prinsip menguraikan apa yang harus dilakukan sedang peraturan menjelaskan bagaimana, prinsip cenderung ringkas dan bernomor sedikit sedang peraturan cenderung bernomor lebih banyak, kepatuhan terhadap prinsip cenderung diukur dengan tingkat kepatuhan sedang kepatuhan pada peraturan diukur dengan ukuran patuh atau melanggar peraturan.

Baik IFRS maupun US GAAP adalah standar berbasis prinsip dan peraturan (rule), namun US GAAP memiliki lebih banyak peraturan. Secara konseptual tak mungkin ada standar berbasis peraturan (rule) murni, karena peraturan (rule) harus diturunkan dari prinsip terpilih. US GAAP terdiri dari prinsip ditambah sangat banyak peraturan, sehingga mendapat sebutan rule based standards.

Keunggulan Standar Berbasis Prinsip

Prinsip wajib tertera secara eksplisit pada setiap standar, karena (1) kosakata ”standar” berarti ”prinsip-prinsip terpilih”, (2) standar lebih mudah dipahami, (3) hubungan suatu prinsip dengan prinsip lain menjadi lebih jelas, (4) konsistensi antar prinsip dan antar standar-individual dapat lebih dijamin atau sebaliknya kontradiksi prinsip lebih mudah ditengarai dan disempurnakan para penyusun standar.

Argumen standar berbasis prinsip adalah (1) standar tipis, mudah dipahami dan diingat, (2) pembuatan standar lebih sederhana, (3) para pengguna standar adalah praktisi mahir aplikasi akuntansi yang tak seberapa memerlukan petunjuk pelaksanaan standar, (4) para pengguna standar diasumsikan cerdas, mandiri dan sanggup melakukan penilaian sendiri (self assesment) bahwa proses akuntansi sesuai standar, merasa berbahagia karena tidak didikte peraturan (rule), (5) bertujuan membebaskan para profesional untuk membaca standar tebal (standards overload), mendudukkan akuntansi sebagai seni ekspresi (art), (6) menumpas rasa tak pernah puas atau tak pernah cukup dengan aturan akuntansi, tafsir dan buletin teknis, baik berupa rasa tak puas yang menimpa para penyusun standar berbasis peraturan atau rasa tak puas yang menimpa para pengguna standar berbasis peraturan (rule based standards).

Rahasia standar berbasis peraturan yang sering terasa namun tak disadari adalah bahwa (1) aturan tak pernah cukup banyak, (2) aturan tak pernah cukup eksplisit, (3) aturan tak pernah dirasakan lengkap, dan (4) aturan akuntansi berumur pendek karena turbulensi perubahan lingkungan akuntansi.

Kritik terhadap standar berbasis prinsip murni adalah (1) terdapat berbagai prinsip yang tak mungkin diterapkan atau sulit diterapkan tanpa dilengkapi bagaimana (how) perlakuan akuntansi prinsip tersebut, (2) standar berbasis prinsip terlampau memandang ringan atau menyederhanakan suatu dunia nyata yang kompleks atau transaksi yang rumit, karena itu (3) berisiko tak sesuai kondisi lingkungan akuntansi nyata, misalnya proses bisnis, (4) tak memberi petunjuk tafsir dan implementasi bagi pengguna standar, (5) menyebabkan berbagai variasi dan penyimpangan praktik akuntansi di suatu negara, (6) menyebabkan ekonomi biaya tinggi karena setiap pengguna standar masing-masing harus menafsir dan menetapkan bagaimana menerapkan suatu prinsip, keanekaragaman praktik akuntansi menyebabkan lenyapnya daya banding laporan keuangan antar entitas, (7) penyusun standar akan menerima banyak pertikaian akuntansi dan auditing berdimensi beda tafsir atau penerapan bertolak belakang dan beralasan sama kuat, (8) tak praktis diterapkan pada negara berkembang atau terbelakang akuntansi, (9) menyuburkan akuntansi kreatif dan kasus litigasi berdimensi akuntansi, (10) sasaran konvergensi global tak tercapai pada tataran praktik nyata lapangan.

Hukum komparabilitas laporan keuangan adalah “Apabila permintaan unsur komparabilitas makin banyak dan spesifik, makin banyak peraturan akuntansi spesifik dan memaksa dibutuhkan” bertolak belakang dengan cita-cita konvergensi bersasaran laporan keuangan berdaya banding lintas bangsa dengan suatu standar berterima global berbasis prinsip. Karena itulah, seorang staff SEC menengarai bahwa standar global berbasis prinsip akan kehilangan daya banding antar entitas pelaporan.

Standar berbasis prinsip adalah standar berbasis argumen; para pengguna standar harus (1) membangun argumen-kuat untuk perlakuan akuntansi yang dipilih, yang mungkin berbeda dengan perlakuan akuntansi entitas lain atau berbeda dengan pertimbangan auditor dalam menilai kemasuk-akalan proses akuntansi, (2) mempunyai latar belakang asosiasi atau kumpulan praktisi penerap-standar untuk berbagi pengalaman penerapan standar, dan (3) mempunyai kompetensi profesional dibidang akuntansi, sehingga berasa nyaman tatkala memilih teknik akuntansi tertentu untuk penerapan standar. Dengan demikian, standar berbasis prinsip lebih sesuai untuk negara-negara maju-akuntansi.

Hampiran Jalan Tengah

Memasuki tahun 2009, IFRS makin dilengkapi buletin teknis atau pedoman implementasi (implementation guidance). Benturan dua budaya standar, yaitu FASB dan IFRS Board menyebabkan principle-based murni diramalkan menghasilkan jalan buntu. Dari sudut pandang FASB, panduan akuntansi minimum dibutuhkan agar prinsip akuntansi lebih dipahami dan lebih terterapkan secara lebih konsisten pada berbagai situasi, diperkirakan menghasilkan jalan tengah atau Principle Plus.

Apabila standar berbasis prinsip murni dinilai tidak cukup, maka dipilih ”hampiran prinsip plus” (berarti principle based plus rule, secukupnya) dengan berbagai argumen, antara lain (1) Peraturan (rule) dibutuhkan untuk mengatur transaksi atau kejadian akuntansi nan kompleks, (2) Peraturan menghapus pembuangan energi tiap orang me-reka-reka aplikasi khusus suatu standar, secara berulang dan tidak selalu benar, (3) Peraturan (rule) berupaya menyeragamkan berbagai jenis praktik akuntansi sehingga laporan keuangan antar entitas berdaya banding, (4) Peraturan meningkatkan keterauditan laporan keuangan, memberi panduan audit lebih nyata, (5) Peraturan membuat standar lebih bertenaga dan menekan praktisi berakuntansi, (6) Peraturan memberi basis litigasi dan pengadilan akuntansi dan keputusan salah-benar dalam berakuntansi.

Argumen penolakan hampiran prinsip plus adalah (1) bahwa peraturan berisiko salah mengartikulasi standar, bahkan berisiko rekayasa, pembelokan, pelonggaran atau manipulasi standar dengan peraturan (rule), (2) peraturan dirancang tepat untuk suatu situasi lalu menjadi semacam yurisprudensi dan apabila diaplikasikan untuk semua situasi lain sehingga menyebabkan perlakuan akuntansi keliru, (3) peraturan opportunistis dirancang ”sesuai pesanan tertentu”, “kekuatan politik tertentu” atau ”kepentingan tertentu”, berbelok dari tujuan standar semula, sehingga LK tidak menggambarkan substansi ekonomis yang dicitacitakan, (4) meningkatkan kompleksitas standar, bahkan sempat menuai tuduhan meningkatkan selera ber akuntansi kreatif, bahkan rekayasa lebih kehulu berupa (5) pengaturan skenario transaksi sedemikian rupa sehingga membawa konsekuensi perlakuan akuntansi yang menguntungkan pelaporan keuangan.

Hampiran rekayasa, pembelokan prinsip atau penyimpangan dari tujuan standar semula melalui peraturan khusus (rule) atau pedoman implementasi dilakukan secara licin dan sabar sebagai berikut:

  • Pertama-tama peraturan disusun konsisten dengan prinsip dalam standar untuk memperoleh keberterimaan umum, lalu
  • Pelahan-lahan dibelokkan melalui beberapa tahap revisi peraturan sedemikian rupa sehingga publik atau pengguna tak menyadari penyimpangan pelahan dan bertahap tersebut.
  • Rancang bangun tafsir, buletin teknis atau pedoman akuntansi yang secara halus-tersamar menyimpang dari standar adalah kecurangan standar (standard setting fraud), sebaiknya dirancang sebagai amandemen standar karena menurunkan citra dewan penyusun standar.

Untuk menghindari manipulasi melalui hampiran ”plus”, penyusun standar harus menggunakan strategi sebagai berikut; (1) setiap tafsir standar, buletin teknis atau peraturan (rule) harus dimulai dengan merujuk suatu paragraf standar sebagai sumber otentik, (2) harus melalui uji konsistensi dengan tafsir, buletin teknis atau peraturan (rule) yang telah diterbitkan lebih dahulu, (3) menguji konsistensi dengan prinsip yang dijelaskan untuk setiap opsi atau setiap alternatif perlakuan akuntansi dalam peraturan (rule) karena manipulator standar menggunakan hampiran membuka banyak opsi perlakuan akuntansi dan menyisipkan opsi manipulatif diantaranya agar tak tertengarai , atau sebaliknya (4) secara sengaja tidak memasukkan opsi perlakuan akuntansi yang paling mampu menggambarkan kondisi keuangan secara obyektif dan menghasilkan laporan keuangan yang tidak diinginkan manipulator standar.

Tambahan atas standar diterbitkan belakangan atau ”agak terlambat” mengandung risiko penjelasan bahwa praktik akuntansi berbagai pengguna standar yang ternyata berbeda dengan buletin teknis atau panduan implementasi yang diterbitkan IFRS Board atau IPSAS Board, karena itu buletin teknis secara ideal (seharusnya) diterbitkan bersamaan dengan penerbitan standar (tanpa tenggang waktu).

Pernyataan ulang laporan keuangan (restatement) atau biaya akuntansi lain akibat munculnya suatu buletin teknis harus dihindari oleh para penyusun standar, setara buruknya dengan amandemen standar dalam periode relatif pendek.

Salah satu kesulitan konvergensi adalah bahwa dewan standar dunia gemar membuat amandemen IFRS atau IPSAS dalam jangka pendek,  tanpa peduli biaya dan waktu persiapan penerapan amandemen standar bagi entitas pelaporan dan bangsa bangsa penggna standar. Sebagai contoh, entitas perbankan harus membangun perangkat lunak untuk IFRS 39. Waktu, tenaga dan biaya rancang bangun perangkat lunak serta pelatihan implementasi perangkat lunak akuntansi tersebut menjadi bertambah besar tatkala IFRS memutuskan penyederhanaan klasifikasi instrumen keuangan dari 4 klasifikasi menjadi 2  klasifikasi.

Mengapa Standar Berbasis Peraturan Juga Digemari

Rule based standards pada umumnya (1) diminta oleh masyarakat fragmatis umumnya, khususnya pengguna standar seperti entitas pelaporan dan auditor yang memuja kepastian perlakuan akuntansi, menghindari pertikaian dan menjadi basis pertahanan terhadap tuntutan hukum, (2) diminta oleh regulator misalnya pemerintah, bank sentral dan otoritas pasar modal karena mempunyai kekuatan mewajibkan secara spesifik.

Pada masyarakat sadar hukum dan berbudaya meja-hijau, wilayah penerapan standar berbasis prinsip berakibat penuh pertimbangan-profesional para pengguna standar dan auditor LK,  adalah wilayah penuh sengketa hukum, sehingga harus diamankan dengan rincian peraturan akuntansi (rule). Pada masyarakat berbasis ketidakpercayaan (distrust society), pada kepemerintahan otoriter dan manajemen perilaku berbasis teori X, standar berhampiran peraturan dianggap bagian sistem keamanan nasional.

Terkait hal tersebut diatas, Ketua IFRS Board – Sir David Tweedie menjelaskan[i] sebagai berikut ”The US approach ia aproduct of the environment in which US Standards are set. Simply put, US accounting standards are detailed and specific because the FASB’s constituents have asked for detailed and specific standards. Companies want detailed guidance because those details eliminate uncertainties about how transactions should be structures. Auditors want specificity because those specific requirements limit the number of difficult disputes with clients and may provide a defense in litigation. Securities regulators want detailed guidance because those details are thought to be easier to enforce”.

Cetak Biru Hampiran Prinsip Plus

Standar berbasis prinsip murni juga harus menjamin komparabilitas antar entitas pelaporan secara kurang optimal dibanding standar kaya peraturan (rule based). Standar berbasis ”principles plus” ideal adalah standar dengan komposisi tepat antara prinsip terpilih menjadi standar dan petunjuk implementasi dalam takaran tepat. IFRS dimasa depan akan mendapat pengaruh FASB untuk memperbanyak tafsir dan buletin teknis, dipastikan tak sebanyak atau serinci US GAAP.

Standar internasional yang baik berciri (1) tiap prinsip terartikulasi secara eksplisit, mandiri dan perkasa (robust), (2) prinsip tak menyimpang dari kerangka konseptual, (3) peraturan (rule) dirancang dengan hampiran minimum dan atau berbasis kemestian (a must), (4) jaminan bahwa peraturan (rule) dapat diterapkan pada situasi atau kasus apapun, (5) penyediaan opsi kebijakan akuntansi hanya ditujukan pada optimalisasi penyajian obyektif, penyediaan opsi  untuk akuntansi kreatif dihindari atau dipersempit.

Sebagai contoh, kapitalisasi biaya pinjaman diutamakan apabila segala syarat kapitalisasi terpenuhi, opsi LIFO untuk persediaan pada tahun 2009 dihapus namun mungkin muncul kembali di masa depan sesuai perubahan trend harga-harga global, dan penyempitan bingkai waktu untuk opsi klasifikasi balik untuk surat berharga. Tafsir (interpretasi), buletin teknis dan pedoman implementasi harus berhulu suatu paragraf standar, paragraf tersebut sebaiknya disitir pada awal tafsir atau buletin teknis.

Interpretasi atau buletin teknis (1) tak berhulu standar atau (2) tidak konsisten dengan standar, rentan tuduhan manipulasi standar secara terselubung. Adopsi suatu nomor standar IFRS atau IPSAS berkonsekuensi logis adopsi seluruh tafsir dan buletin teknis terkait nomor standar tersebut, pada tanggal adopsi nomor standar IFRS tersebut.

Agar tak menyimpang semangat konvergensi terhadap IFRS, setiap bangsa tak mencipta sendiri tafsir dan buletin teknis diluar IFRS atau IPSAS, namun menyebut produk lokal tersebut sebagai pedoman akuntansi atau sistem akuntansi.

Pedoman akuntansi atau sistem akuntansi lokal tak dapat menyimpang dari IFRS atau IPSAS, sebaiknya diawali penjelasan (1) alasan atau tujuan pembuatan pedoman akuntansi domestik, (2) paragraf IFRS/IPSAS, tafsir atau buletin teknis yang menjadi dasar pedoman akuntansi.

Sebagai contoh, Pedoman Akuntansi Perbankan harus menyebutkan paragraf, tafsir dan buletin teknis yang dijelaskan pedoman. Buletin teknis IFRS/IPSAS yang telah memasuki sebagian wilayah sistem akuntansi dan proses bisnis mengandung risiko bertentangan dengan proses bisnis suatu negara umumnya, khususnya hukum negara tersebut.

Karena itu, pembuatan buletin teknis atau pedoman harus berhampiran (1) minimal, (2) wajib atau sangat perlu, sementara tafsir (interpretasi) dibentuk apabila (1) terdapat potensi sama kuat atau sama beralasan beberapa versi tafsir atau  persepsi independen para praktisi pengguna standar, (2) akuntansi kreatif dimungkinkan melalui tafsir oportunistis, (3) suatu tafsir-apabila dipilih-akan menyesatkan pembaca laporan keuangan, (4) suatu tafsir yang melanggar konsep dasar, postulat atau asumsi dasar seperti kehati-hatian akuntansi, faktor penyelamat kesinambungan usaha dan lain-lain.

Dengan demikian tafsir-standar diterbitkan untuk (1) mengeliminasi salah tafsir, (2) resolusi potensi konflik atau konflik nyata dalam berstandar-akuntansi diantara pemangku kepentingan laporan keuangan. Tafsir-standar, buletin teknis dan pedoman implementasi standar-apabila digunakan secara baik berpotensi meluruskan praktik bisnis diluar dunia akuntansi, misalnya mampu menjawab pertanyaan publik (1) apakah kombinasi bisnis atau peleburan entitas harus memberi gambaran ekuitas lebih konservatif atau buruk, dan (2) apakah kenaikan saldo laba setelah restrukturisasi -bila ada- apakah boleh dibagikan sebagai dividen, atau (1) apakah perusahaan sewa-guna-usaha ( leasing company) harus dituntut secara hukum apabila kontrak sewa-guna-usaha-operasi ternyata bersubstansi sewa-guna-usaha-modal, atau sebaliknya (2) apakah ketidak hadiran opsi-beli dalam kontrak tak menjamin kontrak tergolong sewa-guna-usaha-operasi apabila kontrak menyebut syarat rusak-berarti-membeli, bahwa jumlah seluruh pembayaran praktis sebesar nilai perolehan aset dan masa kontrak sewa-guna-usaha-operasi praktis sepanjang umur ekonomis aset?.

Tafsir, buletin atau pedoman implementasi standar tak boleh digunakan sebagai kiat untuk mengoreksi, meluruskan bagian-keliru dari standar atau melengkapi standar. Karena itulah, agar tak menjadi preseden akuntansi, standar harus direvisi dengan amandemen-standar.

 

PILIHAN STRATEGI KONVERGENSI SAP NKRI KEPADA IPSAS

Empat alternatif strategi utama pembangunan Standar Akuntansi Pemerintahan suatu bangsa, adalah (1) strategi adopsi paripurna IPSAS, (2) strategi adaptasi IPSAS, (3) menciptakan sendiri standar akuntansi pemerintahan NKRI dan (4) strategi kombinasi atau campuran sebagian atau semua hal tersebut di atas.

Strategi menciptakan sendiri SAP NKRI dapat berupa  (1) mencipta murni karena tak ada contoh pada IAS atau rujukan kompeten yang  lain, (2) membaca banyak contoh standar banyak negara lain, melakukan riset dan menciptakan sendiri, seringkali dengan mengambil aspek-aspek positif dan cocok secara politik sosial budaya RI, dari berbagai contoh atau praktik tersebut. Sebagai contoh, KSAP dapat disamping menggunakan IPSAS, digunakan juga GASB dan standar akuntansi beberapa negara lain.

Adopsi IPSAS berarti NKRI cq KSAP mengambil alih apa adanya suatu IPSAS tersebut secara utuh, termasuk standar di masa yang akan datang yang sekarang belum terbit bahkan belum terpikirkan oleh IPSAS Board tersebut. Strategi ini terbagi menjadi (a) Adopsi paripurna (full benchmarking), artinya seluruh kumpulan SAP tersebut diadopsi sepenuhnya, tanpa penolakan sedikitpun dari bagian-bagiannya, atau (b) Adopsi sebagian kumpulan SAP tersebut (partial benchmarking). Bagian SAP asing yang diabaikan berarti tidak diadopsi.

Patut dicatat full benchmarking atau adopsi paripurna bukan blind benchmarking, memerlukan banyak sekali kegiatan dan tenaga KSAP.  Proses dibawah ini memberi gambaran.

Proses Due Dilligence adopsi mencakupi:

  1. Pembatalan seluruh PSAP dan Buletin Teknis yang berlaku sekarang, mengganti dengan IPSAS. Membaca seluruh IPSAS yang telah terbit secara amat teliti dan memahami sepenuhnya arti IPSAS tersebut kalimat demi kalimat, kata demi kata. Tugas KSAP berubah signifikan, dari penyusun SAP menjadi penerjemah IPSAS, Tafsir IPSAS dan Bultek IPSAS, serta menjadi penyuluh SAP versi IPSAS kepada pemerintahan pengguna standar IPSAS versi NKRI. Harus dicatat, menjelaskan standar asing kepada publik Indonesia cq pemerintah yang kurang akhli berakuntansi, adalah tugas yang amat berat. Terdapat risiko penolakan SAP versi Adopsi IPSAS paripurna, karena tak dapat dipahami apalagi dipraktikkan oleh entitas pelaporan LK. Jangan sampai terjadi, bila ada pertanyaan publik, jangan sampai KSAP menjawab tidak mengerti. Pemberlakuan IPSAS versi Bahasa Indonesia yang diterjemahkan KSAP. Kita sama mafhum bahwa pengguna standar akuntansi pemerintahan menerapkan Buletin Teknis, bukan Standar. Buletin Teknis harus berlandas IPSAS, tanpa peduli hukum NKRI.
  2. Legal audit : Setelah itu, KSAP membandingkan setiap pernyataan IPSAS tersebut dan Buletin Teknis Berbasis IPSAS dengan hukum yang berlaku di RI. Masalah timbul apabila suatu IPSAS berlawanan dengan hukum NKRI, maka seharusnya IPSAS batal demi hukum NKRI , atau sebaliknya ; penerapan SAP dan Bultek berbasis IPSAS melanggar hukum NKRI.
  3. Practicability feasibility audit : Pada saat membangun standar harus dibayangkan, apakah standar internasional tersebut dapat dilaksanakan oleh entitas  akuntansi pemerintahan NKRI secara efektif-efisien-ekonomis dengan mempertimbangkan sumber daya  akuntansi dan APBN/D yang dimiliki untuk memfasilitasi buletin teknis, sistem-metode akuntansi dan jumlah waktu proses akuntansi. Jangan sampai terdapat berbagai entitas pemerintahan tak mampu melaksanakan suatu nomor standar internasional yang teradopsi.
  4. IPSAS dimaksud untuk Yayasan, Partai politik dan entitas nirlanba non-pemerintahan yang lain. Karena itu, Pemerintah dibantu KSAP harus memutuskan peruntukan SAP Adopsi IPSAS. Luas tupoksi KSAP harus berubah bila pengguna SAP Adopsian IPSAS diputuskan bukan hanya pemerintahan.

Bagaimana tentang untung rugi, pro-kontra adopsi paripurna IPSAS oleh KSAP ?

Mari kita teliti.

Ada beberapa kelompok pro dan kontra dalam perubahan standar.

  • Ekstrim pertama dalam strategi adopsi atau adaptasi, terdapat sebagian  pelaku akuntansi pemerintahan, konsultan dan pakar akuntansi ingin status quo, mempertahankan standar lama. Resistensi pada umumnya berlatar belakang (1) standar baru tak dapat dipahami, (2) vested interest, zona nyaman baru terbentuk , Status LK WTP baru diperoleh, (3) eksternalitas negatif, penerapan IPSAS menimbulkan dampak negatif bagi NKRI, (4) ketakutan akan  konsekuensi proses akuntansi yang baru, konsekuensi perubahan perangkat lunak dan pelatihan karyawan akuntansi, dan (5) kecemasan derajat opini audit BPK berisiko menurun. Bagi sebagian orang, mengikuti gelombang globalisasi adalah sebuah kemestian, agar bangsa itu tidak tenggelam. Ekstrim kedua adalah sebaliknya dari ekstrim pertama, adalah kelompok pro adopsi paripurna IPSAS, yang berprasangka baik, bahwa suatu kumpulan standar internasional (yang berlabel internasional, bermakna telah mempertimbangkan range negara terbelakang dan miskin sampai negara paling maju sebagai pengguna IPSAS ) sehingga dipastikan “aman bagi kesehatan” semua bangsa. Kita sama tahu bahwa para penyusun IPSAS bukan terdiri dari negara-negara adidaya ekonomi, namun juga melibatkan negara-negara miskin dan terbelakang perekonomian. NKRI juga berpartisipasi dalam IPSAS Board. Adopsi langsung (namun bukan adopsi membuta) secara ideal lebih-dapat dilakukan oleh suatu bangsa yang ikut serta aktif menyusun standar internasional tersebut (karena waktu menyusun, wakil negara itu terus menerus melakukan uji kompatibilitas IPSAS tersebut terhadap negaranya, secara diam-diam).

Kelemahan atau kerugian strategi adopsi  paripurna IPSAS:

  1. Sebuah standar internasional misalnya IPSAS sering memberi beberapa opsi perlakuan akuntansi (sehingga terlampau banyak pilihan untuk suatu bangsa tertentu, maka perlu disempitkan), dalam suatu kontinuum,dari yang paling sederhana (untuk merangkul entitas yang masih terbelakang) sampai yang paling canggih (untuk memfasilitasi entitas paling canggih, maju atau modern). Banyak pernyataan standar memberi opsi perlakuan akuntansi, suatu bangsa tertentu harus memilih salah satu  perlakuan akuntansi yang paling cocok untuk bangsnya. Pemilihan suatu opsi perlakuan akuntansi dan menggugurkan perlakuan selebihnya yang diberikan IPSAS, sesungguhnya adalah proses seleksi atau adopsi-adaptasi parsial , menyebabkan LK antar bangsa tidak berdaya banding. Dari logika ini, adalah mungkin namun agak luar biasa bila suatu negara mengadopsi mentah-mentah suatu standar internasional, tanpa memorandum perkecualian, yaitu perpenataan negara bahwa suatu perlakuan akuntansi tertentu ditolak negara itu .
  2. Strategi mengadopsi IPSAS, tak harus berarti meng-garansi mengadopsi seluruh IPSAS yang akan terbit di masa yang akan datang, karena jangan-jangan terbitan IPSAS dimasa yang akan datang itu tidak cocok untuk RI. Strategi ini disebut “Strategi adopsi (paripurna) IPSAS yang telah terbit saja, dan strategi pikir-pikir untuk IPSAS yang akan terbit”, atau “ Strategi adopsi terseleksi atau pilih-pilih“ nomor-nomor standar secara individual. Pernyataan menjamin akan mengadopsi 100% apapun yang akan terbit  dan pernyataan standar diamandemen dimasa yang akan datang, adalah naif.
  3. Strategi adopsi paripurna memungkinkan penggunaan teks asli IPSAS, tanpa atau dengan perkecualian opsi-opsi perlakuan akuntansi yang dipersempit untuk NKRI. Pernyataan bahwa teks bahasa Indonesia yang berlaku, teks Asli IPSAS tak berlaku, apabila ada pertentangan substansial, adalah bijak.

Marilah kita membahas strategi adaptasi IPSAS.

Strategi adaptasi dapat dilakukan dengan hampiran sebagai berikut:

  1. Metode perkecualian, dengan pernyataan resmi mengadopsi suatu standar asing, dan dalam surat keputusan tersebut (1) menyebut paragraf-paragraf yang tidak berlaku bagi NKRI, misalnya kalimat untuk entitas LK bukan pemerintahan, (2) Membuat kalimat pengganti paragraf yang tidak berlaku, bahkan dengan kalimat berlawanan dengan teks asli.
  2. Metode terjemah sekaligus mengubah setiap kalimat standar asing, dalam aspek:
    • Kaidah tata bahasa dan gaya pengungkapan khas Indonesia.
    • Menghapus aspek standar yang tak sesuai.
    • Mencipta kalimat atau paragraf tambahan, apabila standar asing tidak memadai.
  3. Mengambil hikmah standar asing, mengambil intisari standar asing.

Mencipta standar Indonesia dengan mengarang sendiri standar versi Indonesia, tanpa menerjemahkan kalimat demi kalimat standar asing tersebut.

Metode terakhir tersebut dibutir c lebih fragmatik, dengan kelemahan teks asli bahasa asing dan Standar Akuntansi Pemerintahan NKRI tak dapat dibandingkan kata-demi kata, kalimat demi kalimat, nomor demi nomor dengan IPSAS yang merangkul entitas nir-laba bukan pemerintahan. KSAP harus yakin telah  memahami medan makna teks asli IPSAS, dan berani melakukan membentuk kalimat sendiri yang beresensi sama dengan teks asli.

Apabila KSAP tak peryaya diri, maka terjemah kalimat-demi kalimat, kata-demi kata sepanjang dimungkinkan, akan dilakukan KSAP dengan derajat kepatuhan amat tinggi dengan risiko sesat makna, dan kegagalan membentuk SAP murni bebas dari konsep dan proses bisnis entitas non-pemerintahan.

Terjadi pada SAK terbitan IAI, terjemah kata-demi-kata berisiko menyebabkan (1) kalimat bahasa Indonesia terasa aneh, tidak efektif efisien, tidak membumi di bumi Nusantara, karena kata-kata disusun dengan ruh bahasa asing, dan (2) bagi sebagian orang, menyatakan lebih mudah memahami teks asli dalam bahasa Inggris.

Dalam Hybrid Strategy (Strategi Campuran), secara  luwes suatu bangsa dapat menggunakan strategi kombinasi, dengan urutan sbb:

  1. Adopsi IPSAS, bila pas benar dengan budaya, hukum dan kebutuhan bangsa Indonesia.
  2. Adaptasi IPSAS bila sebagian besar cocok, sebagian kecil dari IPSAS tersebut perlu dipilih atau dipersempit/diperluas opsi-opsi perlakuan akuntansi, atau sebaliknya, menyebutkan bab-bab atau paragraf yang diperkecualikan. Apabila diperkecualikan, perkecualian disusun sebagai surat pengantar (covering letter), menyebut bab, paragraf dan kalimat yang ditolak saja.
  3. KSAP menciptakan sendiri, karena ternyata rujukan IPSAS tersebut belum mampu menerbitkan suatu Standar yang dibutuhkan oleh NKRI.

 

ANALISIS DURASI WAKTU DAN DAMPAK

Perubahan mendasar dari azas historis SAP sekarang menjadi azas nilai wajar, nilai pasar atau nilai kini membutuhkan pembatalan seluruh SAP dan Bultek. KSAP wajib menyusun kembali SAP Akrual dan Bultek Akrual yang berbasis nilai wajar selama beberapa tahun, dengan perkiraan waktu paling cepat selesai 2019, paling lambat 2025. Apabila SAP berbasis Nilai Wajar (Fair Value) diterapkan mulai tahun 2025, maka PP 71/2010 dan Bultek pendukung SAP tersebut berlaku sepanjang 10 tahun, yaitu tahun 2015 sampai dengan 2024. Durasi waktu pembelajaran bangsa 10 tahun, kira kira setara PP 24/2005 Menuju Akrual dengan Nilai Historis.

Kalau diringkas, periode kurang lebih 10 tahunan tersebut bagi LK Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah sbb:

  • PP 24/2005 Toward Accrual berlaku sampai dengan 2014.
  • PP 71/2010 Full Accrual Berbasis Nilai Historis semoga berlaku sampai dengan 2024.
  • PP selanjutnya, bila dibutuhkan, Akuntansi Pemerintahan Akrual Paripurna berbasis Nilai wajar (fair value), berlaku mulai tahun 2025
  • Dewasa ini PP 71/2010 belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh seluruh pelaku akuntansi pemerintahan, selain pemerintahan desa. Hal yang sama terjadi pada PP 24/2005, bahwa sampai Desember 2014 masih banyak Pemerintah Daerah belum mampu menerapkan PP 24/2005 tersebut.
  • Inspektorat Jenderal Kementerian atau Lembaga, Satuan Pemeriksa Internal Pemerintah Daerah, BPKP dan BPK juga mengalami masa pembelajaran cukup panjang dan melelahkan.
  • Sebagai contoh, BPK harus mengubah program pemeriksaan versi PP 24/2005 menjadi program pemeriksaan LK berbasis PP 71/2010, melakukan berbagai pelatihan bagi auditor BPK dan membereskan beda tafsir/pendapat/pemahaman auditor-auditee terhadap PP 71/2010 dan berbagai Bulteknya, berjalan sampai hari ini.
  • Hal yang sama akan terjadi, apabila BPK mulai mengaudit LK berbasis Nilai Wajar (Fair Value). Hal yang sama berlaku bagi seluruh pelaku akuntansi, APIP dan BPKP. Karena itu, durasi 10 tahunan dipandang sebagai durasi terpendek untuk ganti standar pemerintahan NKRI.
  • Penerapan fair value accounting berlandas pemahaman konseptual atau penguasaan teori tentang fair value. Tertengarai bahwa masih banyak pengajar akuntansi di perguruan tinggi belum menguasai teori ini, tertengarai bahwa belum ada pelaku akuntansi pemerintahan yang mahir dalam fair value measurement method ( metode pengukuran nilai wajar).
  • Pada lima tahun pertama penerapan LK berbasis akrual berdasar nilai wajar (fair value), diramalkan peringkat opini WTP sulit diperoleh entitas pelaporan LK. Konflik auditor LK dengan auditee diramalkan akan ramai bermunculan, karena beda pendapat tentang basis pengukuran nilai wajar, beda perhitungan nilai wajar, beda selera risiko (risk appetite), pertimbangan (judgement), asumsi (assumption), tarif diskonto (discount rate) untuk mengukur nilai wajar sekarang (present value) berbasis estimasi pulangan sosial-ekonomi berbingkai waktu masa depan.
  • APBN/D wajib mengalokasikan anggaran reformasi perangkat luunak versi PP 71/2010 menjadi suatu basis akrual berdasar nilai wajar yang baru. Desain untuk pemerintah pusat diperkirakan sekitar 3 sampai 5 tahun oleh Konsultan Perangkar Lunak. Uji coba dan pelatihan karyawan akuntansi pemerintahan mungkin membutuhkan waktu sekitar 5 tahun, sehimgga KSAP perlu segera menerbitkan SAP Baru Akrual Berdasar Nilai Wajar sebelum diserahkan kepada konsultan asing tersebut, minus 10 tahun sebelum peluncuran perdana standar baru.
  • Disamping dampak bongkar pasang dan pelatihan standar baru, terdapat moral hazard dalam akuntansi nilai wajar, yaitu peluang korupsi terbuka kembali. Desain awal KSAP 2004 adalah LK untuk akuntabilitas, dengan demikian input data sesuai bukti transaksi eksternal (Kontrak, Surat Jalan, Faktur dll) dan bukti transaksi internal (SPM dll) yang dapat diperiksa oleh auditor LK. Pada tahun 2004, KSAP bertekad memberantas KKN dan meningkatkan GCG cq transparansi melalui teknologi LK Pemerintahan. Inilah inti makalah; akuntansi nilai wajar “mengubur” pola pertanggungjawaban penggnaan APBN/D berbasis nilai historis tersebut  di atas, dengan eskalasi harga umum karena inflasi dan pelemahan mata uang Rupiah dalam bentuk nilai pasar, nilai kini atau nilai wajar. LK akan menjadi ladang temuan KPK yang baru, dan BPK harus memperkuat tim auditor dengan piranti audit kecurangan (mark up tertutup nilai wajar atau harga pasar yang baru) dan audit kecurangan akuntansi nilai wajar (fair value fraud auditing).  

 

UPAYA STANDAR AKUNTANSI MEMBATASI AKUNTANSI KREATIF

Pada umumnya wilayah kreatif yang paling diatur standar akuntansi adalah wilayah proses pengakuan, pengukuran dan pengungakapan.

KSAP memilih SAP berbasis prinsip (principle based), dilengkapi Buletin Teknis berbasis peraturan (rule based). Standar akuntansi berbasis peraturan  (standar berburuk sangka,  sejarah standar Anglo Saxis) menggunakan basis teori perilaku X, berasumsi bahwa pengguna standar cenderung menggunakan keleluasaan untuk melakukan akuntansi kreatif, sebaliknya Standar akuntansi berbasis prinsip akuntansi menggunakan basis kejujuran & kecerdasan para pengguna standar (Standar berbaik sangka pada berbagai negara Eropa, lalu IFRS).

Kreativitas pembuat standar untuk menutup peluang manipulasi akuntansi berisiko bahwa penutupan opsi perlakuan akuntansi berpotensi manipulasi membatasi keluwesan entitas menyajikan ”kebenaran” LK, Dewan Standar yang selalu cemas akan malpraktik akuntansi  lalu cenderung mengurangi opsi perlakuan akuntansu, Dewan berisiko mencipta ”Standar Terpasung” tak mampu memfasilitasi semua fenomena ekonomi dan kondisi perekonomian. Standar berbaik sangka membuka semua opsi dan menjelaskan bilamana suatu opsi akuntansi digunakan oleh pengguna standar, tanpa cemas disalahgunakan.

Sejarah akuntansi dunia mencatat, perubahan pertama adalah tatkala Laporan Laba Rugi sebagai primadona digeser oleh Neraca, perubahan kedua adalah tatkala basis historikal pudar sinarnya oleh konsep nilai wajar.

Pemujaan pada relevansi informasi LK umumnya, nilai wajar neraca khususnya, merupakan basis kreativitas rancang bangun (desain) standar menyebabkan standar akuntansi dunia secara gradual mulai kehilangan ruh akuntabilitas historis, teknologi appraisal telah mensubordinasi teknologi book-keeping atau proses pencatatan  sehari-hari. Sebagai contoh, perpetual inventory system pudar sinarnya terlibas stock opname, kondisi fisik persediaan dan nilai wajar persediaan tanggal neraca. Pada tanggal laporan, perpetual system dihakimi oleh physical system. Demikian pula terjadi pada aset lain, misalnya aset tetap yang menggunakan revaluation model.

Fairvalue accounting bukan perpetual accounting, namun kombinasi perpetual adjusted to periodical fair value, bahwa perlakuan akuntansi perpetual yang dihakimi berkala oleh harga wajar periodikal. Fair value accounting dengan demikian mengandalkan harga wajar tersedia pada tanggal laporan LK bagi entitas pelapor, menurunkan harkat fungsi ”recording” menjadi ”moment opname” tanggal laporan berbasis nilai wajar.

Dimasa depan yang dekat, akuntansi nilai wajar cukup menggunakan ”Appraisal Report untuk Aset dan Kewajiban” awal tahun dan akhir tahun ditambah beberapa koreksi dividen dan setoran saham untuk menghitung ”laba bersih”. Fair value accounting demikian kreatif, sehingga membunuh dunia akuntansi atau teknologi buku besar & LK.

Revaluation model, impairment of assets, quassy reorganization menyebabkan rincian catatan menjadi kurang penting. Kita sama maklum bahwa (1) akuntansi nilai wajar dan (2) ekspektasi manfaat masa depan aset itu rentan manipulasi, (3) mengandung ketidak pastian atau misteri masa depan dan mungkin (4) meningkatkan biaya berakuntansi.

Pelaku akuntansi diminta menjelaskan pada CALK alasan perubahan kebijakan akuntansi, terutama alasan (1) Perubahan standar akuntansi, yang tak mengizinkan lagi sesuatu perlakuan akuntansi yang biasa digunakan entitas itu dimasa lalu, (2) peningkatan obyektivitas LK akibat perubahan kebijakan akuntansi.

Penipuan berbasis akuntansi nilai wajar menyebabkan pencatatan akuntansi dikurangi dengan permintaan agar pencatatan akuntansi berdasar kejadian nyata, rincian perikatan bukan formalitas kejadian dan judul perikatan saja.

Sepanjang sejarah, berbagai upaya kreatif dewan standar akuntansi komersial pada berbagai negara, tertengarai antara lain sbb:

  • Substansi (hakikat, kebenaran) mengungguli bentuk (formalitas, sandiwara), misalnya akuntansi berbasis hakikat sewa-guna-usaha (pada pasal-pasal perjanjian sewa-guna-usaha modal), kebijakan akuntansi tak boleh secara naif menggunakan judul sewa-guna-usaha (misalnya judul Sewa-Guna-Operasi).
  • Prinsip kehati-hatian, lebih menyukai tampil-tanpa-palsuan-indah (window dressing, LK penuh make-up) berbasis nilai wajar, dan menghindari saji-berlebih (overstatement) aset atau saji-kurang (understatement) kewajiban, misalnya opsi LIFO dihapus dalam standar akuntansi persediaan 2009.
  • Pada lingkungan ekonomi dengan kecenderungan harga beli input selalu mengalami kenaikan, persediaan dengan metode LIFO tak menggambarkan nilai wajar di neraca. IFRS makin memuja neraca dan nilai wajar (fair value), dan pada tahun 2009 opsi LIFO dihapus dari standar persediaan (PSAK 14), opsi perlakuan bunga-masa-konstruksi juga dipersempit oleh standar (PSAK 26), sementara revaluation model aset tetap (PSAK 16) tak seberapa mudah diterapkan pada praktiknya berdampak sedikit pengguna. Sebaliknya, hampiran fair value accounting oleh IFRS mengurangi hasrat kreatif untuk memperbesar equity-to-debt ratio yang sering menjadi syarat kredit bank kepada entitas. Moving average method digunakan oleh perpertual inventory system, lebih sulit dimanipulasi.
  • Makin labil pasar modal dan pasar uang, makin terjadi kecenderungan entitas ber-akuntansi-kreatif untuk mengurangi risiko volatilitas harga instrumen. Sebagai misal, penerbitan convertible menunjukkan pilihan fleksibilitas tergantung situasi makro dan industri, juga kecenderung reklasifikasi aset umumnya, investasi khususnya (sampai munculnya tainting rule, yaitu reklasifikasi bersanksi). Tainting rule tak seberapa dikenal dalam akuntansi pemerintahan.
  • Standar akuntansi membatasi kreativitas pelaku akuntansi dalam akuntansi –intensi, misalnya apabila surat berharga ditahan-sampai-tanggal-jatuh tempo direklasifaksi ke surat berharga tersedia untuk dijual atau surat berharga untuk diperdagangkan. Akuntansi maksud hati manajemen, klasifikasi aset sesuai kebijakan manajemen atau akuntansi intensi sesungguhnya diizinkan oleh teknologi akuntansi, namur Amat mudah disalahgunakan. Contoh, aset tanah pada entitas real-estate dapat diklasifikasi menjadi persediaan (barang dagangan), aset tetap (digunakan sendiri), properti investasi (aset yang disewakan) atau aset lain (aset bukan barang dagangan untuk dijual/ATUD).
  • Kelemahan standar akuntansi berpeluang mencipta loophole untuk akuntansi kreatif. Keterbatasan standar akuntansi untuk mengakomodasi berbagai teknologi keuangan dan instrumen keuangan (Dieter & Watt 1980, Stewart & Neuhausen 1986) umumnya, hampiran off-balance sheet financing khususnya dan rancang-bangun instrumen yang belum diatur standar akuntansi (Samuel et al,1989). Untuk mengurangi kreativitas pengguna standar akuntansi, dewan standar berupaya menyempitkan peluang untuk interpretasi dan opsi manipulatif. Namun, manajemen keuangan dan akuntansi adalah proses penuh pertimbangan dan pilihan yang masih memberi ruang-gerak bagi para juru-buku kreatif.

Forensic accounting berbasis nilai historis amat dibutuhkan tatkala akuntansi dan administrasi perbendaharaan negara  digunakan sebagai basis tuntutan ganti rugi, kadaluwarsa tuntutan ganti rugi.

COO, CFO/Bendahara tentu tak berasa aman apabila tak dilindungi oleh suatu defensive accounting system. Subsidiary ledger menjadi tidak cukup, harus ditambah sistem kodifikasi dan peng-arsip-an dokumen bukti transaksi asli dari kehilangan, kerusakan atau pencurian. Legal audit harus dilakukan oleh auditor LK untuk memastikan aspek hukum dari tuntutan hukum dan pengajuan kepada pengadilan, dan kadaluwarsa tuntutan pada pokoknya  akan menjadi tanggungjawab auditor.

Pada UU Pemeriksaan Tanggungjawab Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan bertugas memeriksa tanggungjawab pengelolaan Keuangan Negara meliputi (a) pemeriksaan keuangan (pemeriksaan terhadap pengelolaan/manajemen keuangan, pemeriksaan fungsi bendahara,LK), (b) pemeriksaan kinerja keuangan (yaitu compliance audit, management audit, operational audit untuk 3E, sesuai penjelasan RUU)dan (c) pemeriksaan dengan tujuan tertentu berdasar suatu standar pemeriksaan & prinsip umum pemeriksaan. Pemeriksaan keuangan negara menjadi jauh lebih sulit apabila saldo-saldo berbasis nilai sekarang (current value) tak dapat dicocokkan lagi dengan kontrak perolehan, SPM dan berbagai bukti transaksi historis.

Maka Sistem Pengendalian Intern Departemen/Instansi harus telah terbentuk,dirancang dan dilaksanakan. Audit kinerja BPK meliputi efektivitas pencapaian hasil program,secara efisien dan ekonomis. Beberapa sistem harus di-derivasi (diturunkan) dari kebijakan BPK, misalnya syarat-syarat penghapusan Piutang, tuntutan ganti rugi, perubahan sistem akuntansi keuangan negara, bentuk, susunan, isi laporan pertanggungjawaban keuangan negara.  Karena itu, BPK diduga lebih menyukai akuntansi berbasis nilai historis ketimbang akuntansi berbasis nilai wajar.

 

AUDIT KECURANGAN LK BERHAMPIRAN NILAI WAJAR

Menurut Gerard M. Zack dalam buku FAIR VALUE ACCOUNTING FRAUD, skema-skema kecurangan LK versi IFRS berbasis aset mencakupi berbagai hampiran sbb

  1. Mencipta aset fiktif, revenue expenditures diakui sebagai capital expenditures, melalui jurnal rumit
  2. Tidak mengakui penurunan nilai aset (impairment) pada saat nilai wajar aset menurun dibawah nilai buku
  3. Kesalahan klasifikasi kerugian belum realisasi (unrealized loss) dalam OCI, padahal seharusnya harus masuk Rugi Laba.
  4. Penetapan umur ekonomis terlampau panjang menyebabkan beban penyusutan atau beban amortisasi terlampau kecil dari seharusnya, nilai buku aset dinyatakan berlebih (overstated).
  5. Kesalahan klasifikasi aset tidak lancar sebagai aset lancar untuk memperbesar nisbah likuiditas (current ratio).
  6. Kesalahan klasifikasi aset tersusutkan menjadi aset tak tersusutkan, untuk mengurangi beban penyusutan dan meningkatkan laba, untuk meningkatkan jumlah aset di neraca.
  7. Mengakui peningkatan nilai wajar sebagai keuntungan (gain)

Tujuan umum adalah

 Meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan kreditor

 Konsep umum dan definisi

  1. Aset digolongkan sebagai aset keuangan dan aset nonkeuangan
  2. Aset keuangan mencakupi:
    • Kontrak yang akan diselesaikan dalam instrumen ekuitas entitas itu sendiri (versi IFRS).
    • Kas dan setara kas (versi umum)
    • Bukti kepemilikan (investasi dalam bentuk ekuitas) pada entitas lain (versi umum)
    • Kontrak yang menjelaskan hak berbentuk (versi umum)
      • Hak menerima tunai atau instrumen keuangan lain dari pihak lain (antara lain piutang)
      • Pertukaran aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan syarat menguntungkan, dengan pihak lain (antara lain uang muka pembelian, biaya dibayar dimuka, uang titipan atau jaminan)
  3. Aset nonkeuangan adalah
    • Aset lancar nonkeuangan
      • Persediaan
      • Beberapa jenis sekuritas (misalnya Efek Untuk Diperdagangkan)
    • Aset tidak lancar nonkeuangan
      • Aset tetap berwujud
      • Aset tetap tidak berwujud
  4. Liabilitas keuangan, kontrak yang berbentuk kewajiban (ccounts payable, notes payable, debt, accrued liablities) untuk
    • Memberikan sejumlah tunai
    • Memberikan instrumen keuangan
    • Kewajiban pertukaran dengan aset keuangan atau liabilitas keuangan dalam syarat merugikan
    • Kontrak yang akan diselesaikan dengan ekuitas sendiri
  5. Liabilitas non keuangan diselesaikan dengan berbagai metode kecuali penyerahan atau pertukaran aset keuangan atau liablitas keuangan, contoh terkenal adalah
    • Deffered revenue, berupa penerimaan penghasilan dimuka dan entitas mempunyai kewajiban menyampaikan barang/jasa di masa yang akan datang.
  6. Instrumen keuangan (financial instrument) adalah kontrak perjanjian dimana suatu entitas memeroleh aset keuangan, sedang pihak lain memeroleh liabilitas keuangan atau penurunan ekuitas.
  7. Aset berumur panjang (long-lived assets) bermakna bahwa aset tersebut habis terpakai lebih dari satu periode akuntansi. Beberapa aset berumur panjang (long-lived assets) di susutkan atau diamortisasi yang diakui sebagai beban penyusutan atau beban amortisasi sepanjang nilai guna aset tersebut. Berbagai aset berumur panjang tidak disusutkan atau diamrtisasi, misalnya aset tetap tanah dan berbagai aset tetap tidak berwujud.

Investasi sekuritas utang dan ekuitas yang diperdagangkan

  • Langsung kepada akun atau pos investasi Utang atau Ekuitas.
  • Berpengaruh secara tidak langsung kepada akun atau pos investasi Utang atau Ekuitas.

Ruang Lingkup Investasi

  • Debt securities atau equity securitiws
  • Debt security
    • Traded dan nontraded
    • Fixed rate of return dan tak berpulangan pasti/tetap
    • Contoh Debt security – Fixed rate of return
      • Obligasi pemerintah, SUN, obligasi daerah
      • Obligasi terbitan korporasi
      • Sekuritas beragun hipotek (Mortagage-backed security)
      • Dll
    • Contoh Sekuritas Utang – tak berpulangan pasti/tetap
      • Piutang Dagang Diperjual belikan (Traded Accounts receivables resulting from sales)
      • Pinjaman lembaga keuangan berbentuk kredit konsumsi, kredit mobil, kredit rumah
      • Instrumen keuangan diperdagangkan di pasar uang atau pasar modal.
  • Equity investment yang dibahas disini adalah
  1. Anak perusahaan dimiliki 100 % atau dimiliki sebagian besar
  2. Investasi berbentuk sekuritas ekuitas yang aktif diperdagangkan di pasar publik cq bursa
  3. Investasi berbentuk mutual funds yang diperjual belikan di pasar publik cq bursa
  4. Saham perusahaan privat
  5. Hak kepemilikan & kendali pada entitas non PT, partisipasi pada vantura bersama, KSO dll
  • Equity investment yang tidak dibahas disini adalah
  1. Hak kepemilikan ekuitas yang harus dikonsolidasi
  2. Kepemilikan ekuitas yang dipertanggungjawabkan dengan metode ekuitas
  3. Kepemilikan ekuitas perusahaan privat yang tidak dikonsolidasi atau investasi dicatat menggunakan metode ekuitas.

Instrumen keuangan tidak perlu bernilai wajar

  • HTM
  • Efek Ekuitas tak ber harga kuotasian di pasar aktif, nilai wajar tak dapat ditentukan secara andal, dicatat berdasar harga perolehan (at cost), dan dapat mengalami penurunan nilai (impairment) di bawah harga perolehan.

Tiga jenis aset keuangan yang lain

  • Efek ditentukan sebagai nilai wajar melalui LR pada awal pengakuannya.
  • Efek ditentukan sebagai tersedia-untuk- dijual
  • Efek yang diklasifikasi sebagai loan & receivables.

Investasi Held-To-Maturity adalah

  • Aset keuangan nonderivatif
  • Mempunyai tanggal jatuh tempo yang pasti dan tetap (tidak berubah ubah)
  • Pemegang investasi HTM bermaksud memegangnya sampai pencairan pada tanggal jatuh tempo
  • Pemegang investasi HTM mempunyai kemampuan keuangan untuk memegangnya sampai pencairan pada tanggal jatuh tempo
  • Jenis efek selain (diluar) efek ditentukan sebagai nilai wajar melalui LR pada awal pengakuannya, Efek ditentukan sebagai tersedia-untuk-dijual dan Efek yang diklasifikasi sebagai loan & receivables.

Suatu jenis efek tidak dapat diakui sebagai investasi HTM apabila

  • Pada tahun berjalan telah terjadi penjualan efek yang sama dalam jumlah tidak signifikan dibanding jumlah kepemilikan HTM atau pada dua tahun buku terakhir telah terjadi penjualan efek yang sama dalam jumlah tidak signifikan dibanding jumlah kepemilikan HTM

Kecuali

  1. Pelepasan amat dekat dengan tanggal maturitas atau tanggal penarikan (call date), biasanya kurang dari 3 bulan, dan perubahan tarif pasar bunga tidak berdampak signifikan pada nilai wajar asset
  2. Terjadi setelah entitas mencairkan HTM melalui pembayaran atau pembayaran dimuka berskedul
  3. Teratribusi kepada suatu peristiwa terisolasi diluar kendali entitas, tidak berulang terjadi dan tidak dapat diantisipasi entitas.

Aset atau Liabilitas Keuangan pada NW Melalui RL (FVTPL) adalah

  • Terklasifikasi sebagai dipegang untuk diperdagangkan, yaitu
    1. Diperoleh dengan tujian pokok dijual dan dibeli kembali dalam waktu dekat
    2. Bagian dari sebuah portofolio yang dikelola bersama, dan terbukti bahwa portofolio tersebut digunakan untuk ambil-untung-jangka-pendek
    3. Sebuah derivatif, kecuali derivatif yang digunakan untuk jaminan keuangan, atau dimaksud untuk instrumen lindung-nilai
  • Bila memenuhi syarat tsb di atas, pada pengakuan awal ditentukan berdasar NW Melalui RL (FVTPL)
    1. Entitas boleh menggunakan bila berurusan dengan embeded derivatives atau karena lebih mampu menggambarkan info-relevan, karena
      • Lebih efektif dalam menghapus atau mengurangi sebagian besar ketidak-konsistenan cq accounting missmatch pengukuran dan pengakuan, dibanding metode lain, atau
      • Sebuah rumpun aset keuangan dan/atau liabilitas keuangan yang diukur dengan NW terkait dokumentasi manajemen risiko atau strategi investasi, untuk keperluan BOD dan CEO.
    2. IFRS 7 paragraf 9 sd 11 dan B4 mewajibkan
      • Entitas mengungkapkan aset keuangan dan liabilitas keuangan terakuntansi berdasar FVTPL, dan
      • Menjelaskanpemenuhan syarat syaratnya.
      • Menjelaskan hubungan dengan manajemen risiko dan/atau strategi investasi
    3. Ekuitas ekuitas tak mempunyai harga kuotasian pada pasar aktif dan ilai wajar tak dapat diukur secara handal tidak boleh menggunakan hampiran NWMRL ( FVTPL).

Aset Keuangan AFS adalah

  1. Aset keuangan bukan derivatives
  2. Aset keuangan tidak termasuk pinjaman dan piutang
  3. Aset keuangan tidak termasuk HTM
  4. Aset keuangan tidak termasuk NWMRL ( FVTPL)

 

KEKUATAN & KEMASLAHATAN PENGGUNAAN FAIRVALUE ACCCOUNTING BAGI PEMERINTAH NKRI

  1. Terjadi peningkatan kualitas relevansi informasi LK bagi pengambilan keputusan berbasis LK.
  2. Ekuitas pada neraca dilaporkan lebih besar, ketimbang ekuitas pada basis nilai historis.
  3. Pemerintah terbeban moral dan lebih bertanggungjawab tatkala mengetahui nilai wajar aset yang dikelolanya.
  4. NKRI disebut sebut pada pergaulan internasional dunia akuntansi, telah mengadopsi paripurna IPSAS , menyebabkan pemerimgkatan NKRI pada jajaran  negara negara sadar GCG berbasis akuntansi pemerintah bertaraf global.
  5. Pemberi bantuan, donasi dan pinjaman lunak luar negeri bagi NKRI memahami posisi keuangan pemerintah pusat NKRI secara lebih baik, karena neraca menggambarkan nilai wajar. Nilai ekuitas berpotensi meningkat tiap tahun sesuai inflasi dan perubahan nilai tukar, bagi sebagian orang akan meningkatkan bonafiditas pemerintah untuk berutang kepada penyandang dana internasional . Hal ini kurang tepat, karena (1) neraca pemerintah pusat (yang tidak digabung dengan neraca seluruh pemda) tak mungkin menggambarkan seluruh aset fisik atau endowmen bangsa yang kaya raya sumberrdaya alam tersebut, (2) penyandang dana mempunyai sarana pengukuran bonafiditas bayar utang negara peminjam, yang bukan berbasis neraca bernilai wajar)  seperti sejarah ingkar janji dan hukuman yang diterapkan kepada peminjam ingkar janji, atau debt foregiveness/haircut policy.

 

KELEMAHAN & KERUGIAN PENGGUNAAN FAIRVALUE ACCCOUNTING BAGI PEMERINTAH NKRI

  1. Terjadi peningkatan kerumitan dalam akuntabilitas informasi LK bagi para pemeriksa LK, terutama bagi BPK.
  2. Dewan Standar IFRS dan IPSAS memilah penggunaan istilah nilai wajar dan harga wajar. Pengukuran nilai wajar cenderung lebih subyektif, berdasar asumsi, dasar kalkulasi (misalnya discount factors untuk Net Present Value Pulangan Neto aset), kalkulasi dan estimasi tiap entitas akuntansi dan entitas pelaporan yang berbeda beda dan tak dapat diseragamkan, sehingga merupakan wilayah ramai beda pendapat auditee dengan auditor LK, berisiko tinggi bagi auditee untuk perolehan opini auditor. Pengukuran harga wajar berbasis entry price atau exit price juga akan menghasilkan perdebatan para audite LK dengan para auditor LK.
  3. Butir 2 membutuhkan kertas kerja perubahan dari nilai perolehan (dari alokasi APBN/D menjadi SPM dan bukti kas lain) menjadi nilai wajar. Format kertas kerja perubahan nilai untuk setiap kelompok pos neraca dirancang berbeda-beda, sesuai sifat aset, utang  dan ekuitas dalam neraca . Tugas KSAP membuat buletin teknis penentuan nilai wajar sebagai sarana pelatihan pelaksana akunttansi, sebagai dasar perrubahan perangkat lunak akuntansi.
  4. Atribut pengukuran nilai wajar akan menjadi sebuah PSAP atau Buletin Teknis SAP Akrual Berbasis Nilai Wajar tentang  Atribut Pengukuran. Dari berbagai atribut pengukuran, KSAP wajib menentukan berbagai atribut pengukuran nilai wajar. Atribut pengukuran akuntansi mencakupi historical cost, replacement coat , dan salvage value. Standar atau bultek tersebut juga memandu penggunaan atribut-campuran (mix attribute), agar GCG dalam berakuntansi nilai wajar, tidak menimbulkan kekalutan (chaos) nasional, situasi nirbanding antar LK sejenis, kesulitan konsolidasi LK dan kesulitan audit LK. Dari banyak atribut yang diawarkan berbagai standar komersial dan nirlaba, KSAP harus memilih atribut yang konsisten dengan tujuan pelaporan LK Pemerintahan NKRI. Hirarki pilihan pengukuran, kondisi yang menghasilkan larangan atau keharusan memilih opsi tertentu harus diatur kembali oleh PSAP tentang Hirarki Pilihan Kebijakan Akuntansi (bila telah disusun KSAP). Setiap opsi instrumen kalkulasi nilai wajar harus berada dalam perangkat lunak akuntansi pemerintahan, mengubah perangkat lunak yang ada sekarang dan memberi pelatihan perangkat lunak baru membutuhkan waktu cukup panjang. Pada hemat saya, agak sulit, kalau bukan mustahil, untuk menanamkan perangkat lunak akuntansi nilai wajar berbasis DSS, ES atau AI kedalam sistem akuntansi pemerintah daerah. Praktik penerapan perangkat lunak kalkulasi nilai wajar berkala, tanpa adanya lembaga pemeringkat, BPS Daerah yang menyajikan statistik harga wajar, harga pasar (aktif) atau harga penggantian pada hampir semua kabupaten terpencil adalah sebuahkemustahilan.
  5. Berbagai standar IFRS atau IPSAS tetap mengizinkan pilihan kebijakan akuntansi opsional berbasis nilai historis atau akuntansi berbasis nilai wajar. Berbagai  kementerian / lembaga / pemerintah daerah sebagai otoritas (misalnya Kementerian Keuangan sbg otoritas LK pemerintah pusat, Kementerian Dalam Negeri sebagai otoritas LK Pemda diramalkan mengejar maslahat praktis seperti (1) LK berdaya banding antar entitas LK berbeda pada tahun LK yang sama, (2) LK entitas yang sama berdaya banding lintas tahun LK, (3) untuk keperluan penggabungan atau konsolidasi LK, maka K/L/Pemda tersebut akan memilih sebuah opsi yang tersedia dalam PSAP tersebut. Apabila diduga bahwa tidak akan ada entitas LK memilih opsi Nilai Revaluasian AT dan ATB, Nilai Realisasi Bersih Persediaan, dan juga pikir pikir dalam akuntansi nilai wajar investasi (piutang, surat berharga dan properti investasi),  maka perubahan PSAP berbasis IPSAS itu tak berhasil-guna untuk tujuan mendongkrak saldo ekuitas dalam LK seperti dicitacitakan Menteri keuangan. Menteri Keuangan diduga akan menerbitkan Permen kewajiban menggunakan basis nilai wajar yang terdapat pada setiap PSAP. Menteri Dalam Negeri diduga lebih menyadari keterbatasan pemerintah daerah, diramalkan  mendorong pemda memilih opsi akuntansi historis atau biaya perolehan aktual sesuai kontrak beli dan SPM. Para Menteri dan APK Departemen Keuangan menyadari bahwa, sebagian (besar) aset pemerintah tak mempunyai harga pasar aktif jenis aset tersebut, akan memilih nilai historis cq harga perolehan aktual. Dari pembahasan inilah kita dapat memeroleh kesimpulan bahwa hampiran revaluasi berkala bagi akuntansi nilai historis (yang dewasa ini dilakukan ) adalah bijaksana, karena (1) serentak, (2) LK tetap berdaya banding lintas entitas LK, (3) proses akuntansi tidak terhalang tugas pengukuran exit price (kalau dijual, dapat laku berapa ya ?), (4) lebih mudah di rekonsiliasi, dan (5) lebih mudah diperiksa Inspektorat Jenderal, APIP , BPKP dan BPK.
  6. Para penyusun LK berbasis nilai wajar wajib didukung (back up) internal auditor, inspektorat jenderal  atau SPI atau APIP entitas LK untuk memeriksa kebenaran dasar, asumsi, pilihan formula dan ketepatan perhitungan nilai wajar sebelum dijurnal kedalam pembukuan. Apabila jumlah perhitungan amat besar, internal auditor K/L/Pemda  perlu didukung Komite Pemeriksa Nilai Wajar  yang antar lain beranggota BPKP. Pada umumnya, internal auditor korporasi amat lemah dan tertinggal dalam mengikuti perkembangan SAK, sehingga tak memiliki kemampuan memadai untuk memeriksa perubahan nilai wajarr setiap pos korporasi sebelum di input kedalam sistem akuntansi.Hal ini akan menimpa seluruh internal auditor pemerintahan, dalam skala lebih serius.
  7. Beban penyusutan AT, ATB, dan amortisasi ATB meningkat dalam LO. Perubahan nilai wajar sebagian berpengaruh pada Laporan Operasional, menyebabkan LO tak dapat lagi berfungsi sebagai alat pengukur kinerja keuangan entitas LK.
  8. Akuntansi berbasis nilai wajar merrupakan pilihan nilai historis dan nilai revaluasian, antar pos berrbeda atau bahkan berbeda dalam pos yang sama (misalnya revaluasi tebang pilih AT tertentu saja), membingungkan pembaca LK. Akuntansi nilai wajar meningkatkan besar aset, neraca amat sehat dan aset kaya raya, sehingga gairah belanja modal dapat dikurangi.
  9. BPK akan memasuki hutan rimba akuntansi pemerintahan nan heterogen. BPK sebagai auditor LK harus memeriksa dasar pikiran, ketepatan pilihan atribut pengukuran nilai wajar setiap perubahan nilai wajar, dan kebenaran kalkulasi nilai historis menjadi nilai wajar, kebenaran perubahan nilai wajar antar periode LK, membutuhkan hampiran baru audit LK Pemerintah, mencipta standar pemeriksaan nilai wajar, dan melatih seluruh auditor LK di BPK, dan selalu siap adu argumen dengan auditee LK.
  10. Berbagai hampiran pengukuran nilai wajar berkonsekuensi terlanjur basah, mewajibkan penilaian ulang nilai wajar setiap tanggal laporan LK, merupakan ekonomi biaya tinggi bagi akuntansi pemerintahan.[ii]

 

STRATEGI KONVERGENSI SAP NKRI KEPADA IPSAS

Untuk membangun akuntabilitas dan transparansi dunia, pertanyaan yang diajukan PBB kepada  tiap negara adalah sbb:

  1. Is there a plan to adopt IPSAS or converge national accounting standards with IPSAS?
  2. What is the nature of Convergence plan?
  3. What difficulties have been faced to date and what are the obstacles to further convergence?

Tujuan adopsi paripurna standar internasional adalah :

  1. Investor dan stakeholder lain (bukan pemerintah, misalnya WB, IMF, ADB) dapat membandingkan dengan basis akuntansi yang sama, kinerja entitas pelaku LK antar negara peng-adopsi.
  2. Bagi entitas kepemerintahan, para donatur dan lembaga dana internasional mampu memahami secara cepat kemajuan atau kemunduran suatu negara, karena menggunakan donatur dan lembaga dana internasional telah akrab dengan standar internasional.
  3. Dengan standar berlaku internasional, negara tersebut lebih mudah memasuki pergaulan keuangan global, menarik investor, pakta/kesepakatan ekonomi dan kerjasama lain antar negara.
  4. Karena pertimbangan untung-rugi negara tersebut, dan bila dinilai lebih banyak manfaatnya untuk adopsi maka negara tersebut cenderung melakukan adopsi. Statutory reporting banyak mengacu pada standard internasional, membutuhkan banyak biaya untuk menyusunnya, apabila negara tersebut belum melakukan harmonsasi ke standar internasional.
  5. Negara tersebut memposisikan diri untuk di rating pemerintahan dalam bidang akuntansi oleh lembaga penilai.

Kemungkinan pilihan sikap negara  adalah:

  1. Tidak bermaksud melakukan konvergensi kepada IPSAS.
  2. Bermaksud melakukan konvergensi kepada IPSAS, jadwal belum ditentukan.
  3. Berencana melakukan konvergensi dengan tahun konvergensi yang jelas.
  4. Konvergensi bertahap, misalnya Pemerintah Pusat tahun A, Daerah Otonom Kelompok Besar tahun C, daerah Otonom Kelompok Sedang dan Kecil Tahun G.

Strategi pernyataan sikap adalah pilihan dari:

  1. Strategi menolak secara cepat.
  2. Strategi pikir-pikir, sampai ambang batas bahaya barulah menyatakan sikap menolak atau setuju konvergensi.
  3. Strategi menyatakan intensi konvergensi secara cepat (sedini mungkin), dan tahun konvergensi sedekat mungkin.
  4. Strategi menyatakan konvergensi secara cepat (pernyataan sedini mungkin), dengan tahun konvergensi selama mungkin (sejauh mungkin), dimana tahun tersebut adalah tahun terlama bagi negara-negara yang melakukan konvergensi.

Hambatan konvergensi :

  1. Terdapat suatu nomor IPSAS  atau bagian suatu pernyataan yang tak mungkin dilakukan oleh RI.
  2. Terdapat suatu nomor IPSAS yang bila dilaksanakan membutuhkan biaya besar; manfaat LK lebih kecil dari biaya penyusunan LK atau Statistik Keuangan.

Tantangan konvergensi IPSAS:

  1. Edukasi IPSAS dalam negeri, terutama auditor dan pelaku akuntansi.
  2. Terjemahan IPSAS versi bahasa Indonesia oleh KSAP.
  3. Perubahan software akuntansi pada tiap entitas akuntansi terutama pemerintah pusat.
  4. Neraca awal fully converge era, berbasis nilai wajar, menggunakan neraca akhir prakonvergensi berbasis PP 71/2010 tentang SAP.

Tugas pemerintah:

  1. Membuat cetak biru perencanaan konvergensi IPSAS secara nasional bagi pemerintahan saja, atau dengan entitas nirlaba nonpemerintahan.
  2. Melaksanakan cetak biru tersebut dan menganggarkan ke dalam APBN/D.
  3. Harmonisasi manajemen keuangan negara, perbendaharaan negara cq APBN/D dan APB Desa, LAKIP, format perencanaan Bappenas, perpajakan dan lain-lain.
  4. Mebuat UU, PP dan Kepmen terkait pada action plan konvergensi.
  5. Melakukan enforcement.
  6. Bersama BPK dan BPKP, oemerintah memberi penyuluhan akuntansi nilai wajar kepada DPR, KPK, Kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Tugas KSAP:

  1. Mempelajari IPSAS, menilai apakah Indonesia mampu melakukan konvergensi paripurna, tahun berapa syarat kesiapan dapat dipenuhi seluruh pelaku akuntansi dan auditor LK Pemerintahan, dan keuntungan/biaya bagi NKRI.
  2. Menyiapkan tafsir (interpretasi) dan buletin teknis versi Indonesia, sesuai hukum di NKRI, apabila praktis, mengajukan interpretasi dan buletin teknis tersebut kepada Dewan Standar IPSAS sebagai clearing house.
  3. Membuat skedul kerja dan target (time table) sendiri menyambut konvergensi terhadap IPSAS, merupakan derivasi dari cetak biru nasional untuk konvergensi IPSAS.
  4. Membuat materi training IPSAS dan Buletin teknis Berbasis IPSAS.
  5. Melakukan sosialisasi atau pelatihan IPSAS bagi masyarakat luas terutama entitas akuntansi kepemerintahan jauh sebelum masa berlaku IPSAS.
  6. Selalu mewaspadai perubahan IPSAS, penambahan IPSAS baru, segera menerjemahkan dan membuat buletin teknis.

Tugas entitas akuntansi kepemerintahan:

  1. Berpartisipasi aktif dalam proses konvergensi kepada IPSAS, sebaiknya mampu membaca IPSAS sebagai teks asli.
  2. Membuat cetak biru (a) perubahan mendasar software dan sistem akuntansi berbasis analisis perbedaan substansial SAP & Bultek yang sedang berlaku dengan IPSAS, (b) perubahan panduan/pedoman sistem akuntansi entitas pemerintahan tersebut sendiri, (c) menimbang upaya penerapan dini di muka batas akhir, apabila feasible bagi entitas tersebut.
  3. Melalukan training internal K/L dan pemda, mengikuti training yang diadakan pemerintah pusat, bila ada.
  4. Setiap daerah otonom telah mempunyai akhli IPSAS di Pemda setempat, untuk dasar aksi implementasi tersebut di atas.

 

EPILOG

Dalam beberapa tahun ke depan, hampir 50%  dari 1.000 jenis pekerjaan profesi yang utama di muka bumi akan lenyap karena revolusi industri IV. Hampir seluruh transaksi keuangan di muka bumi adalah transaksi berrbasis digital, akan menghapus sebagian besar pekerjaan input data akuntansi, dan para pekerja akuntansi  kehilangan pekerjaan.

Diramalkan bahwa transaksi  keuangan pemerintahan rentan KKN makin terhapus oleh kewajiban bertransaksi secara elektronik, menyebabkan proses akuntansi pemerintahan makin cepat dan mudah dan memudahkan auditor keuangan serta auditor LK memeriksa entitas pemerintah. Ciri pemerintahan anti KKN adalah menghindari penggunaan uang tunai. Auditor pemerintahan mungkin digantikan oleh sarana audit robotik ber kecerdasan artifisial.

Dengan demikian pilihan kebijakan transaksi online pemerintahan,  algoritma dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan menghapus sebanyak mungkin kegiatan input-data akuntansi, perangkat lunak akuntansi pemerintahan menerima transaksi online secara realtime dan menjurnal ke dalam pembukuan pemerintah, menghasilkan trial balance harian bahkan realtime pula.

Tugas perancang perangkat lunak akuntansi pemerintahan adalah menerjemahkan seluruh SAP berbasis IPSAS dan seluruh buletin teknis akrual berhampiran nilai pasar berbasis IPSAS menjadi prosedur atau proses akuntansi elektronis. Dengan demikian perangkat lunak versi PP 71/2010 tak dapat digunakan.

APBN menyediakan dana cukup untuk rancangan sistem akuntansi elektronis berbasis transaksi digital, untuk akuntansi berhampiran nilai wajar (fair value accounting, dana uji coba sistem akuntansi nilai wajar, dan dana pelatihan seluruh pegawai perbendaharaan & akuntansi untuk penentuan nilai wajar.

Sebagai prasarana akuntansi nilai wajar, APBN/D  harus membiayai pendirian dan kegiatan operasional  berbagai direktorat (dan sebuah direktorat baru pada BPS) untuk membangun sebuah database harga-harga pasar-aktif untuk hampir seluruh elemen aset dalam LK – terutama kurs, nilai pasar properti, mesin dan peralatan pemerintahan – dengan perubahan realtime, untuk keperluan jurnal akuntansi nilai wajar saat perolehan dan tanggal LK.

 

PENUTUP

Dewasa ini KSAP menggunakan SAK dan IPSAS sebagai rujukan utama, dalam mengarang suatu PSAP ter-adaptasi. Buletin Teknis wajib sesuai PSAP ter-adaptasi IPSAS dan SAK tersebut dan Kerangka Konseptual di atasnya. Pada umumnya Buletin Teknis merupakan ciptaan KSAP murni, padat aturan hukum keuangan dan perbendaharaan, sehingga tak mungkin merujuk kepada SAK atau IPSAS.

Dewasa ini KSAP menggunakan basis akrual dan histrois versi PP 71/2010 bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. KSAP menggunakan dasar  basis menuju akrual versi PP 24/2005 yang disederhanakan untuk Bakalan SAP Desa, semuanya adalah akuntansi nilai historis sebagai main stream dan azas realisasi.

Walaupun pemerintah pusat dan pemerintah daerah di masa depan akan masuk bursa, surat berharga yang diwarakan adalah Surat Utang atau Obligasi Pemerintah, bukan saham, sehingga tidak ada kebutuhan investor untuk melihat LK berbasis nilai wajar. Pemerintah masuk bursa belum perlu mengganti basis historis dengan basis nilai wajar atau nilai kini, mengganti azas realisasi & pertanggungjawaban anggaran dengan azas other comprehensive income yang lazim dibutuhkan investor pasar modal.

Perjalanan SAP, akan ditentukan rapat rapat KSAP  tahun 2018 dan kebutuhan pemerintah akan sarana akuntabilitas kepada DPR/DPRD dan perang terhadap KKN melalui teknologi akuntansi.

 

 

 

[i] Pounder, Bruce, Convergence Guidebook for Corporate Financial Reporting, 2009, hal.53.

[ii] Bruce Pounder, Covergence Guidebook for Corporate Financial Reporting, John Willey & Sons, 2009