Aspek Akuntansi dalam UU No.9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak


oleh : Rahmat Mulyono – Kepala KPPN Masohi

I. Pendahuluan

Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemerintah memasuki babak baru dengan ditetapkannya UU No.9 Tahun 2018 tentang PNBP. Selama ini pengelolaan PNBP mengacu pada UU No.20 tahun 1997, yang terbit sebelum era reformasi keuangan negara yang ditandai dengan terbitnya paket UU di bidang Keuangan Negara. Dalam klausul menimbangnya disebutkan bahwa  UU No.20 Tahun 1997 tentang PNBP tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, tata kelola, pengelolaan keuangan Negara, dan kebutuhan masyarakat.Beberapa hal baru yang secara mendasar diatur dalam UU No.9 Tahun 2018 tentang PNBP ini adalah definisi PNBP, subjek dan objek PNBP, pengaturan tarif PNBP termasuk pengenaan tarif sampai dengan nol rupiah dan nol persen, penggunaan, pengawasan, pemeriksaan, keberatan, keringanan, dan pengaturan kewenangan antara Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran di bidang PNBP.

Jika dilihat dari sudut pandang akuntansi, maka akan terkait dengan proses pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan bagaimana PNBP dilaporkan dalam akuntansi pemerintahan. Hal ini dapat dilihat pada beberapa pengaturan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terkait PNBP seperti PSAP dan Buletin Teknis serta kebijakan akuntansi pemerintah pusat yang mengatur akuntansi PNBP.

 

II. Pengaturan terkait akuntansi dalam UU No.9 Tahun 2018 tentang PNBP

Dalam UU NO.9 Tahun 2018 tentang PNBP, terdapat pengaturan dalam pasal-pasalnya yang terkait dengan akuntansi sebagai berikut:

  1. Pasal 4, dan pasal 6 s.d pasal 13 mengatur tentang Objek dan tarif PNBP, di mana secara garis besar objek PNBP meliputi:
    • Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA);
    • Pelayanan;
    • Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan;
    • Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN);
    • Pengelolaan Dana; dan
    • Hak Negara Lainnya.

Dari keenam objek PNBP tersebut, secara akuntansi akan mempengaruhi aspek pengukurannya,  masing-masing objek mempertimbangkan hal-hal yang berbeda dalam penetapan tarifnya, yang terbagi menjadi tarif spesifik dan tarif ad valorem. Tarif spesifik adalah tarif yang ditetapkan dengan nilai nominal uang, sedangkan tariff ad valorem antara lain tarif yang ditetapkan dengan persentase atau formula. Pada pasal 13 juga dijelaskan bahwa dimungkinkan  penetapan tarif sampai dengan 0 rupiah atau 0% dengan pertimbangan tertentu.

  1. Pasal 15 s.d pasal 19 mengatur tentang pembagian kewenangan antara Menteri Keuangan selaku Bendhara Umum Negara dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Pengaturan ini akan berdampak terhadap kewenangan dalam pencatatan akuntansinya.
  2. Pasal 20 s.d pasal 46 mengatur tentang pengelolaan PNBP, yang terbagi menjadi empat proses pengelolaan yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pertanggungjawaban, dan (4) pengawasan. Terdapat pengaturan yang erat kaitannya dengan aspek pengakuan akuntansi yaitu tentang pelaksanaan pengelolaan PNBP yang mengatur tentang penentuan PNBP terutang pada pasal 26 yang dihitung oleh Instansi Pengguna PNBP, Mitra Instansi Pengelola PNBP, dan oleh Wajib Bayar. Dari sisi dokumen sumber untuk pengakuan, belum diatur secara jelas dokumen yang dapat dijadikan dasar pengakuan Piutang PNBP, namun yang pasti ditetapkan oleh salah satu dari ketiga pihak tersebut. Selanjutnya pada pasal 31 terdapat pengaturan tentang denda apabila tidak membayar Piutang PNBP (PNBP terutang bagi Wajib Bayar) yang akan mempengaruhi aspek pengakuan Piutang Denda yang akan timbul sejak Wajib Bayar tidak membayar PNMBP terutang sampai dengan jatuh tempo.Selanjutnya pasal 35 menentukan unit yang harus melakukan pencatatan terhadap Piutang PNBP yaitu Instansi Pengelola PNBP.

 

III. Pengaturan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat tentang PNBP

Dalam PP No.71 Tahun 2010 tentang SAP, pengaturan akuntansi PNBP terdapat dalam beberapa PSAP dan Buletin Teknis sebagai berikut:

  1. PSAP NO.12 tentang Laporan Operasional, pada par. 19 s.d par.31 mengatur mengenai akuntansi Pendapatan-LO. Pada par. 23 dan 24 disebutkan bahwa Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan, di mana untuk pemerintah pusat salah satu jenisnya adalah pendapatan bukan pajak.
  2. Buletin Teknis No.23 SAP tentang Akuntansi Pendapatan Non Perpajakan.

Dalam Bultek No.23 SAP ini, PNBP dinamakan pendapatan non perpajakan, di mana banyak dibahas mengenai jenis-jenis pendapatan non perpajakan. Perlakuan akuntansi pendapatan non perpajakan dapat berbeda-beda bergantung kepada jenisnya. Jenis pendapatan non perpajakan yang diatur adalah sebagai berikut:

  • Pendapatan Perizinan yaitu pendapatan yang berasal dari kewenangan pemerintah untuk memberikan izin tertentu.
  • Pendapatan Layanan yang dalam praktiknya sangat beragam sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh instansi pemerintah, terbagi menjadi layanan yang berjangka waktu dan yang tidak berjangka waktu.
  • Pendapatan Pemanfaatan Sumber Daya Alam, yang merupakan hak pemerintah yang berasal dari kegiatan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Pendapatan Investasi yang dimaksudkan antara lain untuk memperoleh pengendalian atas suatu badan usaha dalam rangka melaksanakan kebijakan fiskal/publik, untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, dan/atau manfaat sosial dalam jangka panjang atau memanfaatkan dana untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.
  • Pendapatan Pemanfaatan Aset Non-Keuangan, yaitu pemanfaatan Barang Milik Negara sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengaturnya. Dalam hal ini pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan.
  • Pendapatan Nonperpajakan Lainnya, yaitu jenis pendapatan yang tidak termasuk kelompok pendapatan nonperpajakan di atas, antara lain yaitu keuntungan penjualan, denda akibat perjanjian/peraturan, bunga/jasa perbankan, penerimaan kembali belanja tahun sebelumnya, putusan pengadilan pelanggaran hukum serta penghapusan utang.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan No.226 Tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat, secara garis besar disusun perlakuannya sama dengan yang dituangkan dalam Buletin Teknis SAP No.23 tentang Akuntansi Pendapatan Non Perpajakan.

 

IV. Mapping Perlakuan akuntansi PNBP setelah terbitnya UU No.9 Tahun 2018 tentang PNBP.

Mencermati dari UU No.9 Tahun 2018 tentang PNBP, Buletin Teknis SAP No.23 tentang Akuntansi Pendapatan Non Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan No.226 Tahun 2014 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat, yang saat ini perlu dilakukan adalah perlunya mapping perlakuan atas objek PNBP menurut UU No.9 Tahun 218 PNBP dan jenis PNBP dari sisi akuntansinya (baik Bultek SAP NO.23 maupun PMK 226 Tahun 2014). Dari objek PNBP yang telah ditetapkan, masing-masing harus jelas mappingny ke dalam jenis PNBP, karena hal tersebut akan mempengaruhi kebijakan akuntansi terutama timing kapan PNBP tersebut diakui, dan berapa yang harus dicatat dari aspek pengukurannya. Secara garis besar mapping tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

No. Objek PNBP menurut UU No.9 Tahun 2018 Jenis PNBP menurut Bultek SAP No.23 Kebijakan Akuntansi
     1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) Pendapatan Pemanfaatan Sumber Daya Alam

dan

Pendapatan Perizinan

Pengakuan pendapatan ini dibedakan ke dalam 4 kelompok yaitu:

1)     berdasarkan pemberian izin terkait dengan eksplorasi maupun eksploitasi SDA, maka mengacu pada proses pengakuan pendapatan perizinan. Untuk pendapatan jenis ini terbagi menjadi pendapatan Migas, Panas Bumi, Pertambangan Umum, Kehutanan, dan Perikanan.

Untuk pendapatan dari perizinan diakui sebagai berikut:

a)     pada saat pendapatan direalisasi yaitu adanya aliran sumber daya ekonomi kepada Entitas

b)    Biaya perizinan yang telah disetor oleh pemohon menjadi hak pemerintah dan pada umumnya tidak akan dikembalikan

c)     Pendapatan yang diterima tidak perlu dibagi secara proporsional.

2)     berdasar volume/unit pengambilan, maka pendapatan diakui pada saat pengambilan dilakukan oleh masyarakat atau pihak ketiga yang diberi izin.

3)     berdasarkan harga jual, maka pendapatand iakui pada saat terjadi penjualan.

4)     berdasarkan bagi hasil, maka pendapatan diakui pada saat terdapat penetapan dari pemerintah

     2. Pelayanan Pendapatan Layanan Pengakuan pendapatan layanan secara umum sangat bergantung pada proses bisnis layanan, sehingga  terbagi berdasarkan jangka waktu layanan yaitu:

1)     Layanan berjangka waktu, di mana  terdapat pembagian waktu (tahapan) dalam pemberian layanan seperti layanan pendidikan yang menetapkan di awal, sudah ditentukan sebelum layanan tersebut diberikan dan sudah harus dilunasi pada tanggal atau saat yang telah ditetapkan serta biaya tersebut tidak dapat diminta kembali oleh penerima layanan.

2)     Layanan tidak berjangka waktu, di mana tidak terdapat pembagian waktu (tahapan) dalam pemberian layanan seperti layanan kesehatan, di mana baru dapat ditentukan setelah proses layanan selesai dilakukan, sehingga diakui saat telah dikeluaran surat tagihan.

     3. Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan Pendapatan Investasi Pengakuan pendapatan atas Investasi terbagi dua menjadi:

1)     Hasil Investasi jangka pendek berupa bunga, jasa giro, dan dividen tunai, pendapatan diakui pada saat diperoleh, dan

2)     Hasil Investasi jangka panjang jika menggunakan metode biaya maka dividen diakui sebagai pendapatan pada saat diumumkan, sedangkan bila menggunakan metode ekuiti maka dividen tunai diakui sebagai pendapatan mengurangi eukitas.

     4. Pengelolaan Barang Milik Negara Pendapatan Pemanfaatan Aset Non-Keuangan Pengakuan pendapatan atas pemanfaatan BMN pada umumnya berupa sewa, dan kerjasama pemanfaatan, yaitu dibayarkan lebih dari 1 tahun, maka pendapatan diakui sebesar yang menjadi hak entitas, dan jika tidak sampai 1 tahun maka pendapatan diakui pada saat diterima atau yang menjadi hak entitas.
     5. Pengelolaan Dana Pendapatan Investasi Sama dengan angka 3.
     6. Hak Negara Lainnya Pendapatan Non Perpajakan Lainnya Pengakuan pendapatan non perpajakan lainnya terbagi menjadi:

1)     Untuk pendapatan berupa keuntungan penjualan asset, bunga/jasa perbankan, dan penerimaan kembali belanja TAYL diakui pada saat diterima;

2)     Pendapatan berupa denda akibat perjanjian/peraturan diakui pada saat menjadi hak entitas;

3)     Pendapatan dari putusan pengadilan/pelanggaran hokum diakui pada saat diterima/atau diatur oleh entitas bidang hokum; dan

4)     Pendapatan berupa penghapusan utang diakui pada saat penetapan dari pemberi pinjaman.

 

V. Kesimpulan

Dari pembahasan aspek akuntansi PNBP di atas baik terhadap UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP maupun Buletin Teknis SAP NO.23 tentang Akuntansi Pendapatan Non Perpajakan, diperlukan kebijakan yang lebih teknis bagi pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan akuntansi terhadap masing-masing objek PNBP. Mapping yang telah dilakukan di atas dapat menjadi langkah awal untuk mengidentifikasi masing-masing PNBP pada setiap Kementerian Negara/Lembaga untuk penentuan kebijakan akuntansinya terutama aspek timing pengakuan pendapatan.

 

 

 

Referensi:

  1. Undang-Undang No.9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
  2. Peraturan Pemerintah No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
  3. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan No.23 tentang Akuntansi Pendapatan Non Perpajakan.
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.05/2016 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.