AKUNTANSI CADANGAN DEVISA BANK INDONESIA


STRATEGIC SURVEILANCE 1

AKUNTANSI CADANGAN DEVISA BANK INDONESIA

Dr. Jan Hoesada, Anggota Dewan Pengarah KAK BI

 

jan3

PENDAHULUAN

IFRS 9 berlaku efektif tanggal 1 Januari 2018 lebih berbasis prinsip dibanding IAS 39, dengan perunbahan klasifikasi, pengujian pengembalian pokok kredit dan bunga (SPPI test), menghalangi reklasifikasi instrumen keuangan, menghapus tainting rule, lebih membutuhkan kolaborasi spesialis pasar, pelaku akuntansi dan manajemen penerap IFRS 9. Karena berbasis prinsip, IFRS 9 membutuhkan argumen dan dasar pemilihan kebijakan para penerap IFRS 9, kebutuhan mendokumentasi 6 faktor model bisnis (yaitu sasaran, pendapatan/penjualan, laba/perolehan neto, risiko, entitas, dan pengambilan keputusan) dan sikap lebih terbuka kepada auditor eksternal.

Aset keuangan terklasifikasi sebagai Held-to-collect, berbasis solely payment of principal and interest atau SPPI, dicatat dan diukur berdasar amortized cost. Aset keuangan terklasifikasi sebagai Collecting-and-selling, berbasis solely payment of principal and interest atau SPPI, dicatat dan diukur berdasar FVTPL. Aset keuangan terklasifikasi selain dua klasifikasi tersebut di atas, dicatat dan diukur berdasar FVTPL.

Cadangan valas mengandung aset berisiko kredit tinggi sebaiknya menggunakan model baru ECL dalam sistem akuntansi bank sentral. Kerugian penurunan nilai dilaporkan dalam laba rugi. Hanya cadangan devisa diukur pada amortized cost atau FVOCI masuk tataran ECL impairment model. Pembebanan ECL dilaporkan melalui akun laba rugi, dengan jurnal pos “other comprehensive income” atau “loss allowance” untuk aset terukur pada FVOCI atau amortized cost.

IFRS 9 memperkenalkan sebuah model penurunan aset untuk semua aset keuangan yang diklasifikasi pada amortized cost atau FVOCI. IFRS 9 terfokus kepada ekspektasi kerugian, dengan bingkai waktu 1 tahun atau sepanjang umur kontrak, tanpa migrasi kredit.

 

AKUNTANSI CADANGAN DEVISA BANK SENTRAL

Tujuan cadangan devisa bank sentral adalah (1) mendukung pencapaian nilai tukar idaman dan menjaga stabilitas nilai tukar, (2) mendukung kewajiban negara untuk membereskan kewajiban keuangan dalam valas, dan (3) memelihara tingkat cadangan devisa tertentu untuk situasi gawat darurat, dengan hampiran manajemen arus kas khas bank sentral, berbasis model bisnis terpilih. Maka, untuk mencapai tujuan unik tersebut, berbagai bank sentral di muka bumi meningkatkan cadangan devisa mereka, dan  makin menyadari bahaya pembagian laba kepada pemilik bank sentral.

Aset keuangan bank sentral diidentifikasi dan dikelompokkan menjadi

  1. Aset keuangan untuk menjaga kebutuhan likuiditas, membuat keseimbangan durasi aset keuangan dengan liabilitas keuangan.
  2. Manajemen risiko anggaran bank sentral, optimalisasi pulangan aset keuangan bank sentral.

Manajemen aset keuangan bank sentral memerhatikan frekuensi dan besar pelepasan aset keuangan

  • Informasi sejarah penjualan/pelepasan tiap kelompok atau tiap jenis aset keuangan, dampak pada arus kas.
  • Tujuan kepemilikan aset keuangan, dan tujuan/ekpektasi pelepasan/penjualan tiap kelompok/jenis aset keuangan, ramalan dampak pada arus kas.
  • Sejarah pelepasan aset keuangan yang mengalami kenaikan signifikan risiko-kredit, sejarah besar pelepasan, sejarah frekuensi pelepasan aset keuangan tsb.
  • Frekuensi pelepasan tak selalu merujuk pada FVTPL.

Tujuan nasional manajemen cadangan devisa bagi NKRI adalah  memelihara kepercayaan publik kepada kebijakan moneter bank sentral dan manajemen nilai tukar, meyakinkan publik bahwa bank sentral mampu melakukan intervensi moneter setiap saat dibutuhkan, mengurangi (1) guncangan moneter atau (2) kewajiban valas jatuh waktu dengan kecukupan cadangan devisa, misalnya kewajiban jatuh waktu akibat kegiatan impor bangsa itu (dengan memelihara tingkat  debt service coverage) melalui proses tranching.

Model bisnis BI adalah sebuah cetak biru kegiatan BI dalam mengelola cadangan devisa  menuju 3 sasaran tersebut diatas, yang kemudian diturunkan menjadi berbagai batasan atau kriteria khas bagi manajemen arus-kas-kontraktual, yang mencakupi (1) hanya kewajiban pembayaran kembali pokok kredit dan bunga (solely payment of principal and interest atau SPPI) dicatat sebesar biaya teramortisasi, (2) kewajiban selebihnya dicatat sebesar FVTPL.

Enam aspek manajemen cadangan-devisa sebuah bank sentral mencakupi

  1. Tujuan dan penetapan fungsi setiap jenis valas dalam manajemen cadangan devisa, volatilitas dan risiko setiap mata uang asing yang dikelola BI. Penetapan tujuan atau sasaran setiap transaksi valas. Manajemen portofolio valas atau sub-portofolio valas dibangun dengan tujuan khusus, berdasar pemahaman karakteristik tiap jenis mata uang asing dan domestik tersebut diatas.
  2. Mempertimbangkan strategi dan gaya (style) perdagangan valas masa lalu, memertimbangkan frekuensi pelepasan valas masa lalu.
  3. Mempertimbangkan besar rerata atau range tiap pelepasan valas masa lalu, pilihan waktu pelepasan (timing), latar belakang, argumen, alasan tiap pelepasan valas tersebut.
  4. Penentuan kebijakan oleh bank sentral, apakah manajemen cadangan devisa berbasis nilai wajar atau tidak berbasis nilai wajar.
  5. Cetak biru GCG dalam manajemen cadangan devisa bank sentral; cetak biru bagi transaksi valas, operasi pasar terbuka, penetapan tolok ukur sukses/kegagalan manajemen cadangan devisa ; evaluasi berkala manajemen cadangan devisa (performance evaluation), dan sistem imbalan kinerja manajemen cadangan devisa.
  6. Penetapan derajat (tingkat) penting setiap sumber pendapatan atau penghasilan bank sentral umumnya, urutan penting sumber/asal cadangan devisa khususnya, dan bagaimana perlakuan manajemen cadangan devisa terhadap tiap derajat/urutan penting tersebut.

Penurunan nilai (impairment) dari cadangan devisa dicatat pada biaya perolehan teramortisasi (amortized cost), berbasis ramalan masa depan tentang ekspektasi-kerugian-kredit (expected credit loss atau ECL).

 

EVALUASI  IFRS 9

Dibanding IFRS 39, IFRS 9 lebih berbasis prinsip (principle based), mengubah klasifikasi aset keuangan menjadi satu klasifikasi saja, mengubah aturan pengukuran aset keuangan, mengizinkan penurunan nilai aset (impairment) dan menyederhanakan akuntansi lindung-nilai (hedge accounting).

Semua jenis aset keuangan berklasifikasi tunggal berdasar dua kriteria, yaitu

  1. Model bisnis pengelolaan aset keuangan
  2. Karakteristik arus kas kontraktual yang terkandung dalam aset keuangan.

Model bisnis pengelolaan aset keuangan bank sentral

  • Model bisnis/tujuan pengelolaan aset keuangan bank sentral adalah untuk mencipta arus kas.
  • Dua model bisnis tersedia dalam standar adalah
    • Held-to-collect, berbasis solely payment of principal and interest atau SPPI, diukur berdasar amortized cost.
    • Collecting-and-selling, berbasis solely payment of principal and interest atau SPPI
  • Instrumen keuangan mengandung ciri jenis arus kas ber-SPPI pada umumnya adalah instrumen utang sederhana, termasuk instrumen pasar uang.
  • Bunga ditetapkan untuk kompensasi
    1. Nilai waktu dari uang
    2. Risiko kredit
    3. Risiko lain, seperti risiko likuiditas
    4. Beban, misalnya beban administrasi bank
    5. Target laba
  • Karakteristik arus kas kontraktual yang terkandung dalam aset keuangan.
  • Aset keuangan terklasifikasi sebagai Held-to-collect, berbasis solely payment of principal and interest atau SPPI, dicatat dan diukur berdasar amortized cost.
  • Aset keuangan terklasifikasi sebagai Collecting-and-selling, berbasis solely payment of principal and interest atau SPPI, dicatat dan diukur berdasar FVTPL.
  • Aset keuangan terklasifikasi selain dua klasifikasi tersebut di atas, dicatat dan diukur berdasar FVTPL.
  • Untuk menghapus accounting missmatch, pengakuan awal instrumen-utang-kontraktual, diukur pada FVTPL.
  • Entitas pemegang instrumen-ekuitas nonkontraktual mencatat investasi-ekuitas pada FVOCI.
  • Laba-rugi instrumen utang atau ekuitas belum direalisasi diukur pada FVOCI dan dilaporkan sebagai OCI.
  • Laba-rugi instrumen utang yang direalisasi dipindahkan ke Rugi Laba.
  • Laba-rugi instrumen ekuitas yang direalisasi dipindahkan ke akun ekuitas, bukan ke Laba Rugi.

Model Penurunan Nilai yang Baru pada IFRS 9

  • IFRS 9 memperkenalkan sebuah model penurunan aset untuk semua aset keuangan yang diklasifikasi pada amortized cost atau FVOCI.
  • IFRS 9 terfokus kepada ekspektasi kerugian, dengan bingkai waktu 1 tahun atau sepanjang umur kontrak, tanpa migrasi kredit.
  • Bentuk baru penurunan nilai adalah model Expected – Credit – Loss (ECL) masa depan, merupakan penyempurnaan  current-incured-loss model di bawah IAS 39.
  • Informasi harus memenuhi syarat sbb
    • Masuk akal
    • Mempunyai dasar
    • Tersedia
    • Tidak makan biaya dan tenaga
  • IFRS 9 tidak mengatur secara spesifik metode pengukuran apapun, entitas menggunakan sumberdayanya seperti biasa.

Model ECL mengandung 3 tahap penurunan kualitas kredit

  1. Tahap 1, pengakuan ekpektasi kerugian kredit 12 bulan pertama sejak perolehan atau pembentukan kredit, berdasar tahapan penurunan nilai setiap jenis kredit. Penghasilan bunga dikalkulasi pada jumlah terbawa bruto.
  2. Tahap 2, pengakuan kerugian kredit sepanjang sisa umur kredit, tatkala risko kredit meningkat signifikan. Penghasilan bunga dikalkulasi pada jumlah terbawa bruto.
    • Probabilitas hasil tertimbang untuk kemungkinan kemunculan kerugian-kredit dan kemungkinan ketidakmunculan kerugian-kredit.
    • Nilai waktu dari uang, dengan mendiskonto kerugian-kredit pada tanggal LK
    • Informasi masuk akal, didukung argumen, tersedia tanpa upaya dan biaya.
  1. Tahap 3, bila terjadi penurunan nilai kredit (impairment), setiap aset keuangan dinilai turun nilai, kerugian penghasilan bunga dikalkulasi berdasar jumlah terbawa neto, yaitu nilai bruto kredit dikurangi kerugian penurunan nilai kredit.
  • Kinerja pengelolaan valuta asing bank sentral diukur lebih berdasar akuntansi nilai wajar, yang bermuara pada pertumbuhan nilai wajar ekuitas. Kinerja pertumbuhan ekuitas diperoleh dari optimalisasi keuntungan-jangka pendek atas pelepasan aset keuangan (FVTPL), bukan pengutamaan penghasilan bunga atau dividen atas surat berharga. Nilai wajar ekuitas diharapkan menggambarkan kemampuan bank sentral memenuhi tupoksi bank sentral, terutama manajemen arus kas.
  • Ditengarai bahwa terdapat imbalan kinerja manajer portofolio bank sentral, berdasar kinerja pertumbuhan aset neto berbasis nilai wajar, mungkin tidak lazim pada BI atau pemerintahan NKRI.
  • Hasil bunga (interest income) juga ikut membentuk laba/rugi nilai wajar. Bila keuntungan/kerugian nilai wajar lebih penting ketimbang penghasilan laba, menunjukkan bahwa arus kas masuk kontraktual menjadi jarang dan klasifikasi berdasar FVTPL lebih layak diterapkan.

Klasifikasi cadangan devisa

Alih-mata-uang (translation) transaksi dan saldo valas  LK kedalam mata-uang-fungsional (misalnya Rupiah) tetap berada pada kekuasaan IAS 21. Bank sentral dapat menggunakan pola serupa IFRS untuk cadangan dalam mata uang domestik.

Untuk pengujian arus kas, apa benar hanya terdiri atas pembayaran kembali pokok utang dan pembayaran bunga (SPPI), dan arus kas kontraktual konsisten dengan perjanjian pinjam meminjam.

  • Kelambatan suatu tahap pembayaran pokok dan bunga berpengaruh pada kewajiban arus kas selanjutnya, sedemikian rupa, tetap mematuhi perjanjian pembayaran pokok dan bunga sesuai skedul, sehingga secara keseluruhan perbedaannya tidak signifikan dibanding pembayaran kontraktual yang diperjanjikan.
  • Sebaliknya pembayaran dimuka atau angsuran lebih cepat dari skedul, perpanjangan berbasis reskeduling akad, sepanjang tidak menyebabkan perbedaan signifikan dibanding pembayaran kontraktual yang diperjanjikan.
  • EBA atau HBA dilihat dalam konteks underlying assets, apakah arus-kas-kontraktual tergolong SPPI.

Bank sentral dapat

  • Memperlakukan sebagian cadangan valuta asing dalam katagori SPPI, sebagian lain tidak dikatagori dalam rumpun SPPI.
  • Memperlakukan kepemilikan aset valas dalam portofolio cadangan valas, portofolio investasi mengejar pulangan besar dan portofolio alat pembayaran tunai kegiatan operasional sehari hari.

Model Expected – Credit –  Loss (ECL) impairment model dan Cadangan Valas

  • Cadangan valas mengandung aset berisiko kredit tinggi sebaiknya menggunakan model baru ECL dalam sistem akuntansi bank sentral. Kerugian penurunan nilai dilaporkan dalam laba rugi.
  • Hanya cadangan devisa diukur pada amortized cost atau FVOCI masuk tataran ECL impairment model.
  • Pembebanan ECL dilaporkan melalui akun laba rugi, dengan jurnal pos “other comprehensive income” atau “loss allowance” untuk aset terukur pada FVOCI atau amortized cost.
  • Untuk kepraktisan, perhitungan cukup 12 bulan ECL.
  • Hampiran explicit probability for default digunakan sebagian besar bank sentral adalah sbb

ECL = EAD.PD.LGD

Dimana

ECL= Expected Credit Losses

EAD = Exposure At Default

PD = Probability of Default, didapat dari Moody’s, Standard & Poor’s, Fitch

LGD = Loss Given Default, didapat dari Moody’s, Standard & Poor’s, Fitch

  • Sebagai contoh, Moody’s Bond Rating untuk investment grade bond rating dimulai dengan kelompok Aaa untuk kualitas tertinggi dan risiko kredit minimum, kemudian bertahap menurun ke kelompok Aa, A, Baa untuk risiko kredit moderat dan risiko kredit medium. Selanjutnya pemeringkatan ke bawah memasuki kelompok Obligasi Pulangan Tinggi Nirjamin (junk bond) untuk kelompok Ba, B, Caa,Ca dan C.
  • Instrumen keuangan berisiko rendah tak perlu menggunakan pemeringkatan eksternal, bank sentral dapat menggunakan pemeringkatan internal sepanjang konsisten dengan definisi pemeringkatan kredit internasional of investment grade.
  • Berbagai isu terkait model penurunan nilai ECL adalah sbb
  1. Telaah potofolio
    • Telaah kepemilikan aset berisiko kredit tinggi
    • Telaah panduan investasi entitas, kaitkan dengan IFRS 9 ECL model requirements
    • Definisikan dengan tegas risiko kredit rendah
      • Batasan gagal bayar dalam kontrak
      • Kemampuan bayar sekarang dan yad sesuai kontrak
      • Probabilitas perubahan kondisi perekonominan yang menyebabkan gagal bayar
  2. Bukti penguatan risiko keuangan, risiko kredit dan risiko pasar
    • Kebijakan penentuan probabilitas gagal bayar
    • Gagal bayar disengaja
    • Sejarah gagal bayar
  1. Telaah model ECL
    • Perhitungan 12 bulan ECL
    • Kalau perlu perhitungan paripurna sepanjang masa kontrak
    • Tarif diskontoan untuk ECL
  1. Ekspektasi risiko kredit
    • Kebijakan pindah kelas risiko kredit, stages 1, 2 dan 3
    • Frekuensi telaah risiko kredit
    • Penggunaan Daftar Pantau Risiko Kredit, real time
  1. Tata kelola
    • Kerangka Model Manajemen Risiko
    • Pembaharuan model secara berkala
    • Validasi model, efektivitas penggunaan model
    • Pembagian tugas antar departemen dalam perusahaan, untuk segala aspek tersebut diatas

 

KESIMPULAN PENUTUP

IFRS 9 pada umumnya berdampak pada LK Korporasi, OJK (akuntansi kas valas) dan Bank Indonesia untuk tahun buku dimulai tahun 2018. Sistem akuntansi harus disesuaikan dengan berbagai hal tersebut di atas pada tahun 2017.

 

 

 

Dokumen sumber 102852, Applying IFRS 9 to Central Banks Foreign Reserves, yang dipublikasi 20 Januari 2016 dan buah tangan (hand out) Robert Shotter,The World Bank, Treasury pada konferensi Seacen & Bank Indonesia  di Bali, yang  berjudul Applying IFRS 9 to Central Banks Foreign Reserves, bertanggal 4 November, 2016.