AKUNTANSI DANA KAPITASI


Catatan Dr. Jan Hoesada

Ringkasan eksekutif

PP71/2010 cq PSAP BLU digunakan untuk akuntansi dana kapitasi. Pengelolaan dan Pemanfatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama  milik Pemerintah Daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), sesuai Pasal 2 Perpres tersebut.

BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran Dana Kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah Daerah, sesuai jumlah yang terdaftar di FKTP sesuai data dari BPJS Kesehatan.

PENDAHULUAN

Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar di muka kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasar jumlah peserta terdaftar. Pengelolaan Dana Kapitasi adalah tatacara penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban dana kapitasi yang diterima FKPT dan BPJS Kesehatan.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKPT) adalah  bagian organisasi SKPD Dinas Kesehatan, karena itu entitas bukan badan hukum, adalah fasilitas kesehatan yang melakukan layanan kesehatan nonspesialis bagi  individu. FKPT mempunyai Bendahara pada  FKPT  adalah PNS yang ditugasi menerima pembayaran BPJS Kesehatan, menyimpan, membayarkan, menata usahakan, mempertanggungjawabkannya.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan) adalah  badan hukum penyelenggara program jaminan kesehatan.

Berbagai hal penting yang perlu diperhatikan adalah :

  1. Format baku penganggaran dan laporan realisasi JKN cq Pengelolaan Dana Kapitasi pada APBN dan APBD, antara lain Perubahan APBD terkait JKN cq Dana Kapitasi.
  2. Pembangunan misi-tupoksi dan struktur organisasi BPJS.
  3. Pembangunan misi-tupoksi dan struktur organisasi BLUD Penyedia Barang/Jasa pelayanan Kesehatan.
  4. Pembangunanmisi-tupoksi &organisasi FKPT, sistem tatacara kerja dan pelaporan Laporan Keuangan FKTP yang berlaku nasional.
  5. Pembangunan sistem anggaran & sistem keuangan/perbendaharaan
  6. Pembangunan sistem anggaran & sistem keuangan/perbendaharaan PPKD selaku BUD, SKPD Dinas Kesehatan & FKPT, Kebijakan nasional tentang penentuan Rekening Kapitasi JKN, sistem prosedur, pencatatan & pelaporan penerimaan & penggunaan dana kapitasi, Surat Pernyataan Tanggung-jawab kepala Unit Kerja FKTP, Laporan Realisasi % besaran jasa pelayanan terhadap total penerimaan dana JKN dan lain-lain.
  7. Pembangunan sistem pembayaran langsung BPJS kepada FKPT yang berlaku secara nasional.
  8. Penetapan format baku & spesifikasi wajib Rencana Pendapatan & Belanja Kapitasi JKN FKPT yang disampaikan FKPT kepada Kepala SKPD Dinas Kesehatan.
  9. Penetapan format baku & spesifikasi wajib Rencana Pendapatan & Belanja Kapitasi JKN FKPT oleh SKPD Dinas Kesehatan.
  10. Penetapan batas waktu pelaksanaan & pelaporan setiap tahap penting proses JKN bagi BPJS, SKPD Dinas kesehatan dan FKPT, terkait sistem pembayaran kapitasi dari BPJS kepada FKPTP.

SEJARAH AWAL BPJS

BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan, menggunakan sistem pembiayaan Kapitasi di faskes tingkat pertama (primer) dan INA CBG’s untuk faskes tingkat lanjutan. Sistem pembayaran kapitasi adalah  sistem pembayaran yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama khususnya pelayanan Rawat jalan Tingkat Pertama yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan yang didasarkan pada jumlah peserta yang terdaftar di faskes tersebut dikalikan dengan besaran kapitasi per jiwa.  Sistem pembayaran ini adalah pembayaran di muka atau prospektif dengan konsekuensi pelayanan kesehatan dilakukan secara pra upaya atau sebelum peserta BPJS jatuh sakit. Sistem ini mendorong Faskes Tingkat Pertama untuk bertindak secara efektif dan efisien serta mengutamakan kegiatan promotif dan preventif. BPJS Kesehatan sesuai ketentuan, wajib membayarkan kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan. Sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan PerPres 12 Tahun 2013, BPJS Kesehatan wajib membayarkan kapitasi kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan. Pelayanan Kesehatan yang termasuk di dalam cakupan pembayaran kapitasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam Pasal 16 Permenkes 71 Tahun 2013 Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi     administrasi pelayanan, pelayanan promotif dan preventif; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif,  pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama.
Dalam Pasal 17 Permenkes 71 Tahun 2013, Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 untuk pelayanan medis mencakupi:
Kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
a. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan;
b. kasus medis rujuk balik;
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama;
d. Rehabilitasi medik dasar.

AKUNTANSI SKPD DINAS KESEHATAN UNTUK DANA KAPITASI

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),  Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi (besaran pembayaran per bulan yang dibayar dimuka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan) Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Milik Pemerintah. Peraturan Presiden ini ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 April 2014 mengatur mengenai Pengelolaan dan Pemanfatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama  milik Pemerintah Daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), sesuai Pasal 2 Perpres tersebut. BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran Dana Kapitasi kepada FKTP milik Pemerintah Daerah, sesuai jumlah yang terdaftar di FKTP sesuai data dari BPJS Kesehatan. Dana Kapitasi sebagaimana dimaksud dibayarkan langsung oleh BPJS Kesehatan kepada Bendaharawan Dana Kapitasi JKN pada FKTP. Guna mendapatkan Dana Kapitasi dimaksud, Kepala FKTP menyampaikan rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN tahun berjalan kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat, dengan mengacu pada jumlah peserta yang terdaftar di FKTP dan besaran JKN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dianggarkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan dan harus dicatat sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan vide PP 71/2010. Bendahara Dana Kapitasi JKN pada masing-masing FKTP ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul Kepala SKPD Dinas Kesehatan melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP sebagaimana dimaksud membuka Rekening Dana Kapitasi JKN. Pembayaran dana kapitasi dari BPJS Kesehatan dilakukan melalui Rekening Dana Kapitasi JKN pada FKTP, dan diakui sebagai pendapatan, sesuai Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 itu. Pendapatan sebagaimana dimaksud digunakan langsung untuk pelayanan kesehatan peserta JKN pada FKTP. Dalam hal pendapatan kapitasi tidak digunakan seluruhnya pada tahun anggaran berkenaan, dana kapitasi tersebut dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya.Kepala SKPD Dinas Kesehatan dan Kepala FKTP melakukan pengawasan secara berjenjang terhadap penerimaan dan pemanfaatan dana kapitasi oleh Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP. Akuntansi mencatat pengeluaran kas FKTP untuk beban operasional (maksimum 40%) dan biaya jasa layanan kesehatan (minimum 60%), sesuai Pasal 12  Ayat 4.

AKUNTANSI BIAYA OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN

Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik yang meliputi administrasi pelayanan, pelayanan promotif dan preventif; pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis, tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif,  pelayanan obat dan bahan medis habis pakai, pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama.
Permenkes 21/2016 Menteri Nila Farid Moeloek menegaskan akuntabilitas dana kapitasi melalui sistem anggaran dan akuntansi pemerintahan. Setinggi tingginya empat puluh persen dana tersedia wajib digunakan untuk biaya obat,  alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, dan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya , dukungan biaya operasional untuk belanja barang operasional aktivitas di dalam dan diluar gedung, termasuk biaya puskesmas keliling , bahan cetak atau alat tulis kantor, administrasi, koordinasi program,dan sistem informasi, peningkatan kapasitas SDM kesehatan, beban pemeliharaan dan operasional sarana dan prasarana,  obat tradisional, obat herbal berstandar Depkes dan fitofarmaka secara terbatas, dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

AKUNTANSI SiLPA

Pendapatan Dana Kapitasi yang tidak digunakan seluruhnya pada tahun anggaran berkenaan, sisa Dana Kapitasi dimanfaatkan untuk tahun anggaran berikutnya.  Dalam hal sisa Dana Kapitasi sebagaimana dimaksud  berasal dari dana dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan maka pemanfatannya hanya dapat digunakan untuk dukungan

biaya operasional pelayanan kesehatan. Dalam hal sisa Dana Kapitasi berasal dari dana jasa pelayanan kesehatan ,  maka pemanfatannya hanya dapat digunakan untuk jasa pelayanan kesehatan. Dalam APBD dan akuntansi, pemanfaatan sisa Dana Kapitasi  dimasukkan dalam rencana pendapatan  dan belanja Dana Kapitasi JKN yang dianggarkan dalam  Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Dinas Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PENUTUP

Wilayah  rawan KKN adalah perizinan Puskesmas, bukti pembelian obat obatan dan sarana kesehatan dipalsukan. Alokasi anggaran 60% minimum juga rawan KKN. Seperti pemegang kartu KJP untuk fasilitas pendidikan, pemegang kartu BPJS perlu di periksa berkala, agar benar benar digunakan hanya oleh penduduk yang perlu bantuan kesehatan dari APBN dan Dana Kapitasi.

Mempersempit peluang terjadinya tipikor pada tata kepemerintahan dan masyarakat menyangkut pelayanan publik maupun penanganan perkara yang bersih dari korupsi.

Tantangan kedepan adalah:

  1. Belum tuntasnya reformasi birokrasi yang menyeluruh. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: belum memadainya mekanisme pemberian reward and punishment bagi pelayanan publik, antara lain Pengelola BPJS, minimnya integritas, sistem karir dan penggajian yang belum sepenuhnya berbasis kinerja, serta belum tersusunnya manajemen kinerja dan standar pelayanan minimal;
  2. Masih minimumnya badan publik seperti Pengelola BPJS yang menerapkan keterbukaan informasi menyangkut administrasi dan pelayanan publik, termasuk penanganan perkara, kendati UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik telah diberlakukan;
  3. Layanan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah oleh badan publik seperti Pengelola BPJS masih belum sepenuhnya menerapkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, termasuk belum diterapkannya e-procurement secara menyeluruh;
  4. Rendahnya penanganan pengaduan masyarakat dan pelaporan (whistleblowing) terhadap layanan Puskesmas yang ditindaklanjuti akibat belum optimalnya mekanisme dan infrastruktur pengaduan publik;
  5. Proses perizinan Puskesmas yang masih tertutup dengan banyak human interaction yang dapat membuka ruang korupsi, menimbulkan berbagai kasus KKN tingkat Kabupaten.